Kami adalah penulis, dan kami tidak butuh persetujuan dari siapa pun! |
"Jika ada buku yang benar-benar ingin kamu baca, tapi buku tersebut belum ditulis, maka kamu yang harus menuliskannya." ~ Toni Morrison |
|
| Cerita Berantai (Games) | |
|
+8uzie.ra sagitany elfrisrudie aden de_wind tukangtidur ilhammenulis Ruise V. Cort 12 posters | |
Pengirim | Message |
---|
Ruise V. Cort Penulis Parah
Jumlah posting : 6382 Points : 6522 Reputation : 45 Join date : 28.04.11 Age : 31 Lokasi : *sibuk dengan dunianya sendiri jadi nggak tahu sekitar*
| Subyek: Cerita Berantai (Games) Sun 4 Sep 2011 - 20:02 | |
| Rui ngaku saja, ini bener-bener CoPas dari forum lain idenya. InfrantumRui ambil dari sana. Intinya mah: Silakan membuat drabble/cerita sesuai prompt (tema) yang diajukan member sebelumnya, setelah membuat drabble/cerita jangan lupa membuat prompt (tema) untuk member selanjutnya. Peraturan: 1. Entri hanya boleh dalam bahasa Indonesia atau Inggris. 2. M-rated (dewasa) ditulis dalam bentuk quote--kasian yang masih di bawah umur :scratch: . 3. prompt ditulis dalam dua bahasa, Indonesia dan Inggris. 4. eyd? baku-nggak baku? grammar? ya, sesuaikan aja. Rui mulai duluan ya? Silahkan yang mau join... Prompt; Permainan/Games | |
| | | ilhammenulis Penulis Senior
Jumlah posting : 1114 Points : 1203 Reputation : 18 Join date : 23.07.11 Age : 34 Lokasi : Bandung
| Subyek: Re: Cerita Berantai (Games) Mon 5 Sep 2011 - 22:16 | |
| masih belum ngeh... | |
| | | tukangtidur Penulis Senior
Jumlah posting : 831 Points : 988 Reputation : 19 Join date : 30.04.10 Age : 42 Lokasi : Depok
| Subyek: Re: Cerita Berantai (Games) Wed 7 Sep 2011 - 9:50 | |
| Ayo Rui dulu yang pertama mulai ya. Nanti gue menyusul. *padahal masih belum ngerti* | |
| | | Ruise V. Cort Penulis Parah
Jumlah posting : 6382 Points : 6522 Reputation : 45 Join date : 28.04.11 Age : 31 Lokasi : *sibuk dengan dunianya sendiri jadi nggak tahu sekitar*
| Subyek: Re: Cerita Berantai (Games) Thu 8 Sep 2011 - 15:08 | |
| - Spoiler:
Judul; A Game Prompt; Permainan/Game Rated; Teenage (kali ) Banyak yang mengatakan bahwa hidup adalah permainan yang tak mungkin kau menangkan untuk selamanya. Bahwa dalam kehidupan siapa pun tak ada yang namanya kebebasan mutlak dan kau terikat oleh peraturan-peraturan yang tak akan bisa dipatahkan mau pun terkikis oleh waktu. Peraturan yang menyatakan bahwa kehidupan dan sejarah manusia adalah hal yang akan terus berulang. Miki mengerti peraturan tersebut jauh sebelum orang lain mengerti saat mereka mencapai usia setengah abad. Hanya perlu waktu enam belas tahun baginya untuk mengerti hal seperti itu. Bagi Miki—yang saat itu menggunakan nama Ieeya—kehidupan glamornya beralih pada permainan yang selalu berulang di setiap masanya. Manusia sering berkata bahwa merekalah sang korban. Berkata bahwa apa yang mereka miliki telah direbut, walau dalam nyatanya justru merekalah yang merebut. Saling menjatuhkan untuk bisa berdiri dalam rasa aman yang ambigu dan samar—dan Miki sadar ia sudah menari dalam siklus tersebut, tidak seperti orang lain yang membuat seribu satu alasan untuk membenarkan apa yang mereka lakukan. Miki mengerti hal itu, karena sampai usianya yang ke