de_wind Penulis Sejati
Jumlah posting : 3494 Points : 3669 Reputation : 52 Join date : 29.03.11 Age : 39 Lokasi : Bekasi
| Subyek: ----Mantra---- Thu 12 Jul 2012 - 0:11 | |
| ATAS REQUEST BANG TUTI... tap gak tau nih, bagus apa gak... mohon komenny, yg pedes yak... tetep dimakan kok ---------------------------------------- MANTRA Dia menyanggul rambutnya dengan hati-hati. Jemarinya gemulai menyeka rambutnya yang hitam kelam. Bola matanya yang kecoklatan menatap bayangannya yang menatapnya tanpa berkedip. Dia memajukan wajahnya, mengedipkan sepasang mata yang diselimuti oleh bayangan gelap oleh bulu mata yang tebal dan panjang.
“Sekali lagi,” bisiknya membujuk. Membujuk dirinya di seberang sana. Untuk apa? Entahlah. Dia memikirkannya dengan matang. Perlukah sekali lagi itu? Dia berkedip pelan, menikmati setiap lekuk wajahnya yang mengalir dengan lembut membentuk sebuah wajah yang ayu.
Dia tersentak, menunduk, melarikan diri entah dengan tujuan apa. Melarikan diri dari bayangannya yang menatapnya tanpa kedip, menghakiminya dan menelanjangi sanubarinya. Dia menggelengkan kepalanya dengan kuat, mengusir segala bayangan yang meremas otaknya.
“Ini aku… Ini aku. Ini aku!” Dia mengulangnya bagai sebuah mantra. Bagaikan sebuah mantra yang dilantunkan oleh para penyair yang tenggelam dalam sumsum karyanya. Dia menegakkan dagunya, kembali menatap bayangannya tajam, seakan mengancam. Seakan bermaksud untuk berperang dengannya. Dia berbalik dengan anggun, tersenyum mengejek bayangannya sendiri.
Kalau saja, batinnya perih. Kalau saja ada kesempatan kedua… Dia tidak meneruskan pikirannya yang berkecamuk itu. Dia mempercepat langkahnya, menegakkan dagunya dan mengabaikan pipinya yang memerah tersipu. Roknya melambai tertiup angin malam yang bersenandung pilu, mengantarkan jiwa-jiwa yang terluka, pulang ke pelipur laranya. Namun, tempatnya mengadu sudah punah, tertelan oleh keangkuhan dan kebencian. Dia berjalan hingga langkahnya tertelan oleh kegelapan malam.
***
“Halo, bang,” sapanya, mengeluarkan senyum mautnya, mencoba meluluhkan hati pria yang berada di hadapannya kini.
“Halo, neng…” Pria itu terkekeh sendiri. Dia tahu bukan saatnya untuk memikirkan arti tawa kecilnya itu.
“Mau kemana, sih bang? Di sini aja, aku temenin…” Dia merayu dengan genit, mengedip-ngedipkan pelupuk matanya yang tebal oleh bulu mata palsu.
“Emang mau nemenin abang?” goda pria itu, menatapnya jail. Dia tersenyum semanis mungkin.
“Iya, dong…”
“Cukur dulu tuh, bulu kaki…” Tawa pria itu meledak. Pria itu dan temannya tertawa hampir-hampir histeris. Mukanya bersemu merah, dia hampir saja meledak marah. Namun, dia mengepalkan tangannya dengan erat dan berbalik pergi. Dia menggigit bibir bawahnya kuat-kuat. Dia tidak peduli kalau itu akan memunculkan semburat merah darah. Kesal! Kesal! Air mata membayang di pelupuk matanya, tapi ditahannya hingga matanya terasa perih. Dia berhenti di samping rumah makan yang tidak seberapa besar, menyenderkan punggungnya di sana. Dia menunduk, memandangi kakinya. Memang dia belum bercukur beberapa hari ini. Dia memperhatikan bagaimana betisnya meregang, menunjukkan segaris otot yang kencang. Dia memejamkan matanya, mencoba menahan rasa sakit.
