SINDIKAT PENULIS
Silakan login dahulu, biar lebih asyik.
Kalau belum bisa login, silakan daftar dahulu.
Setelah itu, selamat bersenang-senang...
SINDIKAT PENULIS
Silakan login dahulu, biar lebih asyik.
Kalau belum bisa login, silakan daftar dahulu.
Setelah itu, selamat bersenang-senang...
SINDIKAT PENULIS
Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.


Kami adalah penulis, dan kami tidak butuh persetujuan dari siapa pun!
 
IndeksLatest imagesPencarianPendaftaranLogin
"Jika ada buku yang benar-benar ingin kamu baca, tapi buku tersebut belum ditulis, maka kamu yang harus menuliskannya." ~ Toni Morrison

 

 Cerita Berantai (Games)

Go down 
+8
uzie.ra
sagitany
elfrisrudie
aden
de_wind
tukangtidur
ilhammenulis
Ruise V. Cort
12 posters
Pilih halaman : Previous  1, 2, 3, 4
PengirimMessage
de_wind
Penulis Sejati
Penulis Sejati
de_wind


Jumlah posting : 3494
Points : 3669
Reputation : 52
Join date : 29.03.11
Age : 38
Lokasi : Bekasi

Cerita Berantai (Games) - Page 4 Empty
PostSubyek: Re: Cerita Berantai (Games)   Cerita Berantai (Games) - Page 4 EmptyWed 22 Aug 2012 - 23:04

waduuuh udh lama gak di update...


Quote :


Prompt : Infeksi
Judul : Lelah
Rated :

Kakiku letih melangkah. Aku tersungkur jatuh di atas tanah berbatu. Hatiku bagai ditusuk sembilu. Tiada lagi pelipur lara yang dapat memelukku. Langit siang ini begitu datar, putih dan cerah. Tanpa setitikpun awan memeriahkan kemegahannya. Cahayanya begitu menyilaukan, namun begitu dingin dan datar. Oh langit, apakah engkau juga sedang menertawakan kepiluanku?

Beberapa jam sebelum ini...

Aku berlari bagai orang kesetanan. Ketakutan akan sesuatu yang entah apa. Aku sendiri bingung akan hatiku yang semakin dicekam kengerian yang nista. Seolah-olah ada tangan busuk yang sedang mengejarku, mengancam keamanan diri ini.

"Ro! Kamu mau kemana?!" teriak salah satu temanku yang sedang bersembunyi di balik pohon besar. Ah, apa dia tidak tahu, kekuasaan pohon tua itu tidak akan sanggup menahan kekuatan makhluk ini.

"Dimana aja asal bukan di sini!" balasku berteriak. Aku sudah tidak peduli lagi akan keselamatan nasib orang lain. Yang kutahu, aku harus selamat. Harus! Maka, kupercepat lagi langkahku, tanpa menoleh lagi.

Ya, desaku sedang diserang oleh monster yang sangat menakutkan. Yang melumat habis orang-orang yang ditemuinya. Tanpa pandang bulu. Tak berbelas kasihan. Sudah ratusan orang yang bergelimpangan pasrah, menunggu malaikat kematian satu per satu menjemput mereka. Aku tak mau! Aku tak mau menjadi salah satu bagian dari mereka!

Aku tersandung. Tidak sampai beberapa detik, lututku sudah menyentuh tanah yang berkerikil, menggesek lututku. Aku mengaduh pelan dan meringis kesakitan. Aku mengatur nafasku yang megap-megap. Rasanya aku mau menyerah, rasanya aku tidak sanggup lagi berlari. Bunyi dahan bergesek menyadarkanku kalau aku belum aman. Makhluk itu masih mengejarku. Aku tersadar dan bertekad tidak mau lagi menyerah kalah dari makhluk itu.

Aku tersentak. Beberapa meter di depanku terlihat seonggok tubuh. Entah sudah menjadi mayat atau belum menemui ajalnya. Yang membuatku merinding, aku mengenalnya.

"Made!" seruku. Aku berlutut di dekatnya dan mencoba memeriksa keadaannya.

"Roro..." Dia merintih lemah. Tentu makhluk itu sudah menumbangkannya. Dia tumpas, di negerinya, tanpa sempat mengenal ada negeri2 lain yang lebih indah, lebih menakjubkan. Dia sudah kalah, tanpa syarat.

"Kamu gak kenapa-napa?" tanyaku panik, mencoba menopang lehernya yang lunglai dengan sebelah tanganku. Dia menggeleng pelan.

"Udah, pergi aja ro... Aku udah gak sanggup... Aku udah kalah..." Dia terisak, menyadari nasibnya yang di ujung tanduk.

"Ayo ikut aku, mungkin kalo kita ketemu dengan penduduk kampung lain, kita bakalan selamat."

Aku tidak mau menyerah semudah itu. Made adalah teman baikku di kampung Kerasan ini. Dia tidak boleh kalah semudah itu. Aku tidak mau menyerahkannya semudah itu. Aku membopong tubuhnya yang lunglai. Tentu, beratnya memperlambatku. Aku berjalan tertatih-tatih. Tetap berusaha berjuang untuk mempercepat setiap langkahku.

"Udah, ro...," bisiknya. "Aku tau kamu capek. Aku juga udah gak sanggup..." Bisiknya semakin lirih, energinya sudah menguap entah kemana. Di saat terakhirnya, dia masih saja memikirkanku. Air mataku menetes. Kejam nian hidup ini, semuanya direnggut dariku. Begitu saja, tanpa memberikan sedikitpun waktu.

"Udah, ro...," bisiknya lagi. "Tinggalin aku di sini, biar aku bisa mati dengan tenang dan ikhlas..."

Aku menurutinya, pada akhirnya. Dengan terisak-isak, aku memegangi tangannya. Akan kutemani dia hingga akhir hayatnya. Ternyata itupun tidak membutuhkan waktu yang lama. Bibirnya sudah membiru, wajahnya sudah seputih susu. Nafasnya pun sudah semakin pendek. Dia menatapku sejenak, dan tersenyum. Senyum terindah yang menguatkanku lahir dan batin. Dengan itu, dia meninggalkan jejak kehidupannya di sanubariku.

Aku terisak-isak entah untuk berapa lama. Aku tahu aku harus meninggalkannya. Kedua tanganku menggenggam erat tangannya yang sudah mendingin dan lunglai. Aku menguatkan lagi hatiku untuk meninggalkannya. Lebih berat daripada saat aku memutuskan untuk membawanya serta untuk kabur bersamaku.

Kini aku tersungkur lunglai. Letih. Lelah. Lelah berlari. Sampai kapan? Aku tak jua menemui titik terang dalam pelarianku. Apa seharusnya aku pasrah? Mungkinkah ini nasibku? Menerima kalau monster bernama cacar itu menggerogoti tubuhku?

Aku bersandar di sebuah pohon. Tubuhku semakin lama semakin kebas. Apakah aku sudah harus tumpas di sini?


Bali, 1781



wow, akhirnya! dari kemaren bingung mau posting cerita kyk gmna lagi, hehe...
oke


NEXT PROMPT : DINOSAURUS
Kembali Ke Atas Go down
Blassreiter
Penulis Senior
Penulis Senior
Blassreiter


Jumlah posting : 537
Points : 591
Reputation : 8
Join date : 27.07.12
Age : 33

Cerita Berantai (Games) - Page 4 Empty
PostSubyek: Re: Cerita Berantai (Games)   Cerita Berantai (Games) - Page 4 EmptyThu 23 Aug 2012 - 10:31

Quote :



Prompt : Dinosaurus
Judul : Dino
Rated : gak tau, ada kata2 kasar.

Brontosaurus, Tyrannosaurus, Allosaurus,
Velociraptor , Pteranodon, Iguanadon dan seterusnya dan seterusnya….

Banyak sekali Dinosaurus di kamarku. Spesies-spesies dari berbagai zaman Tentu saja semua itu bukanlah yang asli. Mereka terbuat dari plastik. Dinosaurus-dinosaurus itu hanyalah hasil rekaan dari manusia yang berupa mainan. Dari yang mini sampai seukuran lengan manusia. Ada yang hanya bisa ditaruh untuk pajangan, dapat bersuara, bahkan ada yang digantung di langit-langit.

Nama panggilanku adalah ‘Dino’. Panggilan ini keluar dari mulut mereka pasti karena banyak mainan Dinosaurus di kamarku. Aku juga dianugerahi tubuh tinggi besar dan kuat. Kata teman-teman seperti Tyrannosaurus.

Ah aku bohong, tubuhku kurus, mukaku mirip Bob Sadino. Pengusaha yang memakai baju itu-itu saja di kesehariannya. Wajahnya pernah muncul di salah satu iklan produk pelumas.

Tapi aku tidak suka Dinosaurus…

Loh? Ya semua ini adalah pemberian Ayahku. Dia ingin anaknya menjadi Arkeolog. Impian di masa mudanya yang tidak tercapai.

Dan ini semua sudah cukup!

335 Dinosaurus plastik di kamarku ini sudah berlebihan! Semuanya membuat kamarku seperti Jurrasic Park. Membikin pengap ruangan ini. Padahal aku tidak butuh mereka, sekarang aku sudah kelas 2 SMA. Apa kubuang saja semua? Percuma, mereka pasti kembali. Ayah pasti memungutnya lagi.

“Hai Ardi, ada hadiah untukmu.”

Suaranya seperti penyanyi tenor. Itu pasti suara Ayah, dia tidak pernah mengetuk pintu apabila akan memasuki kamarku. Aku berbalik kearah suara itu. benar saja, Ayah sudah memasuki kamar, dia membawa mainan reptil berwarna hijau.

“Ini T-Rex terbaru. Bahannya dari metal bukan dari plastik!” kata Ayah lagi.

“Hmmm….” Gumamku.

“Dan yang paling penting dia bisa bergerak loh,” imbuh Ayah lagi. Kemudian dia menaruh mainan itu di lantai dan menekan tombol merah yang ada di punggung reptil metal ini.

Tek….tek…tek…tek…Graooo…..tek….tek…tek…tek….Graooo….

Ya, dia berjalan. Bunyi langkah kakinya diselingi dengan suara raungan. Tetapi anehnya mulutnya tidak bergerak.

