Ada yang aneh pada diri Isma akhir-akhir ini. Nggak ada angin nggak ada hujan, nggak ada panas nggak ada petir, tiba-tiba sikapnya berubah seratus lapan puluh derajat. Bukannya mau memvonis sih… tapi perubahan sikap Isma mulai muncul ketika ia jadian sama cowok kelas tiga di SMA nya. Nama cowok itu Didit.
Apa jangan-jangan Isma sudah dicuci otaknya sama si Didit itu? Pikir Puput dalam kamarnya. Tu anak memang sudah dari tadi mondar mandir di dalam kamarnya memikirkan masalah ini, sambil nunggu Isma pulang sekolah.
Rencananya Puput mau bicara empat mata dengan Isma. Biar jelas duduk perkaranya.
Pada awalnya, Puput dan nyokap mendapati keanehan sikap Isma sudah beberapa hari yang lalu. Ketika di meja makan, dan semua sedang sarapan. Kebetulan nyokapnya Puput pagi itu masak nasi goreng. Isma yang baru duduk lantas mengambil roti sebiji, lalu pamit berangkat. Aneh, biasanya kan tu anak kalau ada nasi goreng bisa nambah sampai dua piring segala. Lha ini, jangankan nasinya, piring ama sendok aja nggak dilirik.
Dan pernah suatu ketika Puput meletakkan cokelat tobleronnya di dalam kulkas, takut mencair. Sebab sebelum dimakan, dia mau pergi ke warung dulu disuruh nyokap. Di tengah jalan Puput berhenti, ingat kalau sebentar lagi Isma akan pulang dari sekolah.
“Aduh, bisa terancam binasa cokelat gue!” pikir Puput sambil nepuk jidadnya. Dengan sekuat tenaga Puput ngacir kembali ke rumah. Setibanya di rumah ia melihat Isma sedang duduk-duduk di sofa sambil makan roti dan baca buku “Terlambat!” batin Puput.
Jangan-jangan cokelatnya sudah dimakan! Pikir Puput sambil membuka pintu kulkas. Lho, Kok masih ada? Nggak taunya cokelat Puput masih utuh. Ini yang bikin aneh, padahal kemarin-kemarin kalau ada cokelat nganggur dalam kulkas pasti langsung dicomot. Bahkan kalau nggak ada, Isma langsung menggeledah kamar Puput. Kali saja Puput ngumpetin cokelat di bawah kasurnya.
Tapi jangan salah… selain jarang makan, Isma juga beberapa hari ini jarang ngomong, jarang nonton tivi, jarang siram-siram bunga di depan, bahkan dia baru akan keluar kamar kalau lagi jam mandi atau pas Didit menjemputnya. Tak heran perilaku anehnya itu membuat Puput kebingungan.
Dan hari ini, saat Puput melihat Isma pulang sekolah dari jendela kamarnya, dia langsung menuruni tangga demi menemui sepupunya itu.
“Ada masalah?” tanya Puput.
“Masalah apa?” Isma balik bertanya. Tangannya sudah memegang sepotong roti dan buah pir. Tanpa mendengar lagi omongan Puput, Isma bergegas ke kamarnya sambil ngomong. “Kalo kamu ada masalah, ntar aja deh ceritanya, aku mau istirahat dulu.”
‘Eh, ditanya malah balik tanya... udah gitu langsung kabur lagi.’ Puput cuman bengong.
Ternyata nggak cuman Puput yang merasakan keanehan Isma, nyokap juga sama. Nyokap yang kayaknya sudah ngempet dari kemarin pengen ngomong masalah Isma ke Puput, siang ini baru pulang mengajar dan masih pake pakaian dines langsung menuju ke kamar Puput. Agaknya kekhawatiran nyokap rada berlebihan ketimbang Puput.
“Put, mama benar-benar khawatir dengan keadaan Isma.”
“Sama ma.”
“Mama takut Isma sudah diapa-apain sama pacarnya yang baru itu Put!”
“Maksud mama, diporotin duitnya? Ih, sudah Puput duga! Sebenarnya Puput juga berpikir seperti itu ma. Pasti Didit itu anak matre.”