“Heh, ngapain di sini? Di sini gak boleh ngamen, ya?!” Sesosok pria dengan tubuh tinggi dan besar, berkacak pinggang dan menuding-nudingnya. Dia tersentak dan menegakkan tubuhnya.
“Siapa yang ngamen?!” serunya kesal. Suaranya berat dan serak.
“Ya udah, pergi sana! Nganggu dagangan orang!!” usir pria itu, sambil melambaikan tangannya asal lalu. Dia mendelik marah, tapi tidak mampu berbuat suatu apapun. Dia memang pengecut. Dia mendecak kesal dan berlari pergi. Dimanapun. Dia tidak diterima dimanapun. Tidak di sini, tidak pula di sana. Malam sudah memperangkap jiwanya, keruh dan lusuh, mengurai sisa-sisa kehidupannya. Kehidupannya yang telah lama hilang. Dia menangis. Dia menangis.
Malam perlahan beranjak merayap. Cahaya-cahaya lampu yang terbias dari jendela etalase toko-toko mulai menghilang, perlahan tetapi pasti. Dalam kegelapan itu, dia menemukan bayangannya. Seorang trans-gender dengan make-up tebal dan rambut palsu yang kelam, tertarik rapi ke arah belakang. Dia melepas sanggulnya, rambut hitam kelam itu jatuh terurai di bahunya yang bidang. Dia terpaku menatap bayangannya. Dia menyisir rambut yang sedikit kaku itu dengan jemarinya yang kurus dan lentik, membiarkannya jatuh membelai pipinya yang memerah.
“Ini aku,” bisiknya, mengucapkan mantra itu sekali lagi. Entah apakah dia bisa hidup tanpa mantra itu.
Dia merapikan roknya dan menata kembali tas tangannya. Seketika dia terpaku oleh sesosok wanita bertubuh ramping. Wanita itu menghentikan langkahnya, menatapnya lekat. Dia terbelalak dan segera menundukkan wajahnya. Dia berusaha untuk melewati wanita itu tanpa sedikitpun untuk melihat kembali wajah yang dipenuhi oleh guratan rasa sakit itu.
Dia tersentak kembali. Tangannya telah terpenjara oleh genggaman lembut wanita itu. Dia belum juga menghimpun keberaniannya untuk menatap wanita itu.
“Bar,” sahutnya. Wanita itu terdiam sejenak. Mereka berpegangan tangan, namun tak jua mempertemukan jendela jiwa mereka. Takut. Resah. “Ayo, pulang.”
Dia tersentak. Kata itu begitu merasuk ke dalam hatinya, meremas-remasnya hingga terasa sesak. Air matanya menggenang kembali di pelupuk matanya. Dia tidak menjawab. Pun tidak menoleh. Mereka membeku dalam dunia pikiran mereka masing-masing.
“Udah, ayo pulang,” desak wanita itu lagi.
“Pulang ke mana?” sergahnya, menampik tangan wanita itu. Mereka berpandangan sekarang. Dia dengan amarahnya, wanita itu dengan kesepiannya. “Aku gak punya rumah. Aku gak bisa pulang kemanapun. Gak ada satu tempatpun di dunia ini untukku.” Tangisannya pecah.
Dia membalikkan badan dan berlari. Namun, tubuhnya tertahan oleh pelukan wanita itu. Wanita itu dan segala kelembutannya. Kasih dan sayang tak berbatas untuknya. Semuanya hanya membuatnya semakin sakit. Semakin terdesak untuk lari. Melarikan diri dari semuanya.
“Ayo, Bar. Pulang… Pulang…” Mantra yang lain mendengung di telinganya. Mantra dari wanita terkasih. Tidak ada hal lain yang keluar dari bibir tipis wanita itu. Mereka bersenda gurau dalam duri, tertawa dalam kerisauan. Semua di dunia hanyalah permainan. Permainan itu yang menenggelamkan mereka semua.
