Gelap, tak setitikpun cahaya yang bisa masuk. Hening, yang ada hanyalah suara helaan napas seseorang.
“Hei, kenapa kau harus mati, Zea. Aku kan jadi sendirian,” terdengar suara seorang perempuan yang agak serak.
Dari dalam kegelapan itu tiba-tiba muncul api berwarna biru seukuran api dari lilin. Perempuan yang barusan berbicaralah yang mengeluarkan api itu dari ujung jari telunjuknya. Matanya terlihat seperti orang mati, wajahnya kumal karena tak terurus, rambutnya peraknya tampak sangat berantakan.
“Karena kau mati, maka nasibmu akan sama seperti mereka,” ucapnya sembari mengarahkan apinya sedikit ke depan.
Tiga tubuh manusia yang penuh gigitan dan koyakan tampak tergeletak di depannya. Dua orang laki-laki, satu orang perempuan. Mereka tampaknya sudah lama mati, tubuh mereka agak menggelembung dan sudah dipenuhi ulat.
Perempuan berambut perak itu pun menunduk. Dilihatnya kepala seorang perempuan lain yang sedang tergeletak di pangkuannya.
Tubuh perempuan lain itu tampak masih utuh, meski wajahnya sangat pucat. Ekspresinya terlihat tenang, seolah dirinya sedang tidur nyenyak. Tapi dadanya sama sekali tak bergerak, tanda bahwa ia sudah tak bernapas.
“Maaf,” bisik si rambut perak, kemudian mengangkat tangan perempuan di pangkuannya itu dan langsung menggigitnya.
Api di jari si rambut perak pun mati.
“Bunuh...bunuh,,,bunuh...” Ucapnya lagi sambil mengunyah.