| Another One | |
|
|
Pengirim | Message |
---|
Ruise V. Cort Penulis Parah
Jumlah posting : 6382 Points : 6522 Reputation : 45 Join date : 28.04.11 Age : 31 Lokasi : *sibuk dengan dunianya sendiri jadi nggak tahu sekitar*
| Subyek: Another One Sun 6 Nov 2011 - 21:05 | |
| Menengadahkan kepala kau menatap gugusan kapas berwarna kelabu yang menutupi langit biru dari penglihatan. Mempererat cengkramanmu pada tali tas, kau berpikir bahwa ada baiknya bila kau berlindung di halte sampai hujan yang hendak mengguyur jalan beraspal ibu kota Jakarta berhenti…
…dan selanjutnya kau bertanya dengan cara apa kau bisa berdiri tepat di belakang antrian dengan secarik tiket masuk di tanganmu. Sama sekali tidak ada ingatan bahwa kau pernah meninggalkan ruang kelas.
Dalam ingatanmu, ingatan paling akhir dan baru yang kau miliki, kau tengah duduk diam di bangku paling belakang sendiri. Menunggu sampai yang lain tiba dan bel masuk berbunyi. Namun yang kau temui kali ini adalah kenyataan bahwa kau tengah berdiri menunggu bus berikutnya untuk pulang.
Kau berani bertaruh bila saat ini kau melihat jam tangan silver di pergelangan tangan kirimu atau mungkin layar ponsel, kau akan dapati hari dan tanggal yang sama, dengan jam yang berbeda—terbukti dengan bagaimana kerumunan siswa berlari kecil di antara tetes-tetes air dengan seragam khas sekolah menengah atas. Ini bukan kali pertama kau mengalaminya dan membuahkan tanya yang sama; Apa yang tengah terjadi padamu?
Sesuatu yang sangat salah dan tidak masuk akal. Sesuatu yang terjadi padamu dan itu benar-benar di luar pengetahuanmu—bukan aku dan aku tak akan meninggalkan petunjuk bila kau tak menyadarinya sendiri.
“Ah… Ieeya!” suara nyaring dan khas membuyarkan lamunanmu.
Kau menoleh, mendapati seorang siswi dengan pakaian putih-abu melambai padamu. Sementara di belakangnya ada siswi lain yang tengah menepuk-nepuk pundak—dengan perlakuan yang jelas-jelas percuma bila ia ingin menghilangkan bercak air pada seragam putihnya.
Kalau boleh jujur keduanya terlihat mencolok. Rambut pirang berpadu dengan kristal cantik jernih warna azure dan seorang lagi yang memiliki rambut hitam pendek dengan sedikit bagian dicat warna putih dan merah muda sekaligus mengenakan banyak aksesoris yang sekiranya pantas bila dipadu dengan pakaian hitam ketat.
“Lily, Siska…” sapamu dengan seulas senyum yang dibuat-buat.
Dengan kedua sudut bibirmu naik secara bersamaan, matamu menyipit—membuat kelopak matamu seolah setengah terbuka—memberimu kesan lembut yang natural. Butuh waktu lebih dari satu tahun bagimu untuk menyempurnakan senyuman tersebut. Dan terkadang kau akan menoleh ke lain arah sementara kristal hijau tosca milikmu melirik pada lawan bicara, alis terangkat dan kau berhasil membuat banyak pria tunduk dengan senyuman yang biasa disebut sebagai senyuman centil itu.
“Ieeya jahat!” tuduh Lily tepat saat ia berdiri dengan jarak beberapa langkah darimu. “Padahal akan rencana awalnya Lily ingin mengadakan perayaan keberhasilan dari Lily hasil memuaskan,” tambahnya dengan urutan acak dan aksen british. Beberapa pasang mata melirik ke arah kalian dengan alis terangkat. Penasaran seperti apa orang yang berbicara dengan cara menggelikan tersebut—lalu kembali memusatkan perhatian pada hal lain saat tahu siapa atau beberapa tetap memperhatikan. “Tapi, Ieeya mengagalkannya.”
Kristal-kristal jernihnya menatap tajam padamu, bukan dengan sorot penuh amarah dan sejalan dengan makna ucapan yang dituturkannya olehnya. Melainkan tatapan merajuk, raut wajah merengut, dan bibir mengerucut.
