Saya tahu, jika ada seorang penulis, yang sudah berpengalaman, membaca ini, kemungkinan tidak akan menyetujui cara seperti saya. Tetapi tidak menutup kemungkinan pula, jika ada yang setuju, atau cukup tidak menyalahkan
Dalam menulis dituntut kreatifitas, sehingga bisa saja teknik-teknik dengan membuat formula, rumus, atau metode dianggap justru menghambat munculnya kepribadian sejati dari seorang penulis. Yah, saya sepakat jika menulis harus kreatif, saya hanya mencoba berpedoman dengan logika (saya) saja, bukankah setiap hal yang baik selalu punya aturan yang melingkarinya?
Mari! ciptakan aturan anda sendiri. Ibaratnya, dalam hidup ini kita punya prinsip yang kita pegang teguh. Dan dunia kepenulisan adalah kehidupan yang akan, sedang, atau telah kita pilih. So, mari... menulislah dengan aturan yang Anda ciptakan sendiri atau mengambil aturan dari penulis lain pun sah saja selama aturan itu membuat anda menjadi lebih baik dalam menulis.
Tapi jangan terlalu nyeleneh ketika menciptakan jiwa kepenulisan anda ya, nanti malah mendobrak tata bahasa yang berlaku (EyD), hehe...
Materi ini saya sampaikan ketika memberikan pelatihan kepada FLP Muda. Saya secara tidak kebetulan, adalah pengurus FLP di Lubuklinggau
2 + 2 = Cerita, Menyampaikan cerita + Rajin Berlatih Menulis, dan MembacaA. CeritaJelas sekali, bahwa ketika kita ingin mengarang, kita membutuhkan cerita. Cerita adalah komponen utama dari karangan narasi sugestif (cerpen), karena tanpa cerita tentunya kita tidak akan menulis apapun.
Bagaimana membangun sebuah cerita?
Hal utama yang harus anda lakukan saat membangun sebuah cerita adalah menemukan benang merah cerita, Misal:
1. Ayat-Ayat Cinta: menceritakan seorang mahasiswa Indonesia di Al-Azhar. Taat beragama, berbakat akademik. Terjebak dalam kisah cinta segitiga, dan akhirnya memutuskan untuk berpoligami. Secara keseluruhan diceritakan secara Islami.
2. Laskar Pelangi: cerita anak dusun dengan segala polemik pendidikannya yang serba memprihatinkan. Namun, semangat belajarnya tinggi.
3. Laskar Pelangi, versi Ibu Muslimah: adalah seorang guru wanita yang di pangil ”Ibu Mus” oleh murid-muridnya, memiliki dedikasi tinggi untuk mengajar di sekolah miskin padahal ia punya kemampuan untuk mengajar di sekolah yang lebih baik.
4. Laskar Pelangi, versi Lintang: Lintang adalah siswa sekolah dasar di Muhammadiyah Gantong. Ia adalah anak pelaut miskin yang tinggal jauh 40 km dari gantong. Setiap hari ia menggunakan sepeda ontel menuju sekolahnya, melewati hutan, lereng, perbukitan, dan sebuah sungai yang banyak buayanya.
5. Ada Apa Dengan Cinta? versi Rangga: Rangga, siswa yang dikenal cuek namun punya minat yang besar terhadap sastra mengenal Cinta (siswi di sekolahnya) melalui lomba puisi tahunan. Cinta mendekatinya untuk mewawancarainya sebagai pemenang lomba puisi, tetapi Rangga skeptis, dengan menganggapnya tidak berkepribadian, sama seperti wanita remaja gaul lainnya. Sampai ketika ia menemukan sisi menarik dari Cinta. Sisi lembutnya, yang membuat Rangga terpesona. Namun, ketika mereka dekat, tanpa sebab cinta memutuskan untuk tidak menghubunginya lagi.
6. Kali ini, apakah anda bisa membuatnya dalam versi Cinta? tentu saja Anda bisa.
Baiklah, sekarang Kita yang menentukan cerita kita sendiri. Kita boleh saja terinspirasi dari film, musik, atau cerpen yang ada seperti yang saya lakukan di atas. Tetapi ingatlah untuk tidak menjiplak, ya! Dalam kepenulisan ada pula indikasi yang meletakkan sebuah karya sebagai hasil jiplakan berdasarkan kriteria tertentu. Usahakan bahwa kita hanya terkesan kepada karya tersebut, lalu mencoba membuat karya yang sama bagusnya bukan sama persisnya hehe.... Kita juga bisa mengambil ide dari diri kita sendiri, karena pengalaman kita sehari-hari adalah gudang ide itu sendiri, hanya jika kita mau membukanya.
B. Menyampaikan CeritaSetelah kita memiliki sebuah batang cerita yang sudah tertuang dalam alur cerita, atau hanya tergambar di imajinasi kita, tugas selanjutnya adalah memulai untuk menceritakannya. Ada dua hal yang harus diperhatikan ketika kita menceritakan sebuah batang cerita: perangkaian bahasa yang baik serta efektif dan EyD.
Merangkai bahasa dan penggunaan EyD bisa diterapkan dalam satu kesempatan pengkaryaan.