dua puluh, ia bermain dalam permainan yang berulang. Berusaha menjadi pemenang untuk kesekian kalinya setelah ia memenangkan permainan yang sebelumnya. Terus berpindah dan merubah namanya untuk bisa bertahan, agar ia tak harus menjadi pihak yang dirugikan sekaligus sang pencundang—walau sejujurnya ia tak pernah merasa diuntungkan setelah mengambil nyawa satu dengan yang lainnya. Tapi kali ini Miki menjadi sang pecundang itu sendiri dalam beberapa arti. Ia tak ia tak akan pernah bisa menang dalam permainan baru yang melibatkan kedua anak kecil di hadapannya. Piala yang ia menangkan dalam permainan terakhir yang berulang sekaligus permainan yang sebenarnya bukan permainan semata. Cinderamata dari pria yang kini sudah lenyap dalam kehidupannya—untuk selamanya. Kali ini, untuk dua malaikat miliknya, Miki akan mengalah. Kembali menjadi Ieeya yang belum terjerat dalam permainan yang berulang dengan nama berbeda. Kali ini, Miki akan bermain sebagai pecundang. Berdoa agar malaikat-malaikat miliknya tak harus terjebak dalam permainan yang berulang. Memasuki permainan lain yang tak harus memiliki pemenang mau pun pecundang. Dan saat seseorang yang pernah menjadi lawan mainnya muncul, Miki hanya bisa tersenyum masam dan menyapanya. Dengan segala keangkuhan yang ia harapkan masih tersisa dalam dirinya. Menyapanya lalu tertawa perih karena kedua buah hatinya harus bermain lagi dalam permainan yang ia harapkan sudah berakhit belasan tahun lalu. “Kali ini… kau akan ikut?” tanya pria itu, dengan nada sendu yang tak bisa ditutupi lagi. Bukti pasti bahwa pria itu pun sudah lelah dengan permainan yang tengah menanti mereka untuk menjadi partisipan. “Aku hanya pengamat, Vein-san. Aku bukanlah lagi pemain utama. Sudah terlalu lama aku mundur dari dunia itu,” balasan datar yang terurai adalah bentuk dari keputusasaan yang dimiliki Miki. Bahwa ia hanya akan menjadi mata pengamat saat dua malaikatnya harus mengambil jalan yang pernah ia—dan orang-orang dari generasinya—lalui. Kali ini sedikit berbeda, mereka tak akan menjadi sang tokoh antagonis. Mereka yang akan menjadi penyelamat. Pada dunia kacau yang disebut permainan. Dengan inti cerita yang tak pernah jauh berbeda. Permainan untuk menyelamatkan dunia dari orang jahat. Permainan dengan tema pertempuran antara cahaya dan kegelapan. Dan seterusnya… permainan yang akan terus berulang tanpa henti. -- -- --
Prompt; Ujian/Exam Tuh udah Rui mulai duluan
Terakhir diubah oleh Ruise V. Cort tanggal Wed 21 Sep 2011 - 9:15, total 1 kali diubah | |
| | | de_wind Penulis Sejati
Jumlah posting : 3494 Points : 3669 Reputation : 52 Join date : 29.03.11 Age : 39 Lokasi : Bekasi
| Subyek: Re: Cerita Berantai (Games) Sat 17 Sep 2011 - 5:23 | |