“Keberhasilan?” ulangmu bingung.
Kau melirik pada Siska, melemparkan tatapan bertanya pada gadis yang kini menatapimu dengan tatapan menyelidik. Seolah ada sesuatu yang lain dari dirimu dibandingkan sebelumnya. Dan aku menyeringai sekali pun tak memiliki bibir yang sesungguhnya—karena aku hanya meminjam apa yang keseluruhannya adalah milikmu—karena ia bisa membedakan serta sadar pada hal yang seharusnya tidak ia sadari.
“Tentu! Ah, apa mungkinkah Ieeya belum tahu mengetahui perihal yang Lily sebutkan?” celetuk Lily.
Gadis itu mengangguk beberapa kali sebelum mengaduk-aduk tas biru yang diberi sulaman miliknya. Tokoh anime dengan rambut hitam yang melawan grafitasi dan mencuat ke belakang seperti ekor bebek. Dengan ekspresi datar, tokoh itu memeluk dua boneka. Satu boneka rubah berwarna orange gelap dengan sembilan ekor dan satu lagi miniatur dari tokoh berambut pirang seperti landak berpakain jumpsuit berawarna orange cerah. Sulaman yang begitu teliti dan mendetail buatan Lily—terutama hiasan berbentuk hati warna merah muda yang bertebangan di sekitarnya, dan itu membuatmu geli sendiri. Kau penasaran berapa kali gadis itu diberondong pertanyaan oleh yang lain mengenai tempat ia membeli tas tersebut.
“Coba lihat!” girang Lily lagi seraya menyerahkan selembar kertas putih yang dilipat.
“Kurasa ia akan menyukainya,” tambah Siska datar.
Kedua tangannya terlipat di depan dada seraya menatapimu lama. Bertanya dalam diam apakah aku akan mengambil alih bila melihat apa yang ada dalam kertas yang kau terima. Ia terlalu peka, terlalu peka untuk menyadari keberadaanku yang bahkan kau sendiri tidak sadari dan aku sangat berterimakasih untuk itu.
Kau diam tepat saat pandangamu tertuju pada inti dari surat pemberitahuan tersebut. Membelalakkan mata dengan seribu satu tanya yang mulai bermunculan. Sementara aku menjerit kegirangan, membuat kegaduhan yang tak akan disadari siapa pun di dalam ruang kosong di kepalamu—sampai saat ini aku belum menemukan penjelasan yang masuk akal. Tertawa seolah itu adalah hal terakhir yang bisa kulakukan—dan mungkin saja itu benar, tak ada kepastian bila eksistensiku yang semu masih bisa bertahan nantinya. Seperti yang aku duga kau tak mendengar suaraku, bahkan sebagai bisikkan aneh di dalam kepalamu.
“Yang benar saja!?” jeritmu jauh lebih nyaring dibandingkan sapaan Lily tadi.
Nilai dari tes kemampuan fisika yang kau ikuti secara tepaksa bulan lalu—terimakasih pada perawan tua satu itu. Dengan tingkat kesulitan yang setara dengan olimpiade fisika nasional. Kau bertaruh akan mendapatkan nilai tak lebih dan tak kurang dari sebuah telur rebus setengah matang. Itu berdasar pada kenyataan di mana kau berpikir bahwa saat mengerjakan hal yang kau lakukan adalah tertidur. Tentu, kesadaranmu memanglah mengawang-awang saat itu. Tapi di mata orang lain kau sadar sepenuhnya, mengerjakan soal dengan senandung riang mengalun dari bibir tipismu. Sesuatu yang sampai saat ini kau anggap sebagai penyakit berjalan saat tidur tanpa mengenal waktu dan tempat—seandainya aku punya tubuh sendiri, mungkin aku akan mencecarmu habis-habisan.
“Ieeya pembohong—liar ¬besar, padahal mengerjakan Ieeya semua dan seutuhnya, benar keseluruhannya,” celetuk Lily sedikit sinis. “Lily hampir sempurna saja,” bangganya. Hasil yang tidak diragukan lagi dari seorang jenius sepertinya—walau kemampuan berbahasanya kacau dan sudah tidak bisa ditolong lagi, tapi tidak bagi seseorang yang memegang predikat sebagai nomor akhir dalam hal hitung-menghitungan sepertimu—bahkan kau terjebak di kelas sosial setahun ini dan tidak pernah lagi menyentuh buku yang bagimu terkutuk itu.
