Di suatu tempat di tengah gunung ada seorang anak kecil yang miskin sekali. Setiap hari ia pergi ke hutan di gunung untuk mencari makan. Ia memetik buah-buahan yang ada di tempat yang rendah. Ia berjalan pulang ke mana-mana dengan kaki telanjang. Setiap hari ia mengeluh karena hidupnya yang merana dan menderita. Tiada hari tanpa pertanyaan mengapa keluar dari otak Robert; mengapa aku miskin, mengapa aku tinggal di gunung, mengapa aku punya keluarga yang begitu, mengapa aku terjebak di sini,
Suatu hari ada seorang kakek yang datang ke rumah anak itu. Kakek itu mengenakan topi kerucut berbahan beludru, warnanya ungu usang. Ia mengetuk pintu rumah anak itu. Anak itu berjalan keluar dan melihat ada seorang kakek berwajah ramah di depan rumahnya. Ia tidak mengenal kakek itu, lagipula kata Ayah tidak boleh membuka pintu pada orang asing. Namun, ia tidak tega melihat kakek itu berdiri di luar sana. Selain itu, sepertinya si kakek membawa barang yang menarik.
Kakek itu tersenyum ramah melihat anak kecil itu membukakan pintu.
“Ada perlu apa, Kek?” kata anak itu.
“Kakek mau menawarkan barang dagangan, Nak,”kata kakek itu ramah,”Siapa namamu?”
“Robert,”jawab anak itu ragu-ragu.
“Robert, lihat ini?” si Kakek mengeluarkan pesawat terbang kecil dari keranjang yang dibawanya.
Robert memandangi pesawat itu dan terpana memandangnya. Keluarga Robert sangat miskin, mereka tidak mampu membeli mainan apapun untuk Robert. Dalam kesehariannya Robert hanya bermain-main di sekitar rumah dan menatap langit.
Kadang-kadang ada burung yang lewat, ada juga pesawat/helikopter. Saat malam pun ia memandang langit. Dia pernah melihat sesuatu yang berukuran bintang bergerak lambat di langit. Ia menanyakan hal itu pada Ayahnya dan mendapat jawaban bahwa sesuatu tsb. mungkin adalah satelit. Robert terpana pada benda-benda di langit. Ia menatap iri mereka yang bisa pergi bebas kemana pun mereka mau, di langit mereka bebas pergi kemana pun. Sedangkan dirinya sendiri, terjebak di gunung yang terisolasi hanya ada Ayah dan Ibunya. Jika Ayah dan Ibunya bukan penyihir yang aneh tentu mereka tidak akan tinggal di hutan dan kebosanan.
“Apakah kamu ingin memiliki benda ini, Nak?” tanya kakek itu ramah.
Robert mengangguk.
“Kenapa kamu menginginkan benda ini,” tanya kakek.
“Karena aku ingin terbang di langit dan bebas kemana pun aku mau,”kata Robert bersemangat.
Kakek itu tersenym kemudian berkata, “Wah, jawaban yang bagus. Ini kuberikan pesawat kecil ini kepadamu. Esok hari keinginanmu akan terkabul.”
Robert menerima pesawat itu dari si kakek dan tak henti-hentinya menatap pesawat kecil yang ada di telapak tangannya. Ia baru mau mengucapkan terima kasih pada si kakek tapi sosok kakek itu sudah menghilang. Robert bingung, ia hanya mengangkat bahu dan masuk lagi ke dalam rumahnya. Ia senang mendapat mainan baru, apalagi mainan pesawat. Di malam hari Robert tidur sambil terus memegang pesawat barunya.
Keesokan hari Robert terbangun dan mendapati bahwa badannya kaku. Ia membuka matanya dan menyadari bahwa ia sudah tidak berada di kamarnya. Ruangan ini berbeda, tempat ini bukan kamarnya. Di depan ia melihat sebuah pintu yang lebar sekali berwarna abu-abu. Pintu itu merupakan pintu geser yang sudah terbuka. Cahaya matahari masuk dari celah pintu tsb. Ia juga melihat ada orang-orang yang begitu kecil. Otaknya terkejut melihat manusia-manusia yang begitu kecil. Ia bergerak mendekati manusia-manusia itu dan sangat terkejut. Tidak hanya manusia-manusia itu sangat kecil, tapi Robert juga merasa dirinya sangat berat dan tidak gampang bergerak. Namun, ia masih bisa melihat ke kanan dan ke kiri. Otak Robert memberitahu bahwa Robert telah berubah menjadi pesawat.
Perasaan terkejut, bingung, senang campur aduk membuat otak Robert menjadi harus bekerja ekstra cepat untuk membuat hipotesa mengenai apa yang sedang terjadi. Tiba-tiba Robert teringat perkataan kakek itu, “Esok hari keinginanmu akan terkabul.” Robert meringis kegirangan dan meloncat-loncat senang. Manusia di sekitarnya terkejut dengan pesawat yang loncat-loncat sendiri tidak tahu caranya bersikap. Mereka berpikir bahwa sihir di pesawat ini tidak bekerja sempurna.