| wah seru nih kayakny...cobain ah...sklian bljr nulis kilat Randi tergopoh-gopoh memakai sepatunya, mengabaikan teriakan ibunya untuk sarapan. Mana boleh dia telat hari ini? Dari semua hari, ini adalah hari dimana dia harus secepatnya tiba di kampusnya. Mungkin ada dispensasi buat ketelatan, tapi akibatnya itu yang tidak diinginkannya. Masalahnya, kalau dia telat dan diputuskan untuk keluar dari ruang kuliah, dia akan terjebak untuk mengerjakan ujian tengah semester (UTS)-nya menyendiri diisolasi dari teman-temannya yang lain. Mana boleh dia ujian tanpa teman-temannya? Bisa-bisa gagal dia mengerjakan semua soalnya. Waktu sudah menunjukkan 09.00 WIB, sedangkan UTS-nya dimulai pada pukul 10.00 WIB. Ini Jakarta, waktu berlalu begitu cepat, jika kalian menyangka bahwa 1 jam adalah waktu yang lama, di Jakarta, 1 jam hanya habis untuk setengah perjalanan. Perjalanan mengamati kemacetan lalu lintas, menikmati keruhnya langit oleh debu polusi, dan mencoba berkompromi dengan keributan akibat bunyi-bunyian indah hasil perpaduan dari klakson, teriakan sopir-sopir, dan umpatan para pengendara kendaraan bermotor. Manisnya hidup di Jakarta. Hal inilah yang sedang kualami, aku mengumpat terus dalam hati. Aku terbiasa menempuh perjalanan ke kampus dengan sepeda motor jenis bebek yang sudah menjadi teman setiaku. Dia menjadi temanku saat aku menyalip angkot yang ngetem sembarangan. Dia menjadi temanku saat aku melintasi trotoar menghindari hiruk-pikuk kemacetan di sebelahku. Diapun menjadi teman setiaku saat melanggar marka jalan dan kepergok oleh polisi korup yang hanya ingin mengumpulkan uang dari pengendara yang ceroboh. Jangankan sidang, cukup dengan Rp 30.000, aku lolos dan tertawa dalam hati. Ha! Tapi, teman setiaku itu sedang tergolek di teras rumahku, menunggu majikannya yang pemalas untuk menuntunnya ke rumah sakit motor, alias bengkel. Belum setengah jalan menuju kampus, tiba-tiba bis yang kutumpangi berhenti. Tanpa mengindahkan protes dari para penumpang, dia menyuruh kami semua pindah ke bis lainnya yang siap menunggu di depan congor bisnya. Aku mengumpat pada kernet bis, yang ternyata sudah tuli secara mendadak. Tidak puas, aku mengumpat pula pada sopir bis yang hanya tersenyum manis. Memangnya aku butuh senyum itu? Hasilnya, dari nikmatnya hembusan angin dari jendela dekat kursi yang beberapa menit lalu kududuki, aku terjebak di antara ketiak-ketiak yang dihiasi bau keringat bercampur parfum yang menyengat yang datangnya entah dari mana. Aku mengumpat lagi dalam hati. Sudah berapa kali aku mengumpat hari ini? Jalanan mulai lancar, jarum jam di jam tanganku menunjukkan waktu 09.30 WIB. Aku mulai lega. Dari setengah perjalanan ini setengah jam pas-pasan untuk sampai ke kampus. Minimal, aku bisa sampai benar-benar tepat pada waktunya untuk memilih tempat duduk strategis yang jauh dari meja pengawas dan tertutup oleh pandangan pengawas. Sebenarnya, akan lebih baik apabila pengawas kami adalah dosen kami yang pembosan dan lebih memilih tidur daripada mengawasi mahasiswa-mahasiswa nakal yang kapasitas belajarnya rendah. Baru saja bernafas lega, tiba-tiba orang-orang mulai berteriak panik. Sebuah kaca jendela bis yang kutumpangi telah pecah dengan bunyi yang memekakkan telinga. Aku melongok keluar jendela yang masih utuh dan buram karena sangat jarang dibersihkan. Dari baliknya, aku melihat sekelompok pelajar dengan seragam putih-abu-abu berlarian sambil melemparkan batu, bahkan ada yang membawa parang. Kali ini, aku mengeluh. Apa yang dikerjakan anak-anak ingusan itu? Padahal, mereka tidak perlu terbawa oleh budaya yang telah diwariskan sejak jaman penjajahan dulu. Mereka cukup duduk manis di