“Kuucapkan selamat, untukmu.”
Kau tidak bereaksi dan mengabaikan ucapan selamat yang secara langsung tetuju padaku—bukan padamu. Terbukti dengan penekanan kata yang yang ia lakukan. Ia memang pernah bilang secara langsung bahwa ia tak menyukai keberadaanku yang seperti parasit, tepat saat kali pertama aku mulai bermain dengan mengambil alih tubuhmu.
Dan aku menyukainya untuk alasan tersebut. Benar-benar mengakui bahwa aku ada sebagai kelainan yang bagi orang lain hanya dianggap sebelah mata dan hanya ilusi yang tak mungkin ada.
“Terimakasih atas ucapan selamatnya.”
Bibir tipismu bergerak, tanpa kau sadari dan tanpa kendali darimu. Sementara kau terlelap dalam labirin pikiran yang tak akan pernah dimengerti dengan penelitian apa pun. Misteri lain yang tak bisa dipecahkan seperti halnya misteri akan susunan tulang pada terowongan di Katakombe, Paris.
Kali ini, biarkan aku tenggelam dalam euphoria kebahagiaan tanpa harus berpura-pura menjadi dirimu. Menjadi nona muda yang terus-menerus menjaga sikap akibat didikan keras dari pria yang kuibaratkan sebagai dompet berisi kartu kredit berjalan dan kau panggil ayah. Lagipula, aku tahu batasan mana aku harus bersikap untuk menjaga nama baikmu.
“Kau yakin terlalu lama menggunakan tubuh itu bukan masalah besar?” gumam Siska, menaikkan kedua alisnya sementara Lily meletakkan jari telunjuk kirinya di bagian bibir bawah—sama sekali tidak mengerti dengan cengiran riang perdana yang ia lihat terpahat di wajahmu.
“Tentu, kurasa ini tak akan membunuh… lagipula belum tentu aku memiliki waktu untuk bermain seperti ini besok—atau mungkin beberapa saat lagi. Tak ada jaminan aku masih ada.”
“Kau terlalu pesimis.”
Siska berbalik, menarik pergelangan tangan Lily untuk menaiki bis yang akan mereka naiki. Meninggalkanku yang kini menyeringai dan tenggelam dalam kebahagaiaan karena aku bisa melakukan sesuatu—sekali pun itu atas namamu. Setidaknya ada hal yang bisa kuakui sebagai kemampuanku dan bukan kemampuanmu.
Eksistensi yang tidak diketahui keberadaanya. Di dunia ini hanya ada tiga yang tahu dan benar-benar mengakuiku sebagai pribadi yang berbeda dengan seorang Ieeya Novianti. Perawan tua yang kau panggil bibi Mai, Siska—sekali pun ia tidak terlalu menyukaiku sebagaimana ia memandangmu sebagai sahabat, juga nenekmu yang keberadaanya tak kau ketahui sama sekali.
Hidup dalam pikiran orang lain, melakukan semuanya sebagai orang itu, lalu mati bila trauma yang menjadi asal muasal terlupakan. Sesuatu yang harus kujalani sebagai bagian yang tak diketahui. Dan karena itu, aku berterimakasih pada siapa pun yang mengakuiku. Bukan sebagai Ieeya, tapi sebagai ia yang tak memiliki nama.
