PENJI[/center]LATHendri keluar dari dalam ruangan bos. Ia tersenyum sambil memerintahakan salah satu karyawan untuk memanggilku. Aku tergopoh dan masuk kedalam ruangan bos.
“ Kamu itu pesuruh, bukan apa-apa. Dan kamu di sini butuh aku, bukan aku butuh kamu ngerti..!” bentak Bosku. Aku hanya menunduk dan mengangguk, dalam hatiku terbesit sejuta luka, dan aku kembali dalam kebingungan,” apa sebenarnya salahku mengapa bos begitu membenciku?, kesalahan besarkah yang aku lakukan?, atau memang aku sudah tidak dibutuhkan lagi di sini.? Ya Allah kuatkanlah hati hamba” ratap hatiku penuh dengan berjuta tanya.
“ Kamu di sini hanya kacung !, bukan pejabat ?!. apa yang aku perintahkan kamu harus kerjakan ! “ Ucapnya bengis. Aku ingin bertanya, apa sebenarnya kesalahanku, namun belum bibir ini terbuka ia sudah menghujani aku dengan makian dan cemoohan.
Hendri menatapku dengan senyum puas, setelah tahu aku habis di maki-maki oleh bos. Aku tetap melangkah tanpa mempedulikannya. Namun aku sempat meliriknya dia masih terus menatapku sambil menganguk-anggukan kepalanya.
****
Sebelum subuh, disaat orang-orang masih terlelap dengan mimpinya, aku sudah bermandi keringat. Dari lantai tiga hingga lantai satu sudah aku bersihkan, dan selesai pukul 07 .00 pagi. Istirahatku hanya waktu sholat.
Menyapu, ngepel, hingga mengelap kaca jendela, setiap hari aku kerjakan. Gaji yang aku terima hanya cukup untuk biaya makan sehari-hari, aku tidak pernah punya pendapatan lebih dari gaji pokokku. Dua tahun sudah aku jalani pekerjaan ini. Betapa nikmat dan senangnya aku melakukannya. Jika saja pekerjaanku dihargai, tidak usahlah dengan digaji besar. Jangan dimarah-marah saja aku sudah merasakan kebahagiaan tersendiri. Kalau bukan karena anak dan istriku tentu aku tidak akan sesemangat ini.
“ Inilah ladang ibadah buatku” dalam hatiku memotivasi, sambil mendorong kain pel dari kiri ke kanan, ke depan ke belakang. Sambil bernyanyi lirih.
“ Allah Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang, mengerti dari setiap ucapan dan langkah, mengetahui dari segala niat di hati “. Aku tidak boleh berlama-lama seperti ini. Setelah modalku cukup untuk membuka suatu usaha, aku jadikan pekerjaan ini sebagai tempatku menimba ilmu dari segala pengalaman yang aku alami. Aku akan akhiri pendidikan yang sangat menekan ini. Mudah-mudahan aku lulus menjadi orang yang sabar.
Aku masih teringat peristriwa kemarin. Berat memang aku rasakan, dan keberatan itu tidak aku jadikan beban, apapun bentuknya ucapan yang ditujukan padaku itu adalah ilmu. Sekarang tinggal aku yang berfikir positif saja, mungkin bos marah-marah padaku karena ia mempunyai masalah dengan relasinya, atau keluarganya atau hal-hal lain, ya, namanya juga orang penting, wajar kalau punya masalah dimana-mana
Tapi yang aku herankan mengapa harus aku yang menjadi luapan amarahnya?. Ehm!. Aku hanya tersenyum, “Alhamdullialah Ya Allah,” mungkin dengan dijadikannya aku tempat untuk melampiaskan amarahnya, dapat membuat pikiran dan hatinya tenang, walau hanya sesaat. Jika saja dia tahu, obat yang paling mujarab untuk mengobati kegelisahaan yang selalu melandanya itu, pasti ia tidak akan pernah lagi memarahi aku dan menjadikannya sebagai media untuk melepaskan segala unek-uneknya. Hanya kepada Allah seharusnya ia mengadukan segala masalahnya, karena Dia-lah sebaik-baiknya tempat untuk mengadu. Aku juga bisa tenang, senang walau dihina, dicaci dan dimaki itu karena pertolonganNya. Andai kamu tahu Bos.! Kalau Allah itu Maha Penyayang dan Pengasih, lagi Maha pemberi pentunjuk.
Sambil berdendang ria dengan pekerjaanku, azan subuh berkumandang. Aku buru-buru mandi dan melaksanakan kewajibanku yang utama “ Sholat Subuh”.
Aku tidak pernah menyesali nasibku dan aku tidak pernah membenci pekerjaanku, walau menjadi pesuruh dan tukang sapu, bagiku inilah yang terbaik. yang diberikan Allah padaku. Apapun pekerjaan itu asal masih dijalanNya aku siap melakukannya.
Terkadang aku merasa iri, dengan orang-orang yang bekerja di kantoran, yang sukses dengan usahanya, karena pekerjaan yang mereka lakukan sangat diimpi-impikan oleh kebanyakan orang, salah satunya orang tuaku, mereka mengharapkan aku bekerja di kantoran yang punya koneksi dan gaji tinggi. Ya ! itu lumrah, keinginan dan cita-cita orang-orang, seperti orang tuaku yang selalu hidup dalam garis kemiskinan. Walau pendidikanku tidak juga rendah, tapi aku merasakan kenikmatan tersendiri walau pekerjaanku dianggap rendah oleh orang. Aku senang melakukannya.
“Mengapa tingginya derajat dunia di ukur dari materi dan jabatan, ya ?. apakah penampilan dan harta yang banyak dapat menjamin manusia itu bahagia?. Ah, itu tergantung dari manusianya dan apakah kemiskinan selalu merasa kesusahan ?, sekali lagi itu tergantung manusianya, cara bersyukurnyalah yang dapat menentukan. “ Gumam hatiku.
Kemiskinan dan kekurangan memang aku rasakan tapi, bukan berarti aku menyesali nasib. Kekurangan aku jadikan sebagai alasan untuk berjuang meraih yang lebih baik, dan kekurangan akan selalu ada pada setiap mahkluk. Kemiskinan aku jadikan cambuk untuk lebih memahami dan menghargai hidup.
* * * * * *
Jam dinding menjukan Pukul 03.45 menit, hanya beberapa suara ayam berkokok, aku terbangun, aku melihat bulan penuh, bersinar di ujung barat, cerah langit malam ini, bintang bersinar meredup. Aku menatap bulan penuh dengan kebanggan “Betapa besar Ya Allah KuasaMu”aku tersenyum sambil melangkah menahan kantuk, hatiku berdesir saat aku tatap bulan itu seakan tersenyum melihatku. Lima ekor kalong lewat bersama-sama, seakan menuju arah sinar sang rembulan, mereka hendak pulang, setelah hampir semalaman mereka mencari buah-buahan sebagai nafkahnya. Walau bukan musim buah-buahan namun kalong tetap saja menemukan makanan, oh inilah keadilan dan kasih sayang Allah. Aku duduk sesaat merenungi betapa besar Kasih sayang Allah untuk mahlukNya. Siang tadi aku merasa putus asa, aku takut tidak mendapatkan pekerjaan lagi, kalau aku dipecat nanti. Ucapan bosku kali ini memang susah untuk aku terima, aku memang orang kecil, tapi apakah aku tidak boleh bermimpi menjadi orang besar,? walau hanya mimpi.??!
Kemarin aku mengajukan permohonan kasbon untuk biaya berobat anakku yang sedang demam tinggi. Gajiku hanya cukup untuk makan selama sebulan saja sedangkan uang untuk berobat sama besar jumlahnya dengan gajiku bekerja sebulan di sini. Aku nekat untuk meminjam uang pada bendahara tempatku bekerja
“ Aduh Min, aku tidak bisa memberikan pinjaman, kalau tidak ada surat persetujuan dari Bos.” Ucap wanita itu.
“ Jadi aku harus menghadap Bos dulu ?, baru biasa mendapat pinjaman itu, aduh Mbak, aku takut, pasti nanti aku di maki-maki Bos, Mbak tahu kan Bos itu bagaimana?”. Kata ku bingung
“ Iya Min, aku tahu dan semua tahu, kalau beliau itu orangnya galak, sombong, pelit dan segala sesuatunya harus teliti, detail serta mempunyai alasan-alasan yang tepat.”
“ Bisa nggak ya Mbak, aku dapat uang hari ini, soalnya anakku sakit, ini sangat terpaksa Mbak, aku harus berhutang, soalnya tidak ada lagi tempat aku meminjam” ucapku lirih. Bendahara itu hanya menghela nafas.
“ Maaf ya Min, aku tidak bisa membantu kamu, aku sendiri juga banyak kebutuhan”.
“ Tidak apa-apa Mbak, kalau begitu aku harus temui bos sekarang, nanti keburu dia pergi, terima kasih ya Mbak,” . Sambil berlalu dari ruangan yang ber AC namun panas itu, aku menuju keruangan bosku. Kebetulan dia ada di dalam dan sedang tidak ada tamu, pelan aku ketuk, lalu ku dorong pintunya, terlihat pria tua botak, gendut melihatku heran. Tidak ada senyum dibibirnya, biasanya jika ada tamu yang datang dia selalu ramah dan menyambutnya dengan pujian dan jilatan kata yang manis madu, tapi terhadapku seakan melihat sampah, yang menjijikan, tidak terdengar ucapan apapun, silahkan duduk kek, atau tanya ada perlu apa gitu. Apa mentang-mentang aku ini kacung sehingga tidak ada harganya sama sekali. Aku tersenyum sambil merundukan badanku.
“ Maaf Pak, mengganggu sebentar, “ .
“ Iya .! ada apa!?”. Ucapannya keras dan pedas.
“ Begini Pak, saya ada keperluan, anak saya sakit, dan saya butuh biaya untuk berobat, .....”. belum selesai aku mengutarakan maksudku ia sudah berdiri dan mendekati aku dengan mata yang tajam melotot.
“ He.., Min! kamu anggap aku ini bapakmu apa..!, kalau tidak punya biaya jangan dibawa keruma sakit segala. Kalau tidak mampu jangan sok kaya, he,..! dengar ya, aku menggaji kamu sudah cukup besar menurut ukuran derajatmu !”. begitu pedih ucapan itu, aku hanya menunduk dan mengutuk dalam hati
“ Tolong saya Pak,...?!, saya benar-benar membutuhkannya, biarlah bulan depan saya tidak digaji, yang penting anak saya bisa sehat?!”. Ucapanku sedikit dipikirkannya, terlihat dari kerut di keningnya.
“ Baik !, akan aku buatkan surat bonnya dan bulan depan kamu tidak mendapatkan gaji.” Aku mengangguk cepat, rasa senang dan bahagia begitu aku rasakan, walau bulan kedepan entah aku akan makan apa, yang penting anakku sehat.
Buru-buru aku keluar menuju ruang bendahara, sambil membawa selembar surat dari bosku.
Tiga lembar uang ratusan ribu aku selipkan dalam saku celanaku.
“Akhirnya anakku bisa berobat dan semoga sehat kembali,” Rasa bahagia aku rasakan.
Hari ini akhir bulan, aku benar-benar tidak diberi gaji oleh bosku. Bulan ini tenagaku terkuras penuh. Hutang diwarung baru separuh aku bayar. “ Oh Tuhan, Ya..Allah beri hamabamu kesabaran yang tidak terbatas, agar hambamu terhindar dari perbuatan yang Engkau hinakan. “
Hari ini, aku harus berpuasa, karena tidak ada lagi uang yang tersisa, mau hutang di warung lagi, aku malu. Hutang ku bulan kemarin belum bisa aku bayar. Mungkin sebulan ini aku harus mencari cara untuk bisa mendapatkan dana seseran.
“ Ya Allah Murahkan RezkiMu, Sesungguhnya Engkau Maha Pemurah lagi Maha Kaya Raya.” Hatiku tidak henti-hentinya berdo’a. Hanya pasrah yang aku bisa perbuat.
Hari makin sepi aku rasa, yang terus menghibur hanya hinaan dan cacian. Dikerjakan tidak dikerjakan sama saja hasilnya, selalu saja dimarah. Aku mulai berfikir untuk pindah saja dari pekerjaan ini, aku yakin diluar sana masih banyak yang lebih baik
“ Kamu tidak pernah pecus bekerja, apa yang kamu kerjakan Min?!”’. Bentak bosku, di tengah banyak orang. Aku hanya tertunduk, tidak ada yang bisa aku ucapkan, suaranya terlalu keras, sangat menyakitkan.
“ He..! dengar ya , Min,! kamu seharusnya bersyukur bisa bekerja di sini, dari pada kamu, lontang lantung jadi pemulung. Kamu seharusnya berterima kasih padaku, karena aku bisa kasih kamu kerjaan, coba kamu lihat diluar sana, banyak orang mencari pekerjaan. Sekarang aku mau tanya, darimana kamu dapatkan uang tambahan itu. Kamu maling ya, apa kamu jual alat-alat yang ada di kantor ini ha !. “. Apa yang hendak aku jawab. Ingin aku jelaskan padanya darimana aku mendapatkan uang tambahan itu.
Mereka yang menyuruhku memfoto cofy berkas atau menyuruhku membeli rokok diwarung, bahkan ada yang Cuma-cuma memberiku uang, karena mereka kasihan terhadapku. Aku tidak pernah meminta apalagi aku harus mencuri.” Ya Allah cobaan Mu begitu indah aku rasakan, aku semakin tunduk pada KebesaranMu Ya Allah. Lindungilah hamba Mu dari segala fitnahan ini”. Aku hanya bisa menghembuskan nafas berat, aku ingin sekali meninju mukanya yang bengis itu, ingin sekali aku meremas mukanya yang begitu menjijikan itu. Aku bersyukur dan berterima kasih bukan padanya, tapi pada Allah.
“ Min..! aku tidak mau melihat mukamu lagi disini, mulai besok kamu sudah harus pergi dari sini, aku tidak mau mempunyai kacung seorang pencuri..!” Bentaknya sambil mengacungkan telunjuknya tepat dikeningku. Aku hanya tertunduk, ingin sekali aku menangis karena malu, ingin sekali aku menendang perut buncit itu, tapi apa gunanya.
Aku memang harus pergi dari tempat ini, cukup sudah bekal yang harus aku bawa untuk melangkah kedepan kearah yang lebih baik.
Hendri menatapku dengan rasa yang sangat puas, wajah penjilat itu terlihat girang ketika aku berlalu dengan tubuh yang layu dan rapuh. Aku berlalu dari hadapan manusia itu, manusia yang bermuka iblis. Dengan berjuta sakit yang ku bawa. Aku tahu mengapa Hendri lakukan ini padaku, karena dia takut aku mengadu pada bos tentang perbuatan korupsinya yang tanpa sengaja aku mengetahuinya.
Aku masih berfikir masihkah ada pintu rezeky untuk aku, istri dan anakku. Kasihan mereka harus menjadi korban dari para penjilat di tempat kerjaku.
[b][quote]