bangku sekolah, tidak perlu mengikuti jejak kakek, ayah, dan kakak mereka. Biar generasi tua saja yang meramaikan jalanan yang tidak cukup menarik hingga mesti diwarnai dengan layangan bata merah dan percikan darah segar ini. Sopir bis tidak bersedia mengorbankan bisnya yang per di bannya saja sudah tidak terasa sama sekali. Dia merelakan kaca buramnya pecah, tapi tidak merelakan bodi nya yang berkarat di sana-sini untuk dihancurkan pemuda-pemuda berdarah panas itu. Dia berbelok mencari jalan pintas. Aku mengumpat lagi. Lagi? Artinya, dia memutar karena sesungguhnya tidak ada jalan pintas dari jalan yang sedang kami lalui tadi, jadi kuulangi, kami memutar. Berarti menghabiskan waktu lebih banyak. Kalian bisa menyimpulkan satu hal, aku terlambat. Keadaan kampus sudah hampir pula tak berpenghuni saat aku hadir di hadapan gedungnya yang menjulang tinggi itu. Aku mendecakkan lidah dan melihat ke jam tanganku dengan pasrah. Jam 09.48 WIB. Sekarang, aku hanya bisa berharap agar dosen pengawas kami tidaklah disiplin dan ketat dalam menjalankan disiplin itu. Aku hanya terlambat 15 menit, toh? Dan, harapanku terkabul. Maaf? Harapanku adalah dosen pengawas kami tidak disiplin. Seharunya aku mengharapkan bahwa dosen pengawas kami adalah orang yang santai. Jadi, secara akronim, harapanku terkabul. Aku diisolasi dari ruang ujian. Bah! Aku mengepulkan asap dari sebatang rokok yang sedang kujepit dengan kedua jari. Yah, namanya juga hidup. Ada keberhasilan dan ada kegagalan. Yang penting aku bisa menyiasati kegagalan itu dengan cerdas. "Lah, lo kemana tadi, Ga?" tegur temanku, yang sudah meninggalkan ruang ujian dan bergabung bersamaku di kantin kampus. "Telat." "Ujian di ruang dosen?" Dia menambahkan pertanyaannya dengan senyuman yang sama sekali tidak kusukai. "Taun depan aje. Ribet amat." Aku menghembuskan nafasku yang bercampur asap rokok sekali lagi. *tamat* prompt : KAKUS | |
| | | de_wind Penulis Sejati
Jumlah posting : 3494 Points : 3669 Reputation : 52 Join date : 29.03.11 Age : 39 Lokasi : Bekasi
| Subyek: Re: Cerita Berantai (Games) Sat 17 Sep 2011 - 5:26 | |
| wah seru nih kayakny...cobain ah...sklian bljr nulis kilat Judul : Mengejar Ujian Prompt : Ujian Rated : Masa remaja akhir (wakakakakk) Randi tergopoh-gopoh memakai sepatunya, mengabaikan teriakan ibunya untuk sarapan. Mana boleh dia telat hari ini? Dari semua hari, ini adalah hari dimana dia harus secepatnya tiba di kampusnya. Mungkin ada dispensasi buat ketelatan, tapi akibatnya itu yang tidak diinginkannya. Masalahnya, kalau dia telat dan diputuskan untuk keluar dari ruang kuliah, dia akan terjebak untuk mengerjakan ujian tengah semester (UTS)-nya menyendiri diisolasi dari teman-temannya yang lain. Mana boleh dia ujian tanpa teman-temannya? Bisa-bisa gagal dia mengerjakan semua soalnya. Waktu sudah menunjukkan 09.00 WIB, sedangkan UTS-nya dimulai pada pukul 10.00 WIB. Ini Jakarta, waktu berlalu begitu cepat, jika kalian menyangka bahwa 1 jam adalah waktu yang lama, di Jakarta, 1 jam hanya habis untuk setengah perjalanan. Perjalanan mengamati kemacetan lalu lintas, menikmati keruhnya langit oleh debu polusi, dan mencoba berkompromi dengan keributan akibat bunyi-bunyian