Meskipun mungkin tak ada sedikitpun rasa sesal di hatiku kepadanya, aku hanya sedikit dan masih sering menggemakan pertanyaan itu di hatiku. Apa salahku??? Apa karena menolak keinginannya yang tidak sesuai dengan prinsipku, dia lantas bisa meninggalkanku begitu saja?? Segampang itu?? Tidak adakah artinya sedikitpun semua yang telah dilewati?? Dan mengapa aku mesti berhutang budi hanya karena ia menganggap telah berjasa besar dalam hidupku?? Aku tak pernah memaksanya mengantarku, atau membelikanku barang-barang, atau mengajakku makan di restoran mahal.
Dan anehnya, hatiku terasa kosong. Air mata yang seharusnya tumpah tak ada yang menetes sedikit pun. Kalaupun sempat menetes, itu hanya karena aku mengasihani diriku. Menangisi kebodohanku, dan menangisi diriku yang semestinya tidak melepaskan tameng ketidakpercayaanku pada siapapun. Semestinya aku tidak mempercayainya sejak dulu. Semestinya aku tidak terbuai oleh perasaanku. Semestinya aku tak boleh mencoba meyakinkan diriku kalau aku bisa mencintai dan mempercayai seseorang. Karena tak ada seorang pun yang bisa dipercaya. Semua pengkhianat. Dengan cara mereka masing-masing. Dan sekarang itu membuatku semakin yakin. Tak ada Cinta sejati. Omong kosong yang terus menerus dicari setiap orang. Orang-orang hanya mendengar apa yang ingin dia lihat.
Dan sekarang, tinggalkan aku sendiri disini. Biarkan aku dengan hatiku yang sinis. Biarkan aku dalam kehidupanku. Aku baik-baik saja. Dan jangan harap aku mau menghilangkan keyakinanku kalau tidak ada cinta sejati lagi disini. Aku akan baik-baik saja. Aku akan berhasil, dan aku akan menunjukkan, kalau aku bisa. Kalau aku selalu bisa bertahan. Kalau aku, yang tak pernah mau dimengerti, untuk selamanya akan seperti ini.
Apa benci bisa membuatku puas?? Tak ada kata yang tepat untuk menggambarkan perasaanku saat ini. Yang aku tahu, ada sebuah ruang, mungkin banyak ruang di hatiku, yang kosong. Tak ada isinya hingga aku tak tahu harus merasa apa?? Wajahnya yang terakhir kulihat, menggambarkan keegoisan. Menggambarkan kemarahan yang tidak masuk akal. Aku hanya ingin berhenti berbuat salah. Dan tidak masalah jika aku harus menerima begitu banyak resiko.
Aku tidak takut pada resiko. Bukankah selama seumur hidupku, aku selalu menantangnya??? Dan jika karena keinginanku untuk berhenti berbuat salah, bisa menghancurkan hidupku,bisa membuatku kehilangan banyak hal, aku tidak akan menyesal. Bukankah hidupku sudah pernah berulang kali hancur. Bukan saja hancur, tapi hilang tak berbekas. Dan bukankah dia adalah salah satu penyebabnya. Dan dia dengan tenang saja mau merengut mimpiku lagi dari sisiku.
Aku menunggu begitu lama untuk menghilangkan rasa bersalah di hatiku karena sudah mencintainya. Dulu, aku sangat takut kehilangan dirinya. Dulu, aku sangat ingin selalu berada di sisinya. Semuanya sudah kuberikan. Dengan harapan ia mau mencintaiku sebesar aku mencintainya. Tapi apa yang kudapat??? Kekecewaan berulang, rasa sakit yang berulang, dan lubang dan luka di hatiku yang terus menerus ada. Dan saat ia kembali memberikan luka yang baru di atas luka yang belum sembuh, di saat itu juga, dengan ajaib aku berhenti mencintainya. Aku berhenti mencoba, dan aku berhenti merasakan sakitnya. Aku baik-baik saja.
Kini, di sisa umurku, meskipun aku selalu berharap tak merasakan usia tua (aku ingin mati secepat mungkin dalam masa mudaku. Meskipun tentunya aku tak akan sebodoh itu membunuh diriku. Aku hanya tak mau membayangkan diriku keriput, tua, dan dikelilingi cucu. Karena aku tak akan memiliki cucu. Bahkan anak. Karena aku tak ingin menikah. Karena aku tak mau menyakiti sesuatu yang murni dan menjadikannya sesinis diriku), aku hanya ingin bahagia. Dengan diriku sendiri.
Mungkin suatu saat, akan ada seseorang yang mau menerimaku, tapi aku tak akan membiarkan dirinya memasuki kehidupanku terlalu jauh. Aku tak mau melukai orang lain lagi. Dan aku tak akan membiarkan diriku dilukai orang lain lagi.
Aku hanya ingin hidup normal. Tapi seberapa besar sih, persentase orang yang bisa hidup normal di dunia ini. aku hanya ingin bebas. Melakukan apa yang aku suka, pergi ke tempat yang aku mau, berteman dengan orang-orang yang aku inginkan. Aku tahu batasnya. Dan aku tidak akan berani melakukan kesalahan. Tapi mengapa ia tidak mau sedikit saja mengerti. Merasa yang paling benar, merasa yang paling baik, itu membuatku malas berbicara, malas mengeluarkan pendapatku. Aku tidak suka pertengkaran, aku tidak suka keributan. Aku hanya mau hidup tenang, bekerja dengan nyaman, bersosialisasi dengan tenang. Klise memang. Tapi semua orang menginginkan kedamaian bukan???
Seumur hidupku aku berusaha meredam perasaan yang ada didiriku. Rasa tidak puas dengan rasa syukur, rasa jengkel dengan bahagia, rasa kecewa dengan toleransi. Mungkin kedengarannya sangat munafik. Kedengarannya sangat mengada2. Aku hanya ingin menikmati jerih payahku selama ini dengan tenang. Tidak diungkit2 dengan semua yang pernah ada di hadapanku. Kalo memang awalnya tidak merasa nyaman dengan pemberian, kenapa mesti memberi??
Aku tersenyum dengan hati teriris. Menikmati semua luka yang ada seperti menikmati masakan terlezat di dunia. Aku percaya, kebahagiaan tidak bisa mudah di dapatkan. Saat kebahagiaan mudah di dapatkan, pasti ada yang salah, pasti ada yang kurang.
Semestinya aku tak pernah percaya akan ada yang datang padaku dan mencintaiku tulus. Tidak mungkin, kisah-kisah cinta itu hanya bagian khayalan para penulis terhadap kisah mereka yang tidak bahagia.
Mungkin aku yang terlalu sensitive, pikirku. Kucoba ulang kata2 itu berulang kali. Setiap ada riak-riak kecewa di hatiku kucoba hilangkan. Tidak penting. Mungkin benar kita akan terus menerus bertemu dengan orang yang salah sampai menemukan orang yang benar suatu saat untuk mengisi kehidupan kita. Tapi bagaimana kau tahu itu yang benar dan itu yang salah??
Aku tidak pintar memamerkan perasaanku. Karena aku tak mau orang mengartikan salah sikapku. Dan mungkin itu yang membuat orang-orang berpikir tidak apa2 menyakiti hatiku. Karena bagi mereka hatiku gampang diperbaiki. Yang mereka tidak tahu, luka yang mereka berikan cepat sembuh memang, tapi meninggalkan bekas yang tidak hilang.
Aku tidak mau mereka tahu kelemahanku. Aku tidak mau mereka menertawaiku. Aku harus kelihatan kuat.
Aku hanya merasa sedikit frustasi sekarang. Kenapa aku sudah kehilangan rasa itu. Saat bersamanya bukan jadi saat yang indah tapi rasa takut. Aku takut berbuat salah, takut melangkah, takut dicurigai. Bukankah semestinya cinta tidak begitu? Bukankah cinta berarti saling menyayangi, saling percaya, saling mengerti, saling toleransi? Atau hanya aku yang merasa begitu? Apa karena standar yang kutetapkan sangat tinggi? Begitukah??
Terlalu sering aku mengasihani diriku. Beberapa kali untuk hal yang aku bahkan bingung tentang apa itu. Aku yang anti sosial, rendah diri, tidak percaya pada siapapun… Kenapa seperti itu??
Ada lubang besar yang menganga di hatiku. Aku bingung bagaimana caranya lubang itu bisa sembuh dengan baik… atau paling tidak, bagaimana lubang itu bisa tertutup sedikit saja. Karena lama kelamaan aku tak bisa menahan sakitnya. Aku tak bisa. Dengan kegilaan ini, rasa cemburu berlebih ini, semuanya… aku bahkan tak bisa dengan sempurna menghormati diriku. Tubuhku yang sakit, hatiku yang berulang-ulang terluka… aku berharap aku bisa segera menyembuhkan luka ini.
Atau hanya aku yang merasa begini? Karena orang-orang yang kuanggap menyakitiku bahkan tidak peduli sama sekali. Mereka tidak merasa bersalah, atau menyesal. Bahkan menganggap tidak terjadi apa-apa. Lalu sebenarnya rasa sakit yang kurasakan, kesedihan yang ada, sebenarnya apa?? Apa khayalanku saja??
Makassar, 21 Juni 2012