Contoh 1 :
- Menceritakan seseorang wanita. Sahrini (bukan Syahrini lho!). Aneh. kulit kuning kentang muda. mata cokelat-ungu. pendiam. acuh dan cuek.
Dia adalah perempuan paling nyeleneh yang pernah kutemui. Atau tepatnya perempuan misterius. Perempuan berkulit kuning kentang muda, bermata cokelat-ungu. Sunny. Dia selalu memintaku memanggilnya begitu. Teman-teman lain melafal namanya “Sarni”, meski tertulis Sahrini di daftar absen yang diedarkan di ruang tutorial kuliah. Dia selalu bungkam di setiap sesi presentasi, bergumul dengan pikiran dan dunianya sendiri. Acuh pada dosen dan cuek pada sesama teman. Kesukaannya adalah menulis sastra, buku kuliahnya di penuhi oleh puisi dan cerpen daripada materi kuliah. Dia pernah bilang, ”aku masuk ke jurusan teknik ini, semata-mata karena ambisi ayahku yang tak tersampaikan oleh dirinya sendiri sewaktu muda.” sambil berbisik ke telingaku ketika jam kuliah berlangsung.
(Di ambil dan sedikit diubah dari salah satu potongan cerpen yang pernah dimuat di Kompas)
Contoh 2 :
- Tiga remaja disekap dirumahnya sendiri oleh pencuri. Salah satu dari remaja itu yang disekap dikamarnya berhasil melarikan diri dan melapor ke pos satpam terdekat.
Aku segera lari ke pos satpam yang ada diujung jalan dekat gapura - tidak terpikirkan lagi, dengan apa yang terjadi dengan dua sahabatku. Pak Satpam panik mendengar ceritaku – ia segera memberitahu petugas lainnya untuk segera datang menangkap maling dirumahku. Aku kembali kerumah dibonceng petugas dengan motornya. Sekitar 4 menit lamanya saat aku pergi ke pos satpam dan kembali ke rumahku.
Contoh cerpen di atas menurut saya masih kurang baik secara penyampaian dan EyD, saya gubah menjadi seperti ini:
Aku segera lari ke pos satpam yang ada diujung jalan dekat gapura−tidak sempat kupikirkan, apa yang terjadi pada dua sahabatku. Pak Satpam panik mendengar ceritaku, ia memberitahu petugas lainnya untuk segera datang menyergap maling dirumahku.
Aku kembali ke rumah dibonceng petugas dengan motornya. Sekitar empat menit kuhabiskan sejak pergi ke pos satpam hingga kembali ke rumah.Bisakah Anda menemukan perbedaannya? Ah, tentu saja bisa, hehe...
Contoh 3 :
Tidak tepat
Seluruh rasa antusias itu seakan luruh. Semangatku untuk mendengar cerita Laras, hilang begitu saja. Kebahagiaan yang tadi sempat mengisi relung hatiku, tercabut secara paksa.
Di sebuah kamar kost-an, aku duduk di atas tempat tidur. Tangan kananku memegang sebatang cokelat. Di tangan kiriku, aku memainkan sebuah permainan, di handphone kesayanganku.
“Tari, perasaan dari tadi pagi lo makan cokelat terus. Apa enggak takut gemuk?” tanya Wery, sambil berbaring di tempat tidur yang terletak di samping kanan tempat tidurku.
Efektif
Semua antusiasme itu seakan luruh. Semangatku akan cerita Laras, lenyap begitu saja. Kebahagiaan yang tadi sempat mengisi relung hatiku, terampas secara paksa.
Di sebuah kamar kost, aku rebah di tempat tidur (atau duduk si kursi rotan). Kupegang sebatang coklat di tangan kanan, sementara tangan kiri kupakai untuk mengutak-atik sebuah permainan, di handphone kesayanganku yang baru.
“Tari! Perasaan dari tadi pagi lo makan cokelat terus. Apa ’gak takut gemuk?” sergah Wery, sembari menjatuhkan pantatnya di tempat tidur, di samping kananku.C. Berlatih menulis dan membaca Adapun yang menjadi formula "+2" merupakan pokok utama dari formula "2" sebelumnya, bahkan saya sangat menyarankan bagi Anda semua untuk lebih memperhatikan poin ini.
Kesegeraan kita untuk menulis atau mengarang adalah kunci utama keberhasilan seorang penulis. Tanpa latihan, mustahil kita bisa menghasilkan karya yang baik. Percayalah dengan pepatah umum ini ”Practice Makes Perfect”, atau mengutip jargon Nike, ”Just Do It”, sembari gali wawasan anda dengan banyak membaca.
"
Kemampuan Anda dalam menciptakan cerita, merangkai dan menemukan tata bahasa serta tanda baca yang benar adalah kompensasi tak sadar, dari kerajinan anda berlatih menulis dan giat membaca."
Pada akhirnya saya ingin menyampaikan tentang fiksi. Kenapa kita menulis fiksi? sederhana saja, fiksi membuat kita merdeka, kreatif, dan percaya dengan keajaiban. Coba kita renungkan itu. Hm....
(Sebelumnya saya mohon maaf jika dari pemaparan saya, justru terdapat tata bahasa dan tanda baca yang tidak tepat, adapun pengetahuannya masih sangat terbatas)