indah hasil perpaduan dari klakson, teriakan sopir-sopir, dan umpatan para pengendara kendaraan bermotor. Manisnya hidup di Jakarta. Hal inilah yang sedang kualami, aku mengumpat terus dalam hati. Aku terbiasa menempuh perjalanan ke kampus dengan sepeda motor jenis bebek yang sudah menjadi teman setiaku. Dia menjadi temanku saat aku menyalip angkot yang ngetem sembarangan. Dia menjadi temanku saat aku melintasi trotoar menghindari hiruk-pikuk kemacetan di sebelahku. Diapun menjadi teman setiaku saat melanggar marka jalan dan kepergok oleh polisi korup yang hanya ingin mengumpulkan uang dari pengendara yang ceroboh. Jangankan sidang, cukup dengan Rp 30.000, aku lolos dan tertawa dalam hati. Ha! Tapi, teman setiaku itu sedang tergolek di teras rumahku, menunggu majikannya yang pemalas untuk menuntunnya ke rumah sakit motor, alias bengkel. Belum setengah jalan menuju kampus, tiba-tiba bis yang kutumpangi berhenti. Tanpa mengindahkan protes dari para penumpang, dia menyuruh kami semua pindah ke bis lainnya yang siap menunggu di depan congor bisnya. Aku mengumpat pada kernet bis, yang ternyata sudah tuli secara mendadak. Tidak puas, aku mengumpat pula pada sopir bis yang hanya tersenyum manis. Memangnya aku butuh senyum itu? Hasilnya, dari nikmatnya hembusan angin dari jendela dekat kursi yang beberapa menit lalu kududuki, aku terjebak di antara ketiak-ketiak yang dihiasi bau keringat bercampur parfum yang menyengat yang datangnya entah dari mana. Aku mengumpat lagi dalam hati. Sudah berapa kali aku mengumpat hari ini? Jalanan mulai lancar, jarum jam di jam tanganku menunjukkan waktu 09.30 WIB. Aku mulai lega. Dari setengah perjalanan ini setengah jam pas-pasan untuk sampai ke kampus. Minimal, aku bisa sampai benar-benar tepat pada waktunya untuk memilih tempat duduk strategis yang jauh dari meja pengawas dan tertutup oleh pandangan pengawas. Sebenarnya, akan lebih baik apabila pengawas kami adalah dosen kami yang pembosan dan lebih memilih tidur daripada mengawasi mahasiswa-mahasiswa nakal yang kapasitas belajarnya rendah. Baru saja bernafas lega, tiba-tiba orang-orang mulai berteriak panik. Sebuah kaca jendela bis yang kutumpangi telah pecah dengan bunyi yang memekakkan telinga. Aku melongok keluar jendela yang masih utuh dan buram karena sangat jarang dibersihkan. Dari baliknya, aku melihat sekelompok pelajar dengan seragam putih-abu-abu berlarian sambil melemparkan batu, bahkan ada yang membawa parang. Kali ini, aku mengeluh. Apa yang dikerjakan anak-anak ingusan itu? Padahal, mereka tidak perlu terbawa oleh budaya yang telah diwariskan sejak jaman penjajahan dulu. Mereka cukup duduk manis di bangku sekolah, tidak perlu mengikuti jejak kakek, ayah, dan kakak mereka. Biar generasi tua saja yang meramaikan jalanan yang tidak cukup menarik hingga mesti diwarnai dengan layangan bata merah dan percikan darah segar ini. Sopir bis tidak bersedia mengorbankan bisnya yang per di bannya saja sudah tidak terasa sama sekali. Dia merelakan kaca buramnya pecah, tapi tidak merelakan bodi nya yang berkarat di sana-sini untuk dihancurkan pemuda-pemuda berdarah panas itu. Dia berbelok mencari jalan pintas. Aku mengumpat lagi. Lagi? Artinya, dia