“Gimana?” kata Ayah.

Aku memandangi mainan itu. Sementara Ayah hanya diam. Kuhela nafas, aku berpindah di belakang dinosaurus ini. Dan kutendang sekuat tenaga reptil sialan ini keluar jendela!

“NOOOOOOOOOO!!!!!!!!” raung Ayah.

“Home…run,” ucapku sambil bekacak pinggang.

DUAAAK!!!

“ASUUUU!!!!!!”

Ups, sepertinya kena seseorang diluar sana..



Next prompt: Pembalap


Terakhir diubah oleh Blassreiter tanggal Sun 26 Aug 2012 - 9:26, total 1 kali diubah
Kembali Ke Atas Go down
de_wind
Penulis Sejati
Penulis Sejati
de_wind


Jumlah posting : 3494
Points : 3669
Reputation : 52
Join date : 29.03.11
Age : 38
Lokasi : Bekasi

Cerita Berantai (Games) - Page 4 Empty
PostSubyek: Re: Cerita Berantai (Games)   Cerita Berantai (Games) - Page 4 EmptySat 25 Aug 2012 - 23:11

wkkkk....kocaaaak... Laughing


Quote :
Prompt : Pembalap
Judul : Impian
Rated : BO Razz

"Andreeeee....!!!" teriak seorang wanita muda berpakaian sederhana. Dia tergopoh-gopoh mendekati anaknya yang sedang berusaha menaiki motor ayahnya. Ya, saat itu anaknya berusia 5 tahun.

Andre bukannya bergegas turun, tetapi bergegas memasang posisi seperti sedang menyetir kendaraan bermotor beroda dua itu. Baginya, motor itu hebat, membuatnya merasa seperti pahlawan. Bukan yang berkuda, tetapi yang bermotor.

"Kamu ini bandel amat, sih?! Klo kamu jatuh gimana???" jerit ibunya dengan nafas yang terengah-engah. Keringat menetes dari pelipisnya. Andre menatap ibunya yang sedang menariknya turun sambil memperlihatkan senyum lebar. Dia tahu ibunya tidak pernah suka dia bermain-main motor seperti itu.

Namun, ayahnya berbeda. Dia bangga anaknya punya ketertarikan untuk belajar motor. Di sinilah dia berada. Sebuah lapangan yang luas berbentuk lingkaran. Hanya dia dan ayahnya, berdua belajar mengendarai motor.

Tentu saja yang dipakai Andre bukan motor ayahnya, tetapi motor kecil yang khusus dibelikan ayahnya. Diam-diam, karena ayah pasti tahu bahwa ibu akan bersikap ketus soal itu. Ayahnya memang tidak pernah berani menentang ibunya secara langsung.

"Badan kamu juga mesti miring ke arah situ.. Iya, bener! Wah, anak ayah hebat!" seru ayahnya, mengacungkan jempol ke arahnya. Dia tersenyum semakin lebar.

Sepeda hal kecil baginya. Namun, motor merupakan hal baru yang masih perlu dia jajaki lebih lanjut. Sekarang saja, dia merasa oleng.

"Hati-hati!" seru ayahnya lagi.

Andre memiringkan tubuhnya untuk menjaga keseimbangan dan dia berhasil menghindari semen keras yang sedari tadi dilindas oleh ban motornya. Dia kerapkali melihat balap motoGP bersama ayahnya di televisi. Dia sangat kagum melihat para pembalap itu dengan mudahnya melewati tikungan tajam yang membuat lutut mereka hampir menyentuh tanah.

Dia melihat ujung dari lapangan itu dan seketika nalurinya bergejolak menuntut dia berbelok dengan tajam ala pembalap motoGP. Dia menggas motornya dan pada saat akan berbelok dia cepat-cepat mengerem dan berbelok tajam dan...

"Andreee!!!" seru ayahnya, kali ini bukan nada bangga yang keluar dari mulutnya. Andre mengenalnya sebagai nada cemas dan khawatir. Andre sendiri melongo sambil terbaring dengan motor yang miring rebah di atas kedua kakinya. Dia terkejut dan tak mampu berpikir atau bergerak. Sampai akhirnya wajah ayahnya muncul di atasnya.

"Andre gak pa-pa?" Dia mendirikan motor Andre dan membantu Andre berdiri dengan menopangkan kepalanya di tangannya.

Andre menggeleng. "Kaget, yah!" Dia cemberut, jantungnya masih berdebar dengan kencang. Akan tetapi, dia bisa merasakan hormon adrenalinnya menuntut dia untuk kembali dan mencoba aksi tersebut. Sayang, si ayah dapat merasakannya.

"Besok lagi," putus ayahnya tegas. "Lihat, lutut kamu..."

Andre menunduk melihat celana jeans bagian lututnya yang sobek. Menyadari itu, dia meringis merasakan perih di lututnya.

"Gimana rasanya jatuh?"

"Sakit, yah..."

"Yah, yang namanya perjuangan itu pasti ada saat2 jatuhnya, tapi dengan gitu pasti kamu akan ngerasain enaknya yang namanya kesuksesan. Kapok, gak?" Ayahnya tersenyum. Dia membalasnya dengan senyum yang lebih lebar.

