A Sweet yet Sickly Smile

Kau tersenyum,
Memberi reaksi positif pada apa yang kuutarakan. Pada guyonan garing milikku.

Senyuman manis yang perlahan kusukai...
...namun di saat yang bersamaan semakin kubenci.

“Jangan memaksa untuk tersenyum saat kau tak ingin tersenyum.”

Dan saat kuucapkan hal itu ia justru kembali tersenyum. Senyuman yang sama yang membuatku ingin tersenyum...
...sekaligus menangis dalam waktu yang sama.

“Apa kau tak menyukai senyum ini?” berbisik pelan lalu sedikit membungkuk, “...semua memberitahuku bahwa senyuman yang kucipta, cukup manis untuk membuat mereka tersenyum.”

Kecupan kecil di punggung tangan dan ia kembali melemparkan senyuman yang sama. Sihir yang membuaku bungkam untuk protes padanya.

“Secara terpaksa. Ya...”

Dan kau tertawa kecil dengan nada di antara tulus sekaligus perih.

“Seperti yang kau kenal, aku bagaikan koin. Selalu bertentangan dalam banyak hal. Jangan lupakan akan hal itu... kau mengerti bukan?”

“Kau salah, yang kumengerti darimu hanya satu.” Dua pasang kristal dengan warna sama saling bertemu. Dan dua emosi kutemukan lagi dalam sepasang kristal miliknya. “I just know about... your sweet yet sickly smile in your face.”

Mereka katakan senyumanku bagaikan senyuman malaikat. Memintaku untuk selalu tersenyum dan membuat mereka lupa akan keluh kesah mereka. Agar mereka dapat tersenyum di sampingku. Senyuman untuk diri mereka sendiri.

Bukan untukku.

Senyuman ini untuk orang lain.

Bukan untukku.

Bukan senyuman malaikat yang ingin kucipta. Tapi senyuman lain. Ekspresi yang berbeda.

Tangisan.

Untuk malaikat yang sudah tak memiliki apa pun. Hanya senyuman untuk mereka.

Dan saat ia memintaku untuk tidak tersenyum, ia pikir aku memiliki hal lain?

Sesuatu yang kumiliki. Satu-satunya. Tubuh dan jiwa ini bukan milikku. Hanya pinjaman.

Ia tahu benar mengenai hal ini. Bukan?

“What I know is... your sweet yet sickly smile in your face.”

Dan permintaanku terkabul. Sebuah tangisan, ekspresi akan rasa yang sudah kuragukan dapat tercipta di wajahku.

Kristal-kristal biru miliknya tertutup. Dan ia memberiku senyuman. Senyuman yang kukenal baik.

Topeng yang kukenakan untuk jiwa selain jiwaku.

Dan aku ingin tertawa...
...sekaligus menangis.

Senyuman untukku.

Untuknya.

Untuk kami berdua.

Senyuman malaikat milikku.

Hanya milikku seorang...
....senyuman sang iblis untuk malaikat yang tak memiliki apapun.

“Menangislah... saat senyummu memberontak untuk tak terlihat.”

Dan tawa bercampur dengan tangis.

Milikku.

Milikku.

Dua rasa berbeda milikku.

"Maukah kau katakan sekali lagi?"

Aku tersenyum. Menatap kristal-kristal cantik miliknya. Warna aqua yang sama dengan milikku. Warna yang perlahan kusukai.

Sayap-sayap merah kehitaman miliknya terkembang. Mengikuti alur udara yang bertiup di padang rerumputan hijau. Sementara sisa-sisa bulu putih sayapku terbang terbawa angin--hukuman untukku, malaikat yang sudah kehilangan semuanya dan hanya menyisa sebuah senyuman.

"Apa yang kau maksud?"

"Ucapanmu... aku ingin mendengarnya, lagi."

Mendecak pelan ia mengukir sebuah senyuman di wajahnya. Semua senyuman kecil yang kusukai, untuk menyiksaku sebagai hukuman milikknya. Hukuman yang pantas diterima oleh pendosa sepertiku.

"Kau yakin?"

"Ya... katakan... maukah kau?"

Dan senyuman berubah menjadi satu cengiran yang menyeramkan. Aku berani bersumpah akan lebih banyak malaikat-malaikat yang menjerit saat ulasan senyum di wajahnya muncul. Memintaku segera lari dari dekapannya. Menghilang secepatnya.

"Aku membencimu."

Dan aku tertawa dengan melodi pasti.

diksi "kristal" tuh kamu pake buat ngegambarin mata ya?

ilhammenulis wrote:

diksi "kristal" tuh kamu pake buat ngegambarin mata ya?

Iya
Aku terbiasa kayak gitu.

Ruise V. Cort wrote:

ilhammenulis wrote:

diksi "kristal" tuh kamu pake buat ngegambarin mata ya?

Iya
Aku terbiasa kayak gitu.

ahahaha.. pantesan. baru ngeh pas udah baca dua karya kamu.. *telmi

Hum...
memang penggunaannya nggak terlalu sering ya?

iya sih, tapi kalo emang mau dijadiin ciri khas ya gpp

Hehe,
yang penting pembaca ngerti kan ya kalau soal beginian?

Ruise V. Cort wrote:

Hehe,
yang penting pembaca ngerti kan ya kalau soal beginian?

betuull..