Robert pun memutuskan untuk keluar dari tempat itu dan mencoba untuk terbang. Ia bergerak dengan cepat keluar melewati manusia-manusia kecil di bawahnya.
Manusia-manusia itu adalah pegawai pesawat penerbangan militer yang sedang memeriksa keadaan pesawat-pesawat. Oleh karena kegirangan, Robert tidak memperdulikan sekitar dan pergi keluar untuk terbang. Ia tidak pernah merasa sebahagia ini, ia berpikir untuk terbang. Tubuh barunya pun menuruti pikiran tsb.
Robert terbang ke atas, ke langit tempat yang sering ia pandangi setiap hari. Ia akan bertemu makhluk dan benda yang sudah membuatnya iri setiap hari. Ia berniat berkelana kemana pun ia mau, pergi ke semua tempat yang bisa dia temukan. Robert terbang bebas bersama burung-burung di langit yang biru cerah dengan awan-awan berbentuk kapas tipis. Hatinya gembira menikmati perjalanan yang begitu sejuk, jauh dan luas.
Kegembiraan itu tidak berlangsung lama, karena ia merasakan ada yang salah dengan tubuhnya. Kipas di sayap sebelah kanan tidak berputar secepat kipas yang lain. Merasa khawatir akan keselamatan dirinya, Robert pulang ke pangkalan tempat dia tinggal sebagai pesawat. Selama perjalanan Robert merasa waswas karena semakin lama kipas tsb. bergerak semakin lambat.
Untunglah ia sampai di pangkalan tepat pada waktunya. Di sana ia sudah ditunggu oleh seorang kapten yang berwajah seram. Ia bergerak turun dan berhenti tepat di depat si kapten. Langit telah berubah menjadi oranye hitam, dan hal itu membuat tampilan si kapten semakin menakutkan. Beberapa pegawai penerbangan yang berdiri di belakang si kapten juga menatap Robert dengan kesal. Robert hanya menatap mereka dengan bingung dan tanpa merasa bersalah.
Bagai harimau yang mengaum di tengah hutan, si Kapten berteriak marah kepada Robert. Sebagai pesawat militer Robert telah bersikap tidak disiplin dengan pergi seenaknya tanpa perintah. Robert hanya merengut dimarahi oleh si Kapten. Setelah dimaki-maki selama setengah jam, Robert mendapat hukuman latihan terbang besok 5 jam lebih lama dari pesawat yang lain. Meskipun mendapat hukuman, kipas sayap Robert tetap diperbaiki oleh pegawai penerbangan.
Di malam hari Robert menangis sedih. Tidak pernah ia dimarahi sebegitu keras oleh Ayah Ibunya. Namun, ia malah dimarahi oleh orang tak dikenal yang kejam sekali. “Daripada seperti ini, lebih baik pulang saja,”bisik Robert dalam hati. Namun, ia tidak tahu cara pulang. Ia tidak tahu cara menjadi manusia. Robert tahu ia harus bertemu si Kakek bertopi ungu, tapi kemanakah ia harus mencari. Hatinya begitu perih tapi ia tidak bisa mengeluarkan air mata. Ia hanya bisa mengeluarkan suara tangisan. Namun, Robert dimarahi oleh pesawat-pesawat yang lain karena berisik. Ia pun diam dengan hati pedih, menunggu hari esok berharap bisa berubah lagi menjadi dirinya yang manusia.
Robert terbangun oleh suara teriakan Kapten yang membahana ke seluruh ruangan. Hari ini mereka ada latihan penerbangan. Dari pagi hingga sore. Untuk kasus Robert, ia harus berlatih hingga malam. Di saat terbang kemarin, ia sudah berencana untuk terbang jauh ke arah selatan untuk melihat bagian dunia yang lain. Dengan malas-malasan Robert melakukan latihan di udara. Ia melihat pesawat-pesawat yang lain tampak serius berlatih. Ia merasa mereka bodoh karena sebenernya mereka bisa terbang bebas ke manapun tapi malah berada di sini melakukan latihan yang melelahkan ini.
Robert mendapat ide untuk kabur saja dari tempat itu. Toh, ia kan dapat terbang. Kenapa juga harus repot-repot latihan begini. Robert pun memutuskan untuk terbang jauh meninggalkan latihannya. Ia harus mencari Kakek bertopi ungu, tapi sebelumnya menikmati dunia dulu. Dengan kecepatan tinggi Robert lari takut si kapten galak akan mengejarnya.