Lalu, dengan langkah riang dan memeluk kertas pemberitahuan dengan erat. Menaiki bis yang akan membawaku menuju kedai kopi yang selalu kukunjungi. Memeluk perawan tua itu dengan pelukan erat yang enggan kau lakukan—belum terhitung pakaian yang setengah basah akibat tetesan air hujan. Mengucapkan terimakasih sebanyak-banyaknya… dan kemudian… mungkin hilang dan menjadikanmu manusia normal dengan atau tanpa pemikiran lain yang memperhatikan gerak-gerikmu…
…sebagai kepribadian lain yang tak kau ketahui keberadaanya…
***
Yah! Akhirnya post di sini juga Rui minta masukkan di mana kekurangannya, ini buat tugas... dan karena selama ini Rui selalu gagal pada bagian membaca puisi, Rui harus berhasil di tugas ini (curcol) Jadi minta masukkanya Tolong.... | |
|
| |
ilhammenulis Penulis Senior
Jumlah posting : 1114 Points : 1203 Reputation : 18 Join date : 23.07.11 Age : 34 Lokasi : Bandung
| Subyek: Re: Another One Sun 6 Nov 2011 - 21:37 | |
| hmmm.. kalau mau blak-blakan.. cerpen ini kurang ada pengikat yang bikin orang mau baca sampai akhir.. kayak ada yang kurang gitu ya.. *tapi saya gak yakin apa.. :| dan mewakili mbak wind, dia pasti ngomentarin judulnya yang pake bahasa inggris, hihihi nyimak komentar2 yang lain dulu deh~ NB. gravitasi, bukan grafitasi | |
|
| |
Ruise V. Cort Penulis Parah
Jumlah posting : 6382 Points : 6522 Reputation : 45 Join date : 28.04.11 Age : 31 Lokasi : *sibuk dengan dunianya sendiri jadi nggak tahu sekitar*
| Subyek: Re: Another One Sun 6 Nov 2011 - 21:44 | |
| Pengikat... seperti? Aku udah usahakan dengan tokoh tanpa nama itu lho ._. Aku pakai judul bahasa Inggris ada alasannya Another One = Satu yang Lain, berasa aneh bacanya | |
|
| |
ilhammenulis Penulis Senior
Jumlah posting : 1114 Points : 1203 Reputation : 18 Join date : 23.07.11 Age : 34 Lokasi : Bandung
| Subyek: Re: Another One Sun 6 Nov 2011 - 21:48 | |
| nah itu, subyektif sih, mungkin karena saya gak suka SP2 :afro: | |
|
| |
Ruise V. Cort Penulis Parah
Jumlah posting : 6382 Points : 6522 Reputation : 45 Join date : 28.04.11 Age : 31 Lokasi : *sibuk dengan dunianya sendiri jadi nggak tahu sekitar*
| Subyek: Re: Another One Sun 6 Nov 2011 - 21:53 | |
| SP2? Siapa bilang ini sudut pandang itu? Sudut pandang orang pertama kok Itu kan yang membacakan narasi Alter-Egonya Ieeya | |
|
| |
ilhammenulis Penulis Senior
Jumlah posting : 1114 Points : 1203 Reputation : 18 Join date : 23.07.11 Age : 34 Lokasi : Bandung
| Subyek: Re: Another One Sun 6 Nov 2011 - 22:12 | |
| | |
|
| |
Ruise V. Cort Penulis Parah
Jumlah posting : 6382 Points : 6522 Reputation : 45 Join date : 28.04.11 Age : 31 Lokasi : *sibuk dengan dunianya sendiri jadi nggak tahu sekitar*
| Subyek: Re: Another One Mon 7 Nov 2011 - 1:09 | |
| habisnya bingung mau bikin SP yang kayak gimana :scratch:
Kalau nyebut nama, kesannya Artilia--nama sang Alter-Ego--itu bener-bener nggak ada dalam cerita. Tapi kalau sudut pandang orang pertama, bener-bener... blank ._. | |
|
| |
tukangtidur Penulis Senior
Jumlah posting : 831 Points : 988 Reputation : 19 Join date : 30.04.10 Age : 42 Lokasi : Depok
| Subyek: Re: Another One Mon 7 Nov 2011 - 5:59 | |
| Cerpen ini unik dan menarik. Cuma sudut pandangnya yg bikin kening berkerut. Aku-kamu-dia lumayan bikin pembaca bingung. Atau gue nya yg bodoh? Hehe. Gue suka bahasanya. Mengalir deras. Btw,emang dapet tugas dr siapa? | |
|
| |
Ruise V. Cort Penulis Parah
Jumlah posting : 6382 Points : 6522 Reputation : 45 Join date : 28.04.11 Age : 31 Lokasi : *sibuk dengan dunianya sendiri jadi nggak tahu sekitar*
| Subyek: Re: Another One Mon 7 Nov 2011 - 7:28 | |
| Aku = Spesifik pada Artilia (sampai kapan juga nggak akan ketemu itu nama), alter ego dari Ieeya Kau = Spesifik pada Ieeya Dia = Kalau bukan Lily, berarti Siska Khe-khe, tapi bahasa Lily yang paling bikin kening mengkerut kan Kak? Umh... Tugas dari dosen ==" Apresiasi Sastra | |
|
| |
de_wind Penulis Sejati
Jumlah posting : 3494 Points : 3669 Reputation : 52 Join date : 29.03.11 Age : 39 Lokasi : Bekasi
| Subyek: Re: Another One Tue 8 Nov 2011 - 1:39 | |
| hmm...aku jg spendapat sm yg lain soal SP 2 di sini kurang pas... klo mnurutku sih, ego utama tetep nganggep alter ego ny "dia"... mnurutku lho... btw dlm kepribadian ganda, ego utama biasanya gak kenal ada alter ego dalam diriny, ieeya (ego utama) seharusny gak kenal sama siska (alter ego) --- bener gak sih?? wkwkwkk buat cth aja --- wlopun siska tau siapa ieeya dan siapa dia sndri dan proses perpecahan kepribadianny... | |
|
| |
Ruise V. Cort Penulis Parah
Jumlah posting : 6382 Points : 6522 Reputation : 45 Join date : 28.04.11 Age : 31 Lokasi : *sibuk dengan dunianya sendiri jadi nggak tahu sekitar*
| Subyek: Re: Another One Tue 8 Nov 2011 - 7:19 | |
| (nunjuk temen) mereka tahu tuh Kak ==" Yang kujadikan role-modenya kayak begitu sih...
Umh.. Ieeya sama sekali nggak tahu dia punya Alter-Ego... yang tahu Ieeya kepribadian ganda cuma Siska... dan psikolog kenalan Ieeya (nggak ada bagiannya)... | |
|
| |
de_wind Penulis Sejati
Jumlah posting : 3494 Points : 3669 Reputation : 52 Join date : 29.03.11 Age : 39 Lokasi : Bekasi
| Subyek: Re: Another One Sat 12 Nov 2011 - 21:06 | |
| kurasa knp SP 2 ny gak kerasa pas, krena msih ada kbingungan antara mana peran utama, SP 1 atau SP2, trus SP 3 itu mewakili siapa ya? pake SP1 sm SP3 aja sih klo mnurutku... oya, pas aku baca lagi, aku bingung konflik dlm diri mreka itu apa ya? rasany gak ada klimaks dcerita ini...CMIIW | |
|
| |
khairani mukhlis Penulis Senior
Jumlah posting : 1250 Points : 1309 Reputation : 32 Join date : 13.10.11 Age : 30 Lokasi : padang
| Subyek: Re: Another One Sat 12 Nov 2011 - 21:51 | |
| cerpen nya bagus mba rui tp, saya setuju sama yg lain, SP nya saya bingung dgn sudut pandang yg digunakan
| |
|
| |
Ruise V. Cort Penulis Parah
Jumlah posting : 6382 Points : 6522 Reputation : 45 Join date : 28.04.11 Age : 31 Lokasi : *sibuk dengan dunianya sendiri jadi nggak tahu sekitar*
| Subyek: Re: Another One Mon 14 Nov 2011 - 7:38 | |
| Klimaksnya Rui serahkan pada pembaca Kalau pemenran utama juga, itu Rui buat nggak terdeteksi Ini kan cuma potongan keseharian aja... Ieeya yang masih kebingungan dengan time-slip yang nggak wajar. Artilia yang ingin diakui, tapi di saat bersamaan nggak ingin Ieeya dianggap aneh atau sebangsanya... seperti itu ._." Jujur Kak, aku ngerasa ini nggak akan selesai kalau hanya sebagai satu cerpen aja. Jadi ini mau kubuat jadi berseri ==" Rani, makasih ya ^^ Umh... mungkin aku buat jadi SP 1 aja ._. Tapi tetep dari Artilia, biar nggak terlalu bikin bingung ._. | |
|
| |
Sponsored content
| Subyek: Re: Another One | |
| |
|
| |
| Another One | |
|