Menarik nafas perlahan lahan, menghembuskan nafas perlahan – lahan. Seorang anak kecil melakukannya berkali-kali di tengah hutan, bersyukur atas setiap nafas yang masih dapat ditariknya.
Matanya mengerjap beberapa kali melihat cahaya mentari yang bersinar melewati cela-cela dedaunan dan tubuhnya sedikit mengigil oleh dinginnya embun di sekeliling hutan. Anak kecil itu menghembuskan nafas dari mulutnya dan melihat uap putih menyebar ke tengah udara yang segera melebur hilang dengan udara sekelilingnya.
“Seperti itu jugalah engkau seharusnya melebur kembali dengan Penciptamu,” kata sebuah pohon besar yang tua di hadapannya.
“Siapakah Pencipta itu?” tanya anak kecil itu dengan mata penuh keingintahuan.
“Pemilik dari tangan yang menciptakan dirimu, diriku dan semua yang dapat engkau lihat maupun tidak,”kata pohon itu menggerakkan cabang-cabang ranting dan dedaunannya yang menghasilkan suara gemerisik serta menjatuhkan beberapa lembar daunnya ke atas tubuh anak kecil.
Anak kecil itu terdiam memegang selembar daun tua di tangannya, “Aku tidak mengerti,” kata anak itu dan menatap pohon besar, “Ajari aku cara kembali kepadaNya?”
Pohon besar itu tertawa, “Aku tidak bisa mengajarimu cara kembali kepadaNya karena itu bukanlah tugasku. Aku bukanlah seorang Guru atau utusan dariNya, aku adalah pohon dan tugasku adalah menjadi pohon, tapi aku bisa mengatakan padamu, Allah senantiasa selalu mengajarimu dari apa yang kamu lihat dan rasakan melalui hatimu.”
“Berbaik hatilah untuk menceritakan padaku, karena aku bodoh dan apa yang kulihat tidak mengajariku,” sahut anak kecil itu.
“Pertama sadarilah bahwa Allah itu Maha Pengasih dan Penyayang, lihatlah sekelilingmu dan sesungguhnya tidak ada manusia atau seekor binatang pun yang tidak dijaga olehNya dan tidak dicukupi olehnya.”
“Tapi aku melihat kemiskinan dan kelaparan,” bantah Anak kecil itu.
“Ya,” kata Pohon tua, “Karena keserakahan, ketamakan, kebodohan dan mementingkan diri sendiri sudah menguasai sebagian makhluk dan membuat mereka merebut hak-hak dari pada milik yang lain ataupun mengunakan apa diberikan Allah pada mereka untuk kesia-siaan. Maka dari itu jauhkanlah sifat tamak, serakah, bodoh dan sifat mementingkan diri dari hati dan dirimu. Sesungguhnya Allah membagi kasihNya pada semua Makhluk adil adanya, oleh karenanya apapun yang didapat dengan cara yang tidak halal dan dikumpulkan atas dasar keserakahan akan menghilang dengan sendirinya dan juga apa yang sudah diberikan Allah pada masing-masing Makhluk dan dipergunakan dengan seenak perut mereka sendiri akan menerima ganjalannya akan kehilangan.”
Anak kecil itu mengangguk.
“Kedua, ketahuilah Allah dan hanya Dialah yang mengatur segala sesuatu di muka bumi ini, apa yang menjadi milikmu dan apa yang tidak menjadi milikmu semuanya bukan karena dirimu tapi hanya semata karena DiriNya, maka jauhkanlah kesombongan dari hati dan dirimu meski telah engkau miliki banyak harta dan ilmu, juga janganlah bersedih saat engkau tidak memiliki apapun juga. Karena sesungguhnya dalam kehidupan ini memiliki Allah di dalam hatimu adalah kekayaan terutama.”
“Aku mengerti,” kata Anak kecil itu, “Karena Dia adalah Allah Yang Maha Pengasih dan aku percaya Rahmatnya akan selalu bersamaku makhluk kecil ciptaanNya.”
Pohon besar itu mengerakkan dedaunannya sejenak dan seluruh tempat menjadi hening, “Ketiga, ingatlah ada Pencipta dari semua yang kamu lihat, ada tangan yang mengatur dari setiap rejeki, jodoh, kehidupan dan kematian. Janganlah kamu terombang-ambing diantaranya, jauhkanlah kemarahan, kebencian, dan semua emosi buruk dari hatimu dan biarkanlah dirimu hanya berserah padaNya. Tiada Tuhan selain Allah. Janganlah membanggakan dirimu karena saat itu kamu telah menuhankan dirimu, janganlah tamak akan harta dan kekayaan, karena saat itu kamu telah menuhankan kekayaan, janganlah takut dan tunduk pada manusia hingga membelokkan kebenaran hatimu dan kebenaranNya karena saat itu engkau sudah menuhankan manusia.”
Anak kecil itu berdiri dan menatap langit, “Tiada Tuhan selain Allah dan hanya kepada Dialah aku berserah diri.”
Dan perlahan-lahan tubuh anak kecil itu melebur dalam Rahmat dan Kasihnya.
Islam sesungguhnya selalu berarti Kepasrahan atau Berserah diri padaNya, menjadi Muslim berarti bersedia menerima Ketetapan Allah dengan kerendahan hati tanpa dipengaruhi oleh emosi buruk dari dalam hati dan senantiasa menjaga kebersihan dan kesucian tubuh, jiwa dan hati .
Tulisan Domba bukan saduran, isi boleh dibagikan dan disebarkan. ^_^Mohon maaf lahir dan batin buat semuanya.