memutar karena sesungguhnya tidak ada jalan pintas dari jalan yang sedang kami lalui tadi, jadi kuulangi, kami memutar. Berarti menghabiskan waktu lebih banyak. Kalian bisa menyimpulkan satu hal, aku terlambat. Keadaan kampus sudah hampir pula tak berpenghuni saat aku hadir di hadapan gedungnya yang menjulang tinggi itu. Aku mendecakkan lidah dan melihat ke jam tanganku dengan pasrah. Jam 09.48 WIB. Sekarang, aku hanya bisa berharap agar dosen pengawas kami tidaklah disiplin dan ketat dalam menjalankan disiplin itu. Aku hanya terlambat 15 menit, toh? Dan, harapanku terkabul. Maaf? Harapanku adalah dosen pengawas kami tidak disiplin. Seharunya aku mengharapkan bahwa dosen pengawas kami adalah orang yang santai. Jadi, secara akronim, harapanku terkabul. Aku diisolasi dari ruang ujian. Bah! Aku mengepulkan asap dari sebatang rokok yang sedang kujepit dengan kedua jari. Yah, namanya juga hidup. Ada keberhasilan dan ada kegagalan. Yang penting aku bisa menyiasati kegagalan itu dengan cerdas. "Lah, lo kemana tadi, Ga?" tegur temanku, yang sudah meninggalkan ruang ujian dan bergabung bersamaku di kantin kampus. "Telat." "Ujian di ruang dosen?" Dia menambahkan pertanyaannya dengan senyuman yang sama sekali tidak kusukai. "Taun depan aje. Ribet amat." Aku menghembuskan nafasku yang bercampur asap rokok sekali lagi. *thanks all* prompt selnjutnya adalah............ KAKUS | |
| | | de_wind Penulis Sejati
Jumlah posting : 3494 Points : 3669 Reputation : 52 Join date : 29.03.11 Age : 39 Lokasi : Bekasi
| Subyek: Re: Cerita Berantai (Games) Sat 17 Sep 2011 - 5:27 | |
| wah mau ngedit malah do post...sori sori... :oops:
oke, prompt selanjutnya: KAKUS | |
| | | ilhammenulis Penulis Senior
Jumlah posting : 1114 Points : 1203 Reputation : 18 Join date : 23.07.11 Age : 34 Lokasi : Bandung
| Subyek: Re: Cerita Berantai (Games) Sat 17 Sep 2011 - 10:05 | |
| - de_wind wrote:
- wah mau ngedit malah do post...sori sori... :oops:
oke, prompt selanjutnya: KAKUS dopost nya hapus dulu bang | |
| | | de_wind Penulis Sejati
Jumlah posting : 3494 Points : 3669 Reputation : 52 Join date : 29.03.11 Age : 39 Lokasi : Bekasi
| | | | Ruise V. Cort Penulis Parah
Jumlah posting : 6382 Points : 6522 Reputation : 45 Join date : 28.04.11 Age : 31 Lokasi : *sibuk dengan dunianya sendiri jadi nggak tahu sekitar*
| Subyek: Re: Cerita Berantai (Games) Tue 20 Sep 2011 - 19:23 | |
| - de_wind wrote:
- wah mau ngedit malah do post...sori sori... :oops:
oke, prompt selanjutnya: KAKUS Maksudnya KAKUS yang forum ya Kak? 0w0 Mya... akhirnya ada yang ikut game ini Kayaknya kemaren aku bisa hapus post, tapi lupa caranya | |
| | | de_wind Penulis Sejati
Jumlah posting : 3494 Points : 3669 Reputation : 52 Join date : 29.03.11 Age : 39 Lokasi : Bekasi
| Subyek: Re: Cerita Berantai (Games) Wed 21 Sep 2011 - 4:59 | |
| | |
| | | Ruise V. Cort Penulis Parah
Jumlah posting : 6382 Points : 6522 Reputation : 45 Join date : 28.04.11 Age : 31 Lokasi : *sibuk dengan dunianya sendiri jadi nggak tahu sekitar*
| Subyek: Re: Cerita Berantai (Games) Wed 21 Sep 2011 - 9:18 | |
| - Spoiler:
Judul; Random Prompt; Kaskus Rated; K Warning; Bahasa nggak jelas milik Lily
“Lalu mengerjakan tugas?”
Lily memiringkan kepalanya, menatapmu sesaat sebelum mengangguk pelan. Rambut pirang tipisnya yang biasa tergerai diikiat tinggi dengan pita merah yang menjulur sepanjang rambutnya,
“Aku tidak bilang aku akan mengerjakan tugas,” tukasmu pelan.
Gadis itu mengeriyet. Mengetukkan telunjuk kanannya di bawah dagu
“Hanya saja, Ieeya katakan Ieeya tak mungkin akan bisa hadir di pesta malam menjelang petang nanti,”gumamnya ragu. Sedikit bertanya apakah kalimat yang baru saja digunakan olehnya adalah benar atau salah.
Di suatu sudut dalam kepalamu aku menyeringai melihat kesadaran diri Lily. Bahwa cara berbicaranya masihlah menggelikan dan tidak ada perubahan sama sekali. Bahasa Indonesia dengan susunan kacau yang terucap menggunakan aksen british.
“Tapi bukan berarti aku akan mengerjakan tugas, kan?”
Tanganmu terlipat. Berada tepat di depan dada dan menutupi bagian tengah perutmu yang ramping—oh, katakan terimakasih padaku karena aku bersedia mengunjungi tempat olahraga saat kau sedang tidak sadar.
“Setelahnya bagaimana? Apa Ieeya sudah ada memiliki janji? OH! Atau Ieeya melakukan sesuatu di belakang memungungi Lily dan Siska?”
Jari telunjuknya mulai teracung lurus padamu. Dengan kristal aqua bening menatapimu dengan sirat ketertarikan. Suara gemericik terdengar saat Siska yang ada di samping Lily bertopang dagu, meletakkan pulpen biru yang sejak tadi ia gunakan untuk menulis di antara tumpukkan buku fisika dasar mau pun lanjutan.
“Lily… tinggalkan Ieeya, kurasa dia urusan,” ujar gadis tersebut. Memainkan lonceng kecil yang terpasang pada pita hitam di lehernya—seperti ikat leher kucing. “Dan kurasa pula… ia harus melakukannya sekarang,” tambahnya santai.
Kau mengangguk cepat. Meraih tas ransel milikmu dan menatap Lily sesaat.
“Sampai bertemu seusai liburan,” ujarmu. Sedikit menunduk lalu berbalik—berlari kecil keluar dari ruang perpustakaan dan mengabaikan jeritan kesal dari Lily atau pun dengusan samar Siska.
Dan aku tertawa keras, terpantul dalam sel sarafmu sekali pun kau berpikir bahwa itu adalah delusi yang kau miliki. Akibat rasa melilit yang semenjak tadi pagi terus menyiksamu. Oh sungguh, mungkin ada baiknya bila kau tidak masuk hari ini…
…atau mudahnya, terus berada di tempat yang sekiranya paling dekat dengan kamar mandi atau mungkin toilet umum dan mungkin juga--bila kau hendak mengabaikan nama baik pria super kaya menyebalkan itu--kaskus.