Tentu saja si kapten galak akan mengejarnya. Kapten memerintahkan pesawat-pesawat senior untuk mengejar Robert dan membawanya pulang. Pesawat-pesawat senior bertubuh ramping dan sangat cepat, siluetnya berbentuk segitiga dan tipis. Oleh karena bobotnya yang ringan dan pipih, pesawat senior bisa terbang dengan lincah dan lebih bebas. Berbeda dengan Robert yang merupakan pesawat besar untuk menampung banyak orang/barang. Tubuhnya berat dan tak mampu bergerak lincah. Secepat-cepatnya ia terbang, tidak mungkin lebih cepat dari pesawat senior. Kapten yang mengetahui hal itu hanya mengirimkan 2 pesawat senior untuk mengejar Robert.
Robert sedikit lega karena ia tidak melihat ada 1 pesawat pun yang mengejarnya. Dengan tenang ia berbelok ke timur untuk melihat pantai yang indah. Namun kelegaan itu segera menghilang ketika Robert mendengar suara desing dari belakangnya. Ia berbelok terbang ke atas, berakrobat di atas langit membentuk 1 lingkaran penuh untuk melihat siapa yang ada di belakangnya. Menyadari ada 2 pesawat pipih mengejarnya, Robert langsung terbang menukik ke bawah berniat bersembunyi di balik apapun yang menurutnya mampu menyembunyikan dirinya. Bukan pepohonan, bukan pohon jagung, bukan ilalang, bukan rumah manusia.
Sambil berpikir ia mendengar suara yang sudah semakin dekat. Ia panik, kemudian pikirannya mengeluarkan ide untuk bersembunyi di dalam air. Segera Robert menemukan laut di depannya. Dan dengan nekat ia menceburkan diri ke laut dengan pikiran bahwa ia kuat menahan napas di dalam air dan pandai berenang. Robert baru ingat kalau ia bukan manusia tentunya pesawat tidak bisa berenang. Baling-baling Robert mulai bergerak, tubuhnya mulai terasa berat karena air masuk ke dalam pesawat. Ia akan tenggelam, ia akan mati. Robert menangis sedih, tamat sudah riwayatnya.
“Robert...Robert...” ada suara yang memanggil Robert.
“Kakek?! Bagaimana bisa....,” kata Robert terkejut memandang si Kakek ada di depan matanya, di dalam gelembung yang berukuran besar.
“Kakek! Kembalikan aku seperti semula sebelum aku mati!” teriak Robert panik.
“Tenang saja kau tidak akan mati Robert. Tidak . Aku tidak bisa mengubahmu seperti semula. Kau harus bertanggung jawab terhadap keinginanmu,” kata Kakek dengan nada tenang.
“Tapi ini bukan keinginanku, aku memang ingin terbang bebas di langit dan pergi kemana pun aku mau. Tapi aku tidak bisa melakukannya saat ini. Aku malah sama sekali tidak bebas. Aku tidak bisa terbang ke mana pun aku mau,”jawab Robert dengan kesal.
“Responsibility is the price for freedom. Jika kamu ingin melakukan apapun yang kamu mau, kau harus bertanggung jawab atas semua tindakanmu,hidupmu ataupun keputusanmu. Dengan cara itu kamu akan benar-benar bebas.”
Robert baru mau membantah si Kakek ketika tiba-tiba ada suara keras datang dari kiri-kanannya. Dua pesawat senior berhasil menangkap Robert, mereka mengeluarkan tangan mesin dan mengangkat Robert keluar dari air. Robert meronta-ronta tapi pesawat senior tsb. terlalu terlatih untuk bisa dikalahkan oleh Robert. Setelah beberapa saat, Robert diam dan tidak memberontak lagi. Selama perjalanan kembali ke pangkalan, Robert menangis untuk kesekian kalinya. Ia merasa bahwa ia anak paling malang di seluruh dunia. Ia lahir dari keluarga miskin, tinggal di gunung. Ia terkurung di tempat itu. Namun ketika situasi tiba-tiba berubah. Saat ia berpikir ia sudah bebas, ternyata ia malah dipaksa untuk tunduk pada Kapten yang kejam. Kebebasan yang selama ini ia idam-idamkan tidak pernah terkabul.
Sesampainya di pangkalan Robert digembleng habis-habisan oleh Kapten. Ia dicaci-maki selama 2 jam lebih. Kemudian ia dipaksa latihan dalam keadaan sakit badan gara-gara kemasukan air. Kapten hanya memberikan sedikit sihir, yang menyebabkan Robert kelaparan setengah mati. Ia tersiksa dan semakin menderita ketika ia berpikir bahwa ia makhluk paling malang sedunia.