Ayahnya yang bermain menjadi pemain catur yang menggerakkan pion-pionnya dalam kotak raksasa yang bernama rumah. Ibunya yang bermain menjadi pengisah gila tentang perjuangan dan keberanian. Tidak ada satupun yang mengerti permainannya. Permainannya hanya seuntai kalung mutiara yang berkilau memantulkan irama santunnya. Permainannya hanya tarian gemulai yang diperuntukkan untuk orang-orang terkasihnya. Orang-orang yang memandanginya dengan jijik. Orang-orang yang tidak mengenalnya, bersikeras untuk mengalihkan pandangan mereka atasnya. Orang-orang yang dia sebut orangtuanya.
Dia berbalik, memandangi tubuh wanita yang bergetar oleh kesedihan itu. “Ma…,” ucapnya lirih. Wanita itu menengadah, menatapnya lekat. “Lihat aku, ma…”
Setitik air mata menetes turun kembali ke pipinya yang sudah meriut. Dia menatapnya lekat-lekat.
“Ini aku, ma…”
Wanita itu mengangguk, tidak mengucapkan satu kata apapun, melainkan membelai pipi kemerahannya. Air matanya pun menetes.
“Pulang, yuk, nak…”
“Gak ada jalan pulang, ma…” Dia menghapus air matanya dan menegakkan tubuhnya. Dia menajamkan kembali pandangannya, untuk menatap baik-baik bayangan wanita yang memenuhi pelupuk mata dan segenap pikirannya selama ini.
“Tapi…”
“Aku mau pulang… Tapi, aku sadar. Aku udah pulang.” Dia tersenyum pada wanita itu. “Aku gak punya rumah, ma… Tapi aku selalu bisa pulang… Ke mama…”
Bibir bawah wanita itu bergetar, seakan hendak mengucapkan sesuatu.
“Gak pa-pa, ma… Aku tetep anak yang udah mama lahirin. Anak yang mama besarin dengan banyak kisah-kisah pahlawan.”
“Tapi, Bar…”
“Aku mungkin sedang ada di persimpangan jalan sekarang… Tapi, mama tau kan? Aku selalu bisa berjuang. Aku ini pahlawan untuk diriku sendiri. Mama yang ngajarin itu.”
Dia meremas tangan wanita itu. Mereka tidak lagi bertatapan. Mereka menunduk. Dengan senyum yang kini menghiasi kedua wajah bersimbah air mata itu. Permainannya sudah berubah arah, tidak lagi memperlihatkan satu keluarga sederhana. Keluarga itu hanya tumbuh dan berkembang, menentukan arahnya masing-masing. Dengan tetap berkeyakinan bahwa selalu ada jalan untuk pulang. Ke hati mereka masing-masing.
Tidak ada kata-kata perpisahan. Tidak ada lagi tangis dan pelukan kesedihan, Dua orang dewasa saling memunggungi dan berjalan menjauh, menuju arah yang mereka pilih.
***
Dia menyanggul rambutnya dengan hati-hati. Dia kembali menatap bayangannya yang membalas tatapannya tanpa kedip. Dia masih melihat seorang pria berparas kemayu dengan dandanan yang terlalu tebal. Dia tidak lagi mengucapkan mantranya. Mantra ibunya, kini bergaung memenuhi ruang di kepala dan hatinya. Pulang. Pulang. Pulang. Mantra yang mengurungnya dalam penjara kebingungan, mantra yang menjurangi hatinya dengan keresahan. Malam ini dia kembali menghadapi permainannya. Dengan gagah berani, layaknya kisah-kisah pahlawan yang didengungkan oleh ibunya. Kisah yang berisi pengharapan dan doa agar anak lelakinya menjadi pahlawan sejati. Keresahannya belum berakhir. Penantiannya akan jawaban belum pula putus. Namun, jalan masih terbuka lebar. Untuk melakukan kesalahan dan memperbaikinya. Untuk pulang ke hati wanita terkasihnya. Untuk pulang kembali pada apapun yang menantinya.
"Ini aku." TAMAT | |
|
m0nd0 Penulis Senior
Jumlah posting : 1446 Points : 1487 Reputation : 17 Join date : 11.07.12 Age : 35 Lokasi : Jakarta-Bandung
| Subyek: Re: ----Mantra---- Thu 12 Jul 2012 - 0:38 | |
| Baguus!! Inner dialogue sama konflik pikirannya kerasa realistis. Pemilihan kata-katanya juga aku suka.
Cuma aku masih kurang jelas di bagian 'kesempatan kedua'. Bukankah hal itu sudah hadir saat ibunya datang mengajaknya pulang?? Terus landasan kenapa ia memilih jadi transgender. Keliatannya keluarganya cukup normal dan malah bisa 'menerima' pada akhirnya..
Typo: -"Kalau saja," Batinnya perih. "Kalau saja ada kesempatan kedua…" (setau aku yg seperti ini masuk dialog.)
-...Mantra yang mengurungnya dalam penjara kebingungan, mantra yang menjurangi hatinya dengan keresahan.
Malam ini dia kembali menghadapi permainannya. Dengan gagah berani, layaknya kisah-kisah pahlawan... (sebaiknya pindah paragraf)
Itu aja sih kritiknya, selebihnya oke.
| |
|
de_wind Penulis Sejati
Jumlah posting : 3494 Points : 3669 Reputation : 52 Join date : 29.03.11 Age : 39 Lokasi : Bekasi
| Subyek: Re: ----Mantra---- Thu 12 Jul 2012 - 12:45 | |
| ooooh makasi bnyk, mondoooo...... :hug: oke oke, nnt aku perbaikin bisa dbilang ini masih draft sih, klo masuk persetujuan aku lengkapin klo gak, ya aku keep dlu bwt nanti aku kmbangin lebih lanjut... okee ide ny boleh bgt...masukin aaah msukin... aku sih mikirny kesempatan kedua lebih ke kebingungan identitasny jd dia itu sbnrny jd transgender masih konflik dan belum nemu jln keluar bkn mslh kluargany nerima apa gak... tp nnt mgkn drenov lg soalny kesanny ksempatan kdua itu krena kluarga ya.. | |
|
m0nd0 Penulis Senior
Jumlah posting : 1446 Points : 1487 Reputation : 17 Join date : 11.07.12 Age : 35 Lokasi : Jakarta-Bandung
| Subyek: Re: ----Mantra---- Thu 12 Jul 2012 - 14:44 | |
| Ooh begitu ternyata... murni inner conflict. Soalnya kalau aku ngerasa situasi dia yang mesti kuat ngejalanin (seperti gak punya pilihan), belum terlalu kerasa bimbangnya.. Aku juga mau minta dikomen dong Disini: Cammomile Tea | |
|
de_wind Penulis Sejati
Jumlah posting : 3494 Points : 3669 Reputation : 52 Join date : 29.03.11 Age : 39 Lokasi : Bekasi
| Subyek: Re: ----Mantra---- Thu 12 Jul 2012 - 16:08 | |
| okeeee.... langsung ke TKP | |
|
Domba Penulis Berbakat
Jumlah posting : 397 Points : 414 Reputation : 3 Join date : 31.05.12
| Subyek: Re: ----Mantra---- Thu 12 Jul 2012 - 16:48 | |
| Wind.. Wind.... haih..... kok ngak ada romancenya.. gimana bisa komentar Komennya ini aja deh.... "Wind kamu cantik deh" menarik loh ceritanya | |
|
de_wind Penulis Sejati
Jumlah posting : 3494 Points : 3669 Reputation : 52 Join date : 29.03.11 Age : 39 Lokasi : Bekasi
| Subyek: Re: ----Mantra---- Thu 12 Jul 2012 - 16:56 | |
| knp mesti ada romance sih? klo gtu gak usah komen... klo soal cantik, mah iya aku jg tau gak usah diingetin lg... | |
|
Sponsored content
| Subyek: Re: ----Mantra---- | |
| |
|