“Bukan diporotin. Tapi diituin… ngerti gak sih maksud mama?”
“Diituin? Puput nggak ngerti ma...”
“Aduh ni anak udah gede masih gak pinter-pinter juga! Maksudnya, kamu tau sendiri kan kalau Isma itu bisa dibilang anak yang cakep? Nah bisa jadi si brandal Didit sudah melakukan hal yang tidak-tidak ke Isma. Makanya sekarang Isma jadi murung, jarang makan. Mungkin karena depresi Put, setelah apa yang Didit lakukan terhadap Isma.”
“Maksud mama, saat ini Isma hamil??”
“Sssttt…” nyokap buru-buru menutup mulutnya Puput “Jangan keras-keras dong! Kalau Isma denger, bisa gawat.”
Puput mengangguk.
“Ini hanya perasaan mama saja. Belum tentu benar. Tapi kalau melihat gerak gerik Isma belakangan ini, bisa jadi benar. Kamu lihat sendiri kan, akhir-akhir ini Isma jarang makan. Pasti karena perutnya mulai terasa mual-mual.”
“Trus gimana ma?”
“Gini saja Put. Kamu coba ngomong baik-baik sama Isma, siapa tau…”
“Kok bukan mama aja sih?” potong Puput.
“Ni anak! Kalau mama yang ngomong, pasti Isma takut mau cerita. Sementara kalian kan sesama remaja nih. Siapa tau Isma mau ngomong jujur ke kamu.”
Puput jadi bingung, sekarang ia tak hanya mondar mandir di dalam kamarnya, tapi sampai loncat-loncat bahkan gulung-gulung segala. Semua itu demi memikirkan gimana caranya ngomong ke Isma. Kalau ngomong langsung, apa nanti tu anak nggak sakit hati? Trus kalo dipancing-pancing… iih, emangnya ikan apa? Bisa ngambek Isma, kalau Puput ngomong sambil bawa pancingan segala. Hehehe…
Jadilah, sore itu dengan mengumpulkan semua keberanian, Puput beranjak dari kamarnya menuju ke kamar Isma.
Tok tok tok… itu bukan suara ngetok pintu, tapi suara Puput yang sengaja menirukan bunyi pintu diketok.
“Ayam siapa di luar!” dari dalam Isma menyahut.
Puput ngikik dikit. Dalam situasi seperti ini, masih saja Isma bercanda. Perlahan Puput membuka pintu, mengintip sebentar Isma yang sedang sibuk dengan pe er nya. Lalu masuk dan duduk di kasur.
Dengan tidak bertele-tele, Puput langsung to the point.
“Kok kamu makin gendut Is?”
Isma tersentak dan langsung bangkit dari kursi belajarnya, tingkahnya tiba-tiba jadi gugup “Be… beneran Put?” lalu dengan gusar memandangi dirinya pada cermin yang menempel di lemari “Masa sih?”. Wajah Isma tampak sangat kecewa.
Sebenarnya sih nggak juga, bahkan gara-gara jarang makan, Isma semakin terlihat lebih kurus. Puput ngomong kayak gitu cuman pengen melihat respon Isma gimana.
“Aduh! Padahal sudah mati-matian. Kok malah tambah gendut?” tambah Isma.
“Kenapa nggak mati beneran aja?”
Isma melirik sengit. Bukannya ngasih solusi, malah nyumpahin…
“Jangan marah dulu. Aku ke sini cuman mau tanya, kenapa sih akhir-akhir ini kamu jarang makan, jarang ngemil, jarang nonton. Di kamaaar mulu. Lagi sakit ya?”
“Itulah Put. Makanya aku bilang sampe mati-matian. Sekarang kan aku lagi program diet.”
“Diet?”