Saat semua pesawat sudah terlelap, Robert merenung dalam-dalam. Awalnya Robert menyalahkan keluarganya, si Kakek bertopi ungu, dan si Kapten galak. Ia adalah korban ketidakadilan takdir. Selama beberapa lama ia murka pada mereka. Namun, ia merenungkan lagi perbuatannya. Ia mengingat kata-kata Kakek bertopi ungu tentang rensponsibility. Apa pula maksudnya itu? Dalam keheningan malan, Robert merasa sedikit lebih tenang. Ia mencoba untuk rileks dan berhenti berpikir.
Robert tersadar bahwa apa pun yang terjadi pada dirinya merupakan kesalahannya. Jika ia mendengarkan pesan Ayahnya, ia tidak akan dijebak oleh si Kakek bertopi ungu. Jika ia tidak mengeluh tentang hidupnya yang terkukung oleh keterbatasan keluarganya, ia tidak akan iri pada benda-benda di langit yang bisa berkeliaran bebas di atas sana. Ia berusaha tidak mengeluarkan suara sedih, takut dimarahi lagi oleh pesawat-pesawat yang lain. Sebelum matahari terbit, Robert membuat tekad bulat untuk belajar bertanggung jawab atas semua perbuatannya. Demi kebebasan dan harapan akan masa depan yang baik. Ia berharap si Kakek akan melihatnya menjadi anak yang bertanggung jawab dan akan mengembalikan tubuhnya seperti semula. Ia berjanji jika hal itu terjadi, ia tidak akan mengeluh lagi tentang hidupnya.
Sejak hari itu, Robert menerima segala perintah dari Kapten yang galak. Dari latihan-latihan berat setiap hari, mengusir burung-burung yang mengganggu pangkalan, mengirim barang-barang berat ke Pantai Barat sampai mengirimkan para prajurit ke medan perang yang dipenuhi dengan tembakan-tembakan meriam. Ia merasa tubuhnya remuk karena overload bekerja. Kaca jendela di badannya retak, roda-rodanya hampir aus, ada beberapa bagian di baling-balingnya yang berkarat bahkan ada tikus berkeliaran di tubuhnya. Robert memang dirawat setiap hari oleh pegawai penerbangan tapi kelelahannya tidak hilang begitu saja.
Kondisi itu bukan kondisi yang menyenangkan tapi di sisi lain Robert merasa bangga pada dirinya sendiri. Ia mampu menjalani hari-hari yang berat dengan sedikit mengeluh. Ia rajin berlatih sehingga walaupun tubuhnya besar, ia tetap bisa terbang dengan lincah. Berkat latihan dan ketekunannya dalam bekerja, Kapten mengijinkan Robert untuk terbang kemana pun yang ia mau di saat luang. Di saat bisa terbang dengan santailah, Robert baru menyadari perasaan benar-benar bebas. Jika ia kabur, ia tidak bisa terbang bebas karena tubuhnya akan bermasalah dan tidak ada yang merawat. Jika badannya bermasalah, ia bisa jatuh di tengah jalan dan mati/cacat sehingga tidak bisa terbang. Ia mengingat wejangan Kakek bertopi ungu dan tersenyum.
Di suatu malam, ketika Robert, para pesawat dan semua manusia di pangkalan telah tidur, Kakek bertopi ungu muncul di hadapan Robert dan berkata, “Kamu sudah bertumbuh, Nak.” Kakek bertopi ungu mengeluarkan sihirnya dan membawa Robert pulang ke rumah. Di rumah Robert, Ayah dan Ibu bersedih karena Robert tidak bangun-bangun dari tidurnya. Selama berhari-hari sejak Robert berubah menjadi pesawat, Ayah dan Ibu secara bergantian berada di sisi Robert. Mereka berjaga-jaga menunggu Robert bangun.
Ayam peliharaan Ayah berkokok. Ayah dan Ibu masih tertidur di sebelah Robert. Tangan kecil Robert masih memegang pesawat yang diberikan oleh Kakek bertopi ungu. Robert membuka kelopak matanya dan melihat ke samping. Ia melihat Ayah dan Ibu kesayangannya. Ia segera terbangun dan membangunkan mereka. Ayah dan Ibu mengejap-ngejapkan mata ketika melihat Robert menatap mereka sambil tersenyum ceria. Di pagi hari yang cerah itu mereka sekeluarga berbahagia dan mensyukuri apa yang telah terjadi.
Sejak saat itu, Robert menjadi anak yang lebih dewasa dan bersemangat. Ia membantu Ibu mengurus ayam-ayam di belakang rumah, memetik buah di hutan sambil menyanyi di sepanjang jalan. Ia bahkan menemukan jalan ke kota. Lokasi mereka memang jauh dari kota tapi bukan berarti tidak bisa dicapai. Robert masih sering memandang ke langit, tapi bukan karena iri, lebih karena mengenang kebahagiaan saat terbang. Robert tidak bisa melupakan perasaan bahagia saat terbang, ia pun bertekad untuk terbang lagi saat dewasa nanti, entah bagaimana caranya.