“Selamat Ulang Tahun Kakak..”
Oleh: Widyanto Gunadi
“Kakak.. Kakak, bangun kak.“ Aku terbangun dari tidurku. Kepalaku masih sedikit pusing, tapi aku tak peduli. “Ya Sis? Ada apa? Oh, ya, kakimu…” Siska tersenyum padaku. “ Aku tidak apa – apa kak. Tapi, bukannya kakak ada kuliah hari ini ? “ tanya Siska sambil tetap tersenyum ramah. Aku terpaku pada senyumnya itu untuk beberapa saat. Aku hampir saja lupa akan pertanyaan yang dilontarkan padaku. “ Oh, uh.. Ya, kuliah.. Ya, tentu saja aku ingat, “ jawabku dengan sedikit terbata-bata. “ Tapi, kakimu..” lanjutku. “Kakiku tidak apa – apa kak. Dokter bilang aku bisa pulang besok lusa.” jawab Siska. “ Oh, baiklah. Itu berita bagus, “ aku sedikit lega. “ Oh, ya, kamu mau kubuatkan sarapan? “ lanjutku lagi. “ Itu pasti enak. “ Setelah membuatkan sarapan, aku pun berpamitan padanya untuk pergi kuliah.
***
Aku mendengar derap langkah kaki yang cepat ketika aku berada di koridor kampus. Suara itu berasal dari ruang kesenian. Aku pun penasaran dengan apa yang sedang dilakukan seseorang menjelang pukul delapan malam seperti sekarang ini. Aku pun bergegas menyusuri koridor menuju ke ruang kesenian. Ternyata di situ aku menjumpai Siska yang sedang berlatih menari. Dia bergerak dari ujung panggung yang satu ke ujung panggung yang lainnya dengan begitu lincah. Aku terus mengamatinya sembari menyandarkan tubuhku ke tembok di sebelah kanan pintu masuk ruang kesenian. Nampaknya dia belum menyadari bahwa aku ada di situ dan sedang melihatnya sekarang.
Jam dinding yang bertengger di atas pintu masuk ruang kesenian yang lainnya diseberang tempatku berdiri menunjukkan pukul sembilan lewat lima menit. Dan hanya ada kita berdua di ruangan yang dibangun khusus untuk tempat pertunjukkan berbagai jenis kesenian kampus tersebut. Ruang kesenian tersebut mendadak sunyi senyap. Tampaknya Siska baru saja menyudahi latihan tarinya. Dia tampak sedang menyeka keringat di wajahnya dengan sehelai kertas tissue yang diambilnya dari dalam tasnya. Aku pun berjalan menuju panggung sambil bertepuk tangan pelan.
“ Wow, gerakanmu keren sekali!”
“ Oh, kakak.. Aku tidak tahu kalau kakak melihatku. “
“ Aku cuma kebetulan saja sedang lewat lalu aku mendengar derap langkah dari ruang kesenian. Aku tidak menyangka kau akan ada disini. Kau berlatih sendirian saja? “
“ Iya. Teman – temanku sudah pulang duluan. Aku kaptennya jadi aku harus lebih giat berlatih. “
“ Begitu ya.. Baiklah. Bagaimana kalau kutraktir kau es krim ? Setelah itu kuantar kau pulang. “
“ Hmm.. Baiklah. “
***
Keesokan harinya di jam yang sama kembali aku menjumpai Siska di ruang kesenian. Namun kali ini aku melihat ada seorang anak laki laki bertubuh jangkung sedang berbicara dengannya. Ketika mereka berdua melihatku, mereka langsung terdiam . Si anak jangkung tadi langsung terlihat menundukkan kepala menatap lantai ruang kesenian yang dilapisi keramik berwarna biru muda.
“ Apa dia temanmu? “ tanyaku pada Siska. “ Oh, ya. Perkenalkan, ini Michael. Michael, ini kakakku. “ Aku pun mengulurkan tanganku untuk bersalaman dengannya. “ Aku Andi. Aku kakaknya Siska. “ Michael pun menjabat tanganku. “ Oh, hai.. Aku Michael. “ Dia tampak gugup. Dia bahkan memalingkan wajahnya dariku ketika bersalaman. “ Oh, uh, Sis.. Aku baru ingat. Aku masih punya urusan yang harus kuselesaikan. Aku pulang duluan saja ya. Sampai jumpa. “ Michael pun langsung berbalik pergi. Aku heran. Ada apa sebenarnya dengan anak itu?
***
Hari ini aku berangkat kuliah sendirian saja. Siska bilang dia ada kepentingan yang harus dia selesaikan terlebih dahulu dan memintaku berangkat saja duluan. Dan hari itu aku mendengar keramaian yang berasal dari ruang kesenian. Karena penasaran aku pun segera bergegas menuju ke sana. Disana aku melihat ada yang berbeda dari ruang kesenian tersebut. Tentu saja! Aku baru ingat ini adalah hari ulang tahunku. Siska ingat hari ulang tahunku dan itulah sebabnya namaku tertera di salah satu kain dekorasi panggung yang terletak persis di depan tirai yang membentang menutupi seluruh apa yang ada di atas panggung pertunjukan. Diatasnya tertulis “Happy Birthday Kak Andi” dengan kertas karton warna emas. Lalu di bawah panggung sudah tersedia meja bundar dari kayu dan diatasnya ada kue ulang tahun dengan lilin yang menyala. Orang – orang yang berada disekelilingnya, mereka semua, aku mengenalnya. Mereka tak lain adalah teman – teman sekelasku dan teman – teman satu timnya Siska. Semuanya tampak begitu sempurna hari itu. Akan tetapi, sesaat kemudian, aku pun menyadari bahwa ada satu orang yang tidak hadir di ruangan itu.
“ Siska.. Di mana Siska? Apa kalian melihatnya? ”
“ Sebenarnya… Siska…” Michael angkat bicara.
“ Siska kenapa? “
Kemudian Siska muncul dari pintu masuk lainnya diseberang ruangan dengan mengenakan tongkat penyangga untuk membantunya berjalan. Kaki kanannya digips dengan perban berwarna putih. Dia berjalan dengan tertatih sambil menahan sakit. Teman – temannya membantu menopangnya supaya tidak terjatuh. Melihat pemandangan itu, aku pun langsung berlari menghampirinya dan memeluknya. Tanpa kusadari dapat kurasakna air mataku pun menetes.
“ Kakak.. Selamat ulang tahun ya.. “ ucap Siska seraya mengusap air mata di wajahku. Aku masih tidak percaya dengan apa yang kulihat. Tak pernah terpikir olehku bahwa Siska merayakan ulang tahunku dengan kondisinya seperti sekarang. “ Apa yang terjadi padamu? “ Siska masih saja dapat tetap tersenyum dan dengan tenang menjawabku. “ Aku terjatuh dari sepeda dan melukai kakiku sewaktu ingin membeli kue ulang tahun untuk kakak. Michael sudah berusaha menawarkan untuk mengantarku tapi aku menolaknya. Sebenarnya aku juga ingin menunjukkan hasil latihan tariku, tapi sepertinya tidak bisa dengan kondisiku seperti ini. Maafkan aku sudah membuatmu cemas.”
***
“ Sis, kamu kedatangan tamu. “ Aku melambaikan tangan mempersilakannya masuk. “ Hai Sis.. “ Siska terlihat kaget melihat Michael ada disitu sambil menenteng sekeranjang buah – buahan. “ Aku kemari untuk memberimu ini. Semoga lekas sembuh ya. “ Michael menaruh keranjang tersebut di atas meja disamping tempat tidur Siska. “ Terima kasih ya. “ Michael langsung berpamitan pulang setelah memberikan sekeranjang buah – buahan tadi. Tak lama berselang teman – teman Siska yang lain dating menjenguknya. Dia tampak sangat bahagia. Aku pun sedikit lega mengetahui bahwa Siska memiliki teman – teman yang baik padanya. Dan untuk Michael, dia sepertinya suka pada adikku. Dia menyematkan surat dengan amplop warna merah muda di bawah keranjang yang dibawanya yang ditujukan untuk Siska. Aku pun hanya bisa tersenyum dan membiarkan surat itu pada tempatnya sampai Siska sendiri menemukannya pada saatnya nanti.
***