:geek: :rendeer: Prompt; Hiburan | |
| | | de_wind Penulis Sejati
Jumlah posting : 3494 Points : 3669 Reputation : 52 Join date : 29.03.11 Age : 39 Lokasi : Bekasi
| Subyek: Re: Cerita Berantai (Games) Thu 29 Sep 2011 - 21:16 | |
| Ini gak ada yg ikutan maen lg nih??? bodo ah, lanjut lagee... - Spoiler:
Prompt : Hiburan Judul : Konspirasi Rate : Dewasa, Bisa Remaja-BO Duar! Bunyi itu memekakkan telinga. Duar! Duar! Bunyi itu kini tidak hanya mengiris gendang telinga orang-orang di sekitarnya, tetapi menimbulkan kepanikan. Rusuh, orang-orang berlarian. Teriakan menggema di antara derap langkah kaki. Rusuh. Polisi mengitari area hotel yang hancur dengan pita perekat kuning yang dihiasi kalimat hitam bertuliskan Police Line. Do Not Cross. Di luar area hotel, kumpulan mobil beraneka ragam merubungi area parkir, tidak lagi memedulikan aturan parking area. Beberapa pria dan wanita memegang kamera DSLR lensa tele zoom hingga 300 mm, sibuk meluncurkan kilatan-kilatan cahaya ke segala penjuru area yang terkena ledakan. Para pembawa berita lapangan, secara langsung menyiarkan berita dari lokasi kejadian. Pria setengah baya dengan perut yang membuncit janggal, tidak serasi dengan bagian tubuh lainnya yang tampak biasa saja, tersenyum dengan santai saat menonton berita tersebut. Tangan kanannya, duduk di sebelahnya, tampak memperhatikan berita na'as tersebut. "Wah, wah, ada saja kerjaan teroris ini, ya, Pak." Mereka berdua tertawa seakan sedang menonton lawak. "Kan Amerika udah ngecap negeri kita sebagai negeri teroris. Ya, wajar ada kejadian kayak gini." Entah apa yang lucu menurut benak mereka, tetapi mereka menantunkan nada geli dalam suara mereka, bahkan saat seorang korban tengah disorot kamera, hangus, hitam legam, digotong oleh staf paramedik ke dalam ambulans. Si pria gendut membetulkan duduknya di sofanya yang empuk, yang walaupun baru saja dibeli bulan lalu, sudah kembali melesak ke arah dalam. "Yah, dengan begini, kita bisa mulai kampanye kita, ya toh, Pak Bambi?" Dia meluruskan tangan kirinya ke depan tubuhnya, melihat jam tangannya. "Saya udah jadwalin besok jam 12 tepat buat konferensi pers di kantor pusat partai KITA." "Oke. Oke. Gimana selanjutnya dengan berita itu?" "Sudah dibereskan. Kader kita di kelompok itu udah saya bungkam. Jejaknya udah bersih, Pak." "Sst. Jangan sejelas itu ngomongnya. Inget, dinding juga bisa denger sekarang ini. Iya, toh?" "Ah, iya. Maaf, Pak." Pak Bambi berdiri, melekatkan kancing jasnya kembali dan menepuknya sekali, seakan-akan jasnya yang licin itu perlu lebih diperlicin lagi. "Lebih baik saya siapin bahan buat konferensi pers besok." "Tolong, ya, Pak Bambi." Sepulang dari tokoh yang telah berjasa untuk menaikkan kedudukannya di pemerintahan itu, dia meraih gagang telepon yang berada di meja kecil dekat dengan sofa. Dia mengelus-elus perutnya yang kian hari kian membuncit, entah oleh apa. Suara serak yang dalam menjawab panggilannya. "Dia udah tau terlalu banyak. Jalanin plan B kita. Malam ini juga." Pria gendut itu mendesah puas setelah meletakkan gagang telepon kembali di tempatnya. Dia kembali menikmati layar televisi yang kini tengah menampilkan iklan makanan yang membuat perutnya berkeriuk. Dia selalu lapar, berbagai jenis makanan dilahapnya, tetapi dia tidak pernah merasa kenyang. Aneh, pikirnya kemudian. Akan tetapi, dia beranjak juga, melihat ke dalam kulkasnya yang telah menimbun berbagai kesenangan duniawi khusus untuknya. Hanya dengan melahap semuanya dia dapat menikmati kehidupannya yang entah mengarah ke mana. Ah, dia sudah mengetahuinya lebih dulu.
Prompt selanjutnya... Cinta... (buat Rui, nih... ) | |
| | | Ruise V. Cort Penulis Parah
Jumlah posting : 6382 Points : 6522 Reputation : 45 Join