“Ho oh. Soalnya kamu tau kan cowokku, si Didit itu lho. Ternyata dia suka sama cewek yang langsing. Makanya aku harus diet mati-matian biar lebih langsing dari sebelumnya. Lagipula, aku juga sadar kalo kemarin-kemarin gak begitu memperhatikan pola makan. Padahal kan sebagai cewek, harusnya patut untuk mengatur pola makan supaya tidak berlebihan. Kalau berlebihan, pasti badan bisa mekar. Aku juga tau, kalau cokelat, es krim dan sebangsanya itu bisa membuat badan jadi gemuk. Makanya dari kemarin itu, aku sudah mulai membiasakan untuk hidup sehat. Sekarang ini aku hanya makan roti, sayur ama buah-buahan saja Put. Biar badan cepet langsing”
“Oo..” Puput mengangguk lega. “Syukurlah, jadi bukan hamil ya?” ceplos Puput.
“Sembarangan! Lu kira gue cewek apaan?” Isma jelas ngamuk-ngamuk dibilang kayak gitu “Sono minggat!!” usir Isma sambil mendorong-dorong Puput ke luar. Sebelum keluar, Puput sempat mengeluarkan cokelat tobleronnya dari saku. “Wah, berarti lu sudah gak makan ini lagi dong?” tanya Puput sambil nunjukin cokelatnya.
Isma menggeleng.
“Bakso?”
Isma kembali menggeleng.
“Kue tar?”
“Apaan sih? Mau iming-iming ya! Sori bok, eiyke sudah tahan banting!”
Wah wah… senangnya hati Puput. Saking senangnya sampe sepanjang sore itu kerjanya siul-siul mulu. Gimana nggak hepi, kalau mulai detik ini tak ada lagi yang suka ngambil cokelatnya di dalam kulkas, gak ada lagi yang geledah-geledah kamarnya, dan senengnya lagi, jatah makan di tiap hari bisa nambah.
Setelah Puput memberitahu nyokap kalau Isma hanya diet saja, nyokap merasa lega. Ternyata nyokap juga ikutan seneng kayak Puput, sebab kalau Isma diet, berarti bisa makin ngirit pengeluaran dong. Hihihi…
Puput yang sore tadi sempet beli cokelat di swalayan, sengaja malam ini cokelatnya ia taruh di dalam kulkas biar gak cair. Rencananya besok saja dimakan setelah pulang sekolah. Toh, mulai saat ini sudah aman, nggak ada lagi yang suka nyomotin cokelat orang. Dengan hati riang Puput memasukkan cokelatnya ke dalam kulkas. ‘Aman.. aman…’ batinnya.
Esok hari sepulang dari sekolah, Puput langsung bergerak menuju kulkas, dia mau makan cokelat yang kemarin malam ia simpan di sana. Tapi alangkah kagetnya ketika Puput membuka kulkas, cokelatnya sudah nggak ada, teganya lagi, cuman disisain bungkusnya doang. Di dalam bungkus cokelat itu ada kertas. Sepertinya sebuah surat. Puput mulai membacanya.
[i]Halo Put!
Aku mau ngasih kabar gembira nih… kemarin malam Aku sama Didit berantem heboh, lalu kita putus. Nah, karena sudah putus, jadi program diet pun ikut terputus. Jadi jangan marah ya kalo cokelat kamu yang lama menganggur di kulkas ini aku embat, kasihan, takut cokelatnya masuk angin. Hehe…
Lagipula ternyata diet itu menyiksa, nggak bisa makan ini, nggak bisa makan itu. Terasa sempit dunia ini kalau hidup cuman makan roti doang. Bener gak Put?.
Salam dari yang masih di sekolah
--Isma manis--
Puput menepuk jidadnya. Ampun deh tu anak! Cepet banget berobahnya. Baru saja kemarin ngomong cuman mau makan roti, buah ama sayur doang, hari ini sudah ngembat cokelat orang!
Puput jadi nyesel, tau gitu kan kemarin malam langsung saja cokelatnya ia makan. Bertepatan dengan itu, darii luar rumah, Isma yang baru pulang sekolah terlihat datang bersama seorang cowok. Tapi kayaknya itu bukan Didit. Yang ini badannya lebih gede, tampangnya juga lebih kece. Isma akrab banget dengan tu cowok. Belum lagi ketika Isma dan si cowok mulai berpisah, keduanya saling melambaikan tangan, lalu pake acara kiss bye segala.
Buseet! Pacar baru nih?