Dua kali bertemu denganmu dalam rentang waktu yang tak jauh berbeda.
Senyum lugumu paksaku ikut merasa bahagia.
Ada pilu dalam renyah tawaku bersamamu.
Aku yakin tak kau tahu itu.
Aku bahkan tahu aku tak punya tempat di hatiku.
Tapi adanya aku di sisimu, lebih dari cukup bahagia daripada kusesap lelahku merana sendirian memimpikanmu
Ah…
Kau tak tahu tentang derita perindu tanpa pintu apa-apa.
Aku bukan punya kuasa menilai tapi tahu segalanya.
Seperti melihat gandengan mesra di depan mata tanpa apa-apa, seperti ungkapan cinta dengan belai mesra tak terlalu kentara.
Aku tahu sakitnya.
Berjuta sembilu kusesap diam-diam.
Dalam sunyi tangisku tumpah tak ada suara.
Aku pernah mimpi kita berdua jadi pasangan tanpa pamrih apa-apa.
Hanya aku, kau, jadi kita disana.
Tanpa persinggahan, detik waktu yang memburu atau rasa dengki yang mengaburkan lembut sayang di hatimu.
Aku hanya mau kamu.
Tapi bagaimana kalau takdir ingin akhir mimpi yang berbeda?
Haruskah kucipta kucipta melodi baru agar tak suram lagi suasana di antara kita?
Jika ini tak bisa jadi nyata, biarkan cinta yang pernah kubungkus percuma. Jangan lagi ada tanda pura-pura.
Sesal mungkin hanya sedikit dari beberapa pertanda, aku bukan milik siapa-siapa.
Tanpamu kusiapkan berlembar-lembar penghapus air mata.
Agar tak kentara robekan duka yang dalamnya buat lubang tak tertutup selamanya.
Hanya kamu.
Kupinta bukan saja wajahmu, tapi jejak langkahmu juga ikut bawa jauh dari hatiku.