"Gak. Aku mau ikut jejak Casey Stoner. Umur 6 taun aku udah mau ikutan balap di sentul!" sahut Andre berapi-api. Ayahnya tergelak dan memberikan sebuah jempol kepadanya.

"Udah yuk, pulang. Tapi, kita mampir ke tempat kakek dulu ya, mau tarok sepeda motor kamu dulu."

"Berarti minggu depan lagi dong, aku belajar motornya?" Andre tampak kecewa dan bibirnya cemberut.

Ayahnya berpikir lagi. "Iya juga, ya. Ayo kita bawa pulang motornya," sahut ayahnya. Andre bersorak gembira dan bercerita dengan bersemangat bagaimana tegangnya dia saat dia merasakan jatuh pertama kali dari motornya dengan kecepatan yang lumayan tinggi. Ayahnya tersenyum.

"Pertama kali di rumah, itu harus kita urus dulu ya..." Andre tergelak, membayangkan ibunya berkacak pinggang dengan mata melotot sementara ayahnya hanya tersenyum malu-malu sambil mencoba mengajak ibunya bercanda.

Yah, memang itu tugas orangtua, kan? Very Happy



NEXT PROMPT : kelinci
Kembali Ke Atas Go down
Dwiya A Rizkani
Penulis Pemula
Penulis Pemula
Dwiya A Rizkani


Jumlah posting : 102
Points : 153
Reputation : 1
Join date : 08.07.12
Age : 34
Lokasi : Makassar

Cerita Berantai (Games) - Page 4 Empty
PostSubyek: Re: Cerita Berantai (Games)   Cerita Berantai (Games) - Page 4 EmptyWed 26 Sep 2012 - 22:15

Ikutan aaah...
hehehe

Spoiler:

Maaf klo ceritanya agak ngawur. gemes

Prompt selanjutnya Rantai/Chain
Kembali Ke Atas Go down
de_wind
Penulis Sejati
Penulis Sejati
de_wind


Jumlah posting : 3494
Points : 3669
Reputation : 52
Join date : 29.03.11
Age : 38
Lokasi : Bekasi

Cerita Berantai (Games) - Page 4 Empty
PostSubyek: Re: Cerita Berantai (Games)   Cerita Berantai (Games) - Page 4 EmptyTue 16 Oct 2012 - 19:56

Orion sadiiiissss marah marah marah


Quote :
Prompt : Rantai
Judul : Keputusasaan
Rated : 17+ (deh... Very Happy)


Dia menjulurkan lidahnya, getar pelan yang lemah merasuki tubuhnya. Mungkin pula jiwanya. Setetes air jatuh ke lidahnya, dia mencecapnya pelan, lalu kembali menjulurkan lidahnya. Berharap. Terus berharap ada tetes-tetes kehidupan yang meraih, lalu merangkulnya. Memberikannya selimut kehangatan dan rasa damai, agar ia dapat tertidur di pangkuannya. Dengan tenang.

Dia bernafas dengan terengah-engah. Betapa gerakan sederhana itu telah menguras tenaganya yang tersisa. Badannya menyerah pada desakan gravitasi, tergantung begitu saja. Rantai-rantai yang membelit kedua tangan dan kakinya berdenting seirama dengan gerak tubuhnya yang lunglai. Dia tak pernah berhenti berdoa.

Penjara itu neraka. Sipirnya adalah iblis yang tak kenal ampun. Dia dirantai ke dinding yang kelam dan dingin, sinar yang masuk hanya dari lubang kecil yang mungkin hanya sebesar 10cm. Itupun tak mengenai badannya yang kerontang. Entah berapa lama dia sengaja tidak diberikan minum. Penjara tidak pernah mengenal waktu, penjara isolasi ini bahkan tidak mengenal musim. Namun beberapa kali, pria itu mendengar rintik-rintik seakan hujan sedang mengguyur bumi. Entah memang hujan, atau air kenistaan yang jatuh menghujam permukaan di atas ruangan persegi tempatnya berada itu.

Kali ini dia bisa mendengar lagi rintik-rintik air yang jatuh. Setiap kali dia mendengarnya, dia akan memajukan tubuhnya sejauh rantainya mengijinkannya. Rantai-rantai itu akan berdenting lagi, denting samar yang suram. Dia akan menjulurkan lidahnya untuk mencecap sedikit kehidupan. Walaupun, ya, hanya sedikit sekali.

"Baru kau yg bisa bertahan selama ini...," sahut seorang pria yang seluruh wajahnya tertutupi oleh rambut yang rimbun. Ujung kumisnya bergerak ke atas, dia tersenyum. "Hebat juga..."

"Dari mana kau tau? Di sini--tidak ada--kalender...," jawab pria berantai dengan terpatah-patah.

"Aku selalu menghitung hari-hari... Yah, walaupun aku yakin sudah tidak akurat lagi, tapi..." Dia terdiam sejenak. "Semua orang yang masuk ke sini, selalu aku hitungkan waktu hidupnya."

"Untuk apa?"

"Entahlah, mungkin hanya untuk bermain. Mungkin untuk sekedar mengamati. Entahlah. Kadang2 kuberitahu pada mereka. Hebat, kau sudah bertahan berapa hari..." Dia duduk di balik dinding keropos yang berlubang di bagian tengahnya. Biasanya lubang itu tertutupi oleh batu bata yang ternyata dapat digeser.

"Aku tidak akan mati...," dengan terengah, dia menggertakkan rahangnya.

"Menurutku, lebih baik mati di sini, daripada terus-terusan menderita seperti itu..."

"Tidak!" serunya, suaranya bergaung ke seluruh ruangan, memantul-mantulkan suara tekadnya yang membuatnya kuat. Dia menengadahkan kepalanya dan memiringkannya, hingga dia dapat melihat sepasang bola mata yang sedang memandangnya dari balik lubang di dinding itu. Dia melihat mata itu melebar keheranan, sedikit takjub, mungkin.

"Kenapa?"

"Aku akan kejar. Orang yang sudah mengikat rantai ini, yang memasangkan tubuhku ke rantai ini. Akan kukejar satu per satu," ucapnya dengan kilatan mata. Semangatnya berkobar. Mata di balik dinding itu semakin melebar, kali ini mungkin karena ketakutan.

Dinding-dinding bisu yang tak bergerak itu, untuk pertama kalinya bergetar. Pria yang terikat rantai itu menggerakkan tangannya ke belakang, lalu ke depan, memaksa rantai itu keluar dari peraduannya.

"Sudah 2 tahun kau selalu begitu," desah pria di balik dinding. "Kalau aku jadi kau, aku akan diam, tenang, menunggu ajal..."

"Aku bukan kau!" raungnya, diikuti dengan raungan yang lebih keras dan lebih panjang. Bunyi derak yang keras bergaung ke seluruh bagian penjara. Rantai itu benar-benar terlepas! Pria di balik dinding melebarkan matanya lebih besar lagi. Kali ini benar-benar ketakutan.

Di hadapannya kini, berdiri sesosok pria dengan otot bertonjolan, dengan bahu yang naik dan turun dengan pelan. Seluruh tubuhnya bergetar, entah karena kemarahan atau kegairahan karena kebebasan yang akhirnya diraihnya. Rantai-rantai itu membelit di tangan dan kakinya, seakan mereka adalah satu.

"Aku pergi. Tunggulah sebentar lagi."

Pria di balik dinding tidak menjawab, dia bahkan tidak mampu berkata apapun. Rantai besi yang besar dan berkarat itu. Yang terhujam begitu dalam ke dinding kelabu itu. Pria itu benar-benar menunggu, berharap. Terdengar suara rantai-rantai berdenting. Dia benar-benar kembali.

"Bagaimana bisa..." Pria di balik dinding mencoba mengajukan pertanyaan, tetapi tak digubris. Sebaliknya, dia hanya tersenyum, sambil menjatuhkan serombongan kunci beraneka ragam. Kunci-kunci itu jatuh berdenting nyaring. Dia ternganga, dari balik jendela kecil di pintu penjaranya, dia hanya bisa mengintip pria itu menyeret rantai besi hitam yang besar dengan mudah. Seakan dia telah menyatu dengan rantai itu.


END


Next Prompt : Manusia Serigala
Kembali Ke Atas Go down
sagitany
Penulis Sejati
Penulis Sejati
sagitany


Jumlah posting : 4863
Points : 4905
Reputation : 8
Join date : 06.04.12
Age : 32
Lokasi : medan

Cerita Berantai (Games) - Page 4 Empty
PostSubyek: Re: Cerita Berantai (Games)   Cerita Berantai (Games) - Page 4 EmptyTue 23 Oct 2012 - 23:15

oke, ini untuk permulaan peregangan otot2 jari tangan yg udah lama berhibernasi..
ayuk lanjut main2 bikin cerpen dadakan..

Quote :
Prompt : Manusia Serigala
Judul : Belum Terpikir Sama Sekali
Rated : All Ages (sekali ini pengen yg ringan2, kan baru mulai mau nulis lagi Razz)

Alvin berjalan perlahan menembus udara pagi yang dingin, di tengah hutan pinus yang sebagian besar tertutup salju bagai bantalan kapas di bawah sepatu boat hitamnya. Dia berjingkat-jingkat, menelusuri dan mengikuti jejak kaki besar yang mendahuluinya.

Tadi jelas dia melihat seorang gadis blonde bermata biru tua seketika berubah menjadi serigala coklat super besar dan berlari seakan dikejar sesuatu. Gadis yang cantik, bila dia manusia serigala, maka Alvin adalah orang paling bahagia sedunia, sebab dirinya pun manusia serigala juga. Tepatnya, lelaki serigala. (nyahahahaaaa, ga penting)

Alvin merenggangkan tubuhnya dan perlahan nadinya berdenyut cepat dan selanjutnya aumannya terdengar membahana memenuhi seisi hutan. Dia telah menjadi serigala abu-abu besar, dengan mata yang tetap abu-abu serupa mata aslinya yang tajam. Dia mengendus, kemudian berlari mengikuti aroma yang ditinggalkan si gadis cantik bermata biru.

Sampai di tengah hutan yang mendaki, dia melihat si gadis telah kembali menjadi gadis cantik lagi, Alvin ikut berubah wujud menjadi manusia di depan mata si gadis bermata biru tua dengan rambut blonde sebahunya.

"Wah, kau pasti Alvin," gadis itu tersenyum memamerkan barisan gigi putihnya yang rapi.
"Dan kau?"
"Aku Theresia," jawab sosok tubuh sempurna dengan kulit putih kemerahan tersebut, ketika Alvin akhirnya duduk di sampingnya.

"Kau dari mana? Aku belum pernah melihatmu sebelumnya."
"Aku? Aku dari negeri yang jauh sekali, dan aku datang ke sini memang untuk mencarimu, Alvin," Theresia membulatkan matanya mengerling pada Alvin yang terpana.
Benarkah dia setenar itu?
"Oh ya? Bagaimana mungkin? Untuk apa?"
"Untuk membawamu kembali ke dunia nyata, tentunya..." Theresia menunduk dan tersenyum kecil di balik kerah sweater tebalnya.
"Dunia nyata?"
"Ya, Alvin, dunia nyata."
"Aku tidak mengerti.." Alvin mengerutkan keningnya bingung.
Ini semua jelas nyata, dia bisa merasakan dinginnya salju di telapak kakinya, merasakan desahan nafasnya sendiri yang mulai menggigil oleh hembusan butiran embun, dia bahkan bisa merasakan basah di celananyaaa.....

Tunggu dulu!

Alvin terbangun di atas tempat tidurnya dan menatap ke bawah tubuhnya.
Celananya benar-benar basah sampai ke sprai yang baru digantinya kemarin siang, merasakan pipinya kemudian menjadi panas.
Sial, dia mengalaminya lagi.

hahahaa..
ga jelas banget deh kalo udah dadakan nih, ya..
tapi setidak2nya udah nulis lagi aja, udah cukup. (menghibur diri)

oke,
NEXT PROMPT : BAMBU
Kembali Ke Atas Go down
de_wind
Penulis Sejati
Penulis Sejati
de_wind


Jumlah posting : 3494
Points : 3669
Reputation : 52
Join date : 29.03.11
Age : 38
Lokasi : Bekasi

Cerita Berantai (Games) - Page 4 Empty
PostSubyek: Re: Cerita Berantai (Games)   Cerita Berantai (Games) - Page 4 EmptyMon 29 Oct 2012 - 2:40

iya, sagi....yg penting mau memulai aja.. Very Happy

Quote :

Prompt : Bambu
Judul :Di balik Tirai Bambu
Rated : ng...ng...ng... yah gtu dah, bisa nilai sndri kan? Laughing


Seperti biasa, Dadang selesai mengumpulkan kayu bakar yg ingin dia jual di sekitar perkemahan dekat dengan rumahnya itu. Seperti biasa pula, dia melewati sebuah rumah dengan tirai bambu yang menutupi terasnya. Entah kenapa, setiap kali melewatinya, matanya selalu tertarik untuk sekadar melirik tirai bambu itu. Ada suara gesekan-gesekan yang tidak ia kenali sumbernya. Seperti ada yg menenun kain di baliknya.

Entah kapan, suara itu menjadi pelipur lara baginya. Setelah penat berkeliling untuk mengumpulkan dan memilah-pilah kayu untuk dijadikan bahan bakar, melihat tirai bambu yg terdiam membisu itu membuatnya terhibur, semangatnya pun turut bangkit. Entah suara di dalamnya yg membuatnya begitu. Hingga suatu kali, dia memutuskan untuk mencari tahu sumber suara itu.

"Punten..." sahutnya pelan dan ragu-ragu.
Benar saja, sebuah suara lembut yang merdu menyahut dari balik tirai bambu.
"Ya?" Sesingkat itu, dan hatinya mulai menghangat.
"Boleh tau lagi buat apa?" sahutnya dengan logat Sunda yg kental.
"Ah ini, cuma lagi menenun kain."
Berarti benar tebakannya selama ini.
"Boleh numpang istirahat di sini, nyak?"
"Mangga, mang..."

Dia melanjutkan obrolan itu. Walaupun sedikit ganjil rasanya, berbicara dari balik tirai bambu itu, tetapi dia sama sekali tidak keberatan. Wanita itu begitu terbuka dan lembuat, menenangkannya. Dia pun bisa beristirahat dengan leluasa.

"Neng..." katanya suatu kali.
"Iya, mang?"
"Boleh tau, neng sendirian aja tinggal di sini?"
"Nteu ah, mang... Banyak kok yg nemenin di sini. Banyak ayam, kambing... Babi hutan kadang-kadang lewat."
Dadang tertawa renyah. Mungkin ini salah satu sifat humorisnya. Dadang menyimpulkan dia memang tinggal sendirian.
"Gak sepi atuh, neng?"
"Gak. Ada juga yg ngajak ngobrol, kan?"
Dadang tersipu sendiri dan dalam hati senang mereka berbicara dengan tirai bambu sebagai pemisah. Sebagai penutup dari rasa malunya sendiri.

Seperti biasa, Dadang mencari kayu bakar dan mengumpulkannya. Dia memikulnya dalam satu ikatan yg sangat besar. Tak masalah baginya, karena dia sudah terbiasa dengan beban yg entah berapa puluh kilo itu. Terlebih lagi, dia memang menantikan waktu-waktu damai bersama dengan wanita yg bahkan namanya tak kunjung berani ia tanyakan itu. Menghabiskan waktu tanpa memikirkan hiruk-pikuknya persoalan dunia. Hanya berbicara tentang masa-masa yg tenang, menyejukkan jiwa.

"Punten, neng..."
Dia mengernyit saat tidak mendapatkan jawaban apapun.
"Punten..." sahutnya dengan lebih keras. Tidak ada sahutan apapun. Tirai bambu itu tetap membisu. Tidak ada suara lembut yg mengalun darinya lagi. Dadang terdiam. Ada apakah gerangan dengan wanita itu? Dia kembali memikul kayu bakarnya dan kembali ke rumahnya dengan hati bertanya-tanya. Sakitkah ia? Rumahnya begitu sepi. Memang rumahnya selalu begitu sepi.

Keesokan harinya, Dadang kembali mengulang episode berbicara dengan tirai bambu yg membisu. Dia menimbang-nimbang. Begitu rindu hatinya untuk melewatkan waktu untuk sekadar mengobrol dari balik tirai bambu itu. Begitu rindu batinnya untuk menikmati waktu-waktu yg terhenti saat mendengarkan sahutan merdu dari baliknya.

"Punten," sahutnya tegas, akhirnya mengambil sikap. Untuk pertama kalinya setelah berbulan-bulan mengenal tirai bambu itu, dia menyingkapnya. Memang ada sebuah alat tenun tradisional yg berdiri kaku. Seakan juga menyatakan kesepiannya tanpa tangan yg membelainya. Dadang berdiri terpaku.

"Punten," sahutnya lagi, kali ini ke arah pintu rumah yg tertutup. Dia membuka pintu rumah yg kecil itu. Sepi, tidak ada tanda-tanda kehadiran seorangpun. Dia kembali menatap alat tenun yg seakan berbisik kepadanya. Entah mengapa, hatinya hancur seketika. Kemanakah wanita dgn suara gesekan alat tenun itu?

Dadang kembali memikul kayu bakarnya. Menangis di dalam hati.



entah kenapa jd cerita super sedih Laughing


next prompt : PELANGI
Kembali Ke Atas Go down
hyda
Penulis Muda
Penulis Muda
hyda


Jumlah posting : 260
Points : 278
Reputation : 0
Join date : 04.07.12
Age : 31
Lokasi : Lombok

Cerita Berantai (Games) - Page 4 Empty
PostSubyek: Re: Cerita Berantai (Games)   Cerita Berantai (Games) - Page 4 EmptyMon 5 Nov 2012 - 17:20

aku ikuuuuddd.. Aha

Quote :

Prompt : Pelangi
judul : Ke-Geeran
Rated : belum ngerti pa maksudnya yg ini hehe

Aku mulai boasan di dalam kelas, dosennya yang ngomong sendiri , heboh sendiri, pokoknya membuat mataku sedikit ngantuk. Kemudian aku melihat suasana di sekelilingku, ada yg bergosip, saling jailin, ada yg memperhatikan papan tapi matanya bagaikan matahari tenggelam dan yg lebih parah lagi si fery yg duduk di sampingku tertidur dg pulasnya sambil membuat karya seni pulau-pulau Indonesia . Aku pun tertawa geli melihatnya sungguh mahasiswa sekarang.., ada sedikit rasa iba pada dosenku. “ semen tipe berapa yg ada di pasar? Berikan alasannya..!” . Dg tiba-tiba melempar pertanyaan pada kami semua , dalam sekejap suasana menjadi hening, diam membisu. Ku lihat wajah-wajah mereka penuh kerutan atas pertanyaan itu.
“ tipe tiga pak..!” . suara sahutan di belakang menjwab pertanyaan itu.” Apa alasannya?”. Tanya pak ngudi akan tetapi diam yg menjwabnya. Kemudia dosen itu menghela nafas. “Ayo dong berikan saya alasannya jangan seperti cinta, cinta itu memang tidak punya alasan untuk mencintai seseorang, entah dia cacat, jelek , sumbing, dan lain-lain. Apapun kekurangannya , jika cinta sudah menusukkan panahnya ke jantung maka kita akan menerimanya, itulah cinta, cinta yg terkadang buta dan murni. “ sambil tersenyum ,sontak langsung seisi ruangan itu gaduh dg suara suitan, teriakan yg mendukung kata-kata itu, dan suara tertawa ria, kemanakah suasana yg bosan tadi itu? Entahlah tiba2 saja hilang bila cinta mulai di bicarakan.
Di tengah-tengah suara itu tiba-tiba saja pandanganku tertuju pada sesosok dirinya yg ternyata lebih dulu memandangku, mungkin sudah lama matanya tertuju padaku hanya aku yg baru menyadarinya, tanpa sadar mataku berbalik memandangnya . Aku mencari-cari arti dari tatapannya yg begitu dalam, namun aku masih tak mampu menafsirkan artinya hanya sebuah pelangi yg terlihat di matanya. Pelangi yg membuat jantungku rasanya seperti lari marathon begitu cepat ia berdegup. Diapun mengalihkan pandangannya kea rah tembok aku pun sebaliknya karena kami sadar bahwa kami memang saling memperhatikan .
“ kamu kenapa?” Tanya Dewi. “Ng..nghh.. ga da dew hehe”. Sambil nyengir kayak kuda.
“Ah..! gak percaya , tuh liat keringet mu keluar , nafasmu juga terdengar keras..”

mengerenyitkan kening. “Jantungku dew..”, sambil memegang dada.” Kenapa jantungmu Ri?” dengan cemas. “ jantungku deg-degan gara-gara aku liat si indro mandangin aku terus dari tadi”dg wajah polosku. “ hahaha..Riri kamu ini ada-ada aja, kamu itu cuman ke-geran siapa tau indro bukan mandangin kamu tapi cewek lain. Liat di belakangmu ada siapa? Ada Intan yg katanya gossip dialah pacarnya indro”. Sambil membisikkan ke telingaku . “Ah..masa! aku gak percaya.., ya sih..mungkin aku cumin ke-geran doang hehe..”. dg menggaruk-garuk kepala yang tidak gatal.

Dan hujan pun turun dg derasnya sambil bermusikan petir yg menyala-nyala seakan-akan mereka turut berduka cita atas patahnya hatiku , sirnalah harapanku dari awal menginjak kampus ini. Namun aku masih bertanya-tanya, jika memang Intan itu pacarnya kenapa dia sering memandangiku di saat Intan gak ada di belakangku atau di dekatku. Dan aku juga gak pernah melihat mereka jalan berdua, ah.. mungkin si dewi benar itu hanya perasaanku yg ke-geeran. Kejadian-kejadian itu mungkin hanya kebetulan saja. Aku yakin pelangi akan datang memancarkan keindahan jika hujan yg deras telah reda. Pelangi itu ada bukan setelah hujan saja tapi di hempasan air terjun, di kacamata , di bola mata orang juga dan ku lihat ada pelangi di lingkaran kepala dosenku saat cahaya kilat memantukal cahayanya , hehe sedikit ngawur.
Hujan telah reda, aku bersiap-siap pulang sambil mengelap motor dg tanganku untuk menghilangkan air di atas jok. Aku pun menemukan pelangi yg terhampar dg indahnya ,dia mampu menghibur hatiku, dan bergumam di dalam hati ,seandainya saja Indro ada di sini bersamaku melihat pelangi itu sambil menyatakan perasaanya, ah.. aku pasti melayang-layang seperti layangan yg terbang tinggi.
“ Riri..”, suara panggilan di belakangku. Aku kaget ternyata Indro yg memanggilku ,kemudian dia berdiri di dekatku sambil tersenyum. “Kamu liat apa Ri?”. “Aku liat pelangi , dia begitu indah..hmm “ , sambil aku menunjukkan pelangi itu padanya.”Oh.. iya.., ada pelangi, dia sangat indah seindah auramu Ri..”, dengan melihat pelangi itu sambil tersenyum.
“Apa ndro?” , tanyaku untuk meyakinkan pendengaranku, padahal jantung sudah mau copot, apakah yg aku katakan tadi akan benar-benar terjadi? Yes ..!! Indro akan nembak aku. “ ng..ngh.. gak da lupakan saja , tadi aku bercanda hehe” dg cengir yg terpaksa. Oh.. hehe, terus kamu ngapain ke sini?” tanyaku dg sedikit senyum. “Aku..aku..” dg terbata-bata sambil menatapku yg seperti tadi tatapan yg dalam..dan penuh arti.” Kamu kenapa ndro?” tanyaku dg harap-harap cemas, aduuh.. jantungku semakin berdegup kencang. “ aku cuman mau balikin BB mu Ri..”, sambil membuka tasnya, ah.. ternyata lagi-lagi aku ke-geeran. ” BB?? Aku gak punya HP BB ndro, ini HPku Nexian “ sambil menunjukkan HP di tanganku. “ bukan HP BB Riri tapi copian Bahan bangunanmu ketinggalan di kelas tadi” jawabnya dg tertawa kecil akupun ikut tertawa untuk menutup rasa maluku. Gubraaaaaaaaaaaaakkkssss !!! bukan bunga-bunga yg ku dapatkan di bawah pelangi ternyata rasa malu & ke-geeran.. wkwkwwkw


MAAF agak berantakan, masih dalam tahap belajar hehe malu-malu
NEXT PROMPT : OMBAK
Kembali Ke Atas Go down
Sponsored content





Cerita Berantai (Games) - Page 4 Empty
PostSubyek: Re: Cerita Berantai (Games)   Cerita Berantai (Games) - Page 4 Empty

Kembali Ke Atas Go down
 
Cerita Berantai (Games)
Kembali Ke Atas 
Halaman 4 dari 4Pilih halaman : Previous  1, 2, 3, 4
 Similar topics
-
» Cerita berantai
» (Cerita pendek banget) Lelaki Tua
» cerita ku. . .
» Cerita Langit
» Cerita 4 Kata (Game)

Permissions in this forum:Anda tidak dapat menjawab topik
SINDIKAT PENULIS :: Arena Diskusi :: Cerpen-
Navigasi: