SINDIKAT PENULIS
Silakan login dahulu, biar lebih asyik.
Kalau belum bisa login, silakan daftar dahulu.
Setelah itu, selamat bersenang-senang...
SINDIKAT PENULIS
Silakan login dahulu, biar lebih asyik.
Kalau belum bisa login, silakan daftar dahulu.
Setelah itu, selamat bersenang-senang...
SINDIKAT PENULIS
Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.


Kami adalah penulis, dan kami tidak butuh persetujuan dari siapa pun!
 
IndeksLatest imagesPencarianPendaftaranLogin
"Jika ada buku yang benar-benar ingin kamu baca, tapi buku tersebut belum ditulis, maka kamu yang harus menuliskannya." ~ Toni Morrison

 

 review novel Tuan Bong

Go down 
PengirimMessage
septiandr
Pendatang Baru
Pendatang Baru
septiandr


Jumlah posting : 10
Points : 16
Reputation : 0
Join date : 27.11.13
Age : 45
Lokasi : Jogja

review novel Tuan Bong Empty
PostSubyek: review novel Tuan Bong   review novel Tuan Bong EmptyMon 23 Dec 2013 - 7:30

Judul : TUAN BONG
Pengarang : Septian Dhaniar Rahman
Penerbit : LeutikaPrio
Halaman : 170
ISBN : 978-602-225-776-9

Pertama kali novel ini tiba di ruang kerja saya, saya mengerutkan kening. Novel apa ini? Memang sang pengarang sudah berjanji untuk mengirimi saya novel ini untuk keperluan review, tapi di tengah kesibukan pekerjaan, tetap saja saya tertegun mengamati amplop coklat dengan tulisan jelas tertuju pada nama saya sekaligus alamat kantor saya.

Saya buka amplop coklat itu dan saya ambil isinya, memang sebuah novel berjudul TUAN BONG dengan sampul plastik seperti halnya saya membeli novel di toko buku. Wah, saya mendapat novel ini gratis. Tentu saya senang. Ini masih jam setengah dua belas, masih ada sisa setengah jam sebelum waktu istirahat. Karena posisi saya ada di level top manajer, saya punya hak untuk bersenang-senang, tidak seperti para karyawan saya.

Tanpa banyak alasan, saya sobek plastik pembungkus itu dengan tangan. Lalu bonus pembatas buku itu tiba-tiba terjatuh dari halaman tengah novel. Berapa sih tebal novel ini? Nggak tebal-tebal amat. Ternyata hanya 170 halaman. Tipis kalau dibandingkan novel-novel seperti NEGERI PARA BEDEBAH misalnya yang mencapai hampir 440 halaman.

Novel ini jelas indie. Lihat saja penerbitnya yaitu LeutikaPrio, divisi indie dari Leutika Books Corp. Dari kover memang menarik sih, latar belakang warna biru langit dengan judul di sebelah kiri atas, otomatis mata calon pembaca pasti langsung tertuju ke sana, lalu dua orang tokoh utama kita mejeng agak ke tengah, sedikit di sebelah kanan, cowok-cewek lagi, pakai kacamata hitam lagi. Di belakang mereka ada siluet coklat lansekap kota, serta ada sebuah mobil sedan warna putih yang tampak jantan dan tangguh.

Saya melirik jam dinding di ruang kerjaku, jam 11.45. Oke deh kalau begitu, kubaca saja sekalian. Coba bisa tidak saya selesaikan sampai jam 13.45. Dua jam membaca novel mirip dua jam menonton film di bioskop? Saya rasa tidak mungkin hal itu bakal terjadi.

Jam 13.45 berlalu dan memang ajaib rasanya, saya sudah selesai membaca novel TUAN BONG ini. Saya menguap lebar, lalu menutup mata sejenak, terus berdiri dan meletakkan novel ini di meja kerja, berjalan mondar-mandir tak tahu lagi apa yang harus saya kerjakan, lalu mengangkat telepon menghubungi sekretaris saya, menyuruh dia membelikan saya makan siang.

TUAN BONG, terlepas dari segala kekurangannya, adalah sebuah novel indie paling menarik yang selama ini saya baca. Baru kali ini ada novel indie yang mengusung tema campur aduk berbagai unsur meliputi petualangan, aksi spionase, sedikit romansa dengan taburan komedi serta tambahan unsur sejarah pula.
Jadi begini, pada bulan Maret tahun 1941, masa pra-kemerdekaan, ada seorang kolonel Belanda yang bersimpati pada Indonesia. Namanya Heng Bong. Tidak terlalu jangkung untuk ukuran orang Belanda dan suka makan keju serta minum susu. Di lain pihak ada Eva Von Hamburger, agen rahasia Nazi Jerman beserta rekannya Jurgen Klobot. Dalam sebuah aksi penyerbuan ke rumah Eva, Heng Bong nyaris tewas, sementara Eva dan Jurgen berhasil melarikan diri. Heng Bong mendapat perintah dari atasannya, Jenderal Hendrik Van Lungen untuk menangkap Eva dan Jurgen yang bersembunyi di Batavia. Jenderal Van Lungen yang tidak percaya begitu saja pada Heng Bong, mengutus bawahannya yang lain yaitu Raymond Westerling untuk mengawasi Heng Bong. Di luar dugaan, Jenderal Van Lungen terbunuh dan pembunuhnya kabur. Menjadi bertambah pelik bagi Heng Bong untuk menyelesaikan tugasnya, apalagi dia punya misi terselubung menyangkut simpatinya pada Indonesia. Beralih ke akhir November 2012, Joni Bong merupakan seorang agen rahasia dari Dinas Agensi Rahasia Negara Republik Indonesia yang baru saja kehilangan rekan kerjanya yang tewas di Turki. Sebelum tewas, sang rekan kerja menyerahkan flash disk penting berisi data rahasia serta menggumamkan kata SPYCALL. Agen Bong kembali ke markas besar ARN di Jakarta, lalu dia mendapat tugas dari bosnya yang bernama Baginda S untuk menyelidiki sampai tuntas apa itu SPYCALL yang rupanya berlokasi di kota kelahiran Joni Bong yaitu di Yogyakarta. Baginda S menugaskan Bong bersama partner barunya yaitu Quentina Saverina untuk segera beraksi. Terungkap bahwa musuh yang selama ini mereka cari adalah seorang ekspatriat trilyuner yang licin dan licik, Sean Myring.

170 halaman bagi saya terasa kurang untuk novel ini, kenapa sang pengarang tidak bisa menambah konfliknya biar lebih tebal lagi? Ceritanya cenderung langsung dan lurus, straightforward. Pembagian bab dengan berbeda-beda sudut pandang cukup mengejutkan bagi saya. Bagian pertama yang menyorot petualangan Heng Bong menggunakan sudut pandang orang ketiga, bagian kedua dan ketiga yang mencakup petualangan Joni Bong menggunakan sudut pandang orang pertama, begitu juga dengan bagian epilog. Ada epilog kok tidak ada prolog ya? Aneh juga memang. Di satu sisi, ada rasa berbeda yang selama ini tidak saya temukan dari novel lain yang bergenre sama dan biasanya cenderung memakai sudut pandang orang ketiga. Di sisi lain, pemakaian sudut pandang orang pertama membatasi kita dan cenderung subyektif. Hebatnya saya bisa bersimpati pada Joni Bong sang protagonis, sekaligus Sean Myring sang antagonis.

Satu hal yang menonjol pada novel TUAN BONG ini adalah banyaknya adegan aksi di dalamnya, baik itu pada petualangan Heng Bong, sang kakek, apalagi pada petualangan Joni Bong, sang cucu. Dengan alur cerita yang cukup cepat dan tangkas, jadinya novel ini tidak membosankan. Dialog-dialognya pun enak dibaca, ada beberapa yang inspiratif malahan. Narasinya asyik, apalagi saat saya berada di sudut pandang sang antagonis Sean Myring, bikin panas dingin sekaligus bergidik merinding. Serius, saya bisa menyelesaikan novel ini selama dua jam penuh karena eksekusi ceritanya yang pas dan nyaman. Novel indie jarang yang seasyik dan secepat ini saat saya baca. Entahlah, bisa jadi saya terlalu subyektif, tapi begitulah yang saya rasakan setelah menutup halaman terakhir novel ini. Saya baca lagi sinopsisnya yang ternyata menjelaskan kisah novel ini secara singkat dan padat diakhiri dengan tulisan "Selamat membaca, Saudara-Saudariku sebangsa dan setanah air tercinta."

Saya tidak menemukan kesalahan penulisan atau ketikan pada novel ini seperti yang biasa saya temukan pada novel indie yang lain. Kertasnya pun bagus dan cetakan teksnya enak dibaca. Ukuran novel ini 13 x 19 cm tampaknya, memang pas dengan novel indie seperti ini.

Jadi TUAN BONG ini bergenre apa ya? Petualangan spionase aksi komedi romansa dengan bumbu fiksi-ilmiah dan fantasi pada adegan klimaksnya. Jangan pernah lupa untuk membaca epilog novel ini, saya saja terhenyak, apalagi anda semua.
Kembali Ke Atas Go down
 
review novel Tuan Bong
Kembali Ke Atas 
Halaman 1 dari 1
 Similar topics
-
» novel baru saya Tuan Bong

Permissions in this forum:Anda tidak dapat menjawab topik
SINDIKAT PENULIS :: Arena Diskusi :: Resensi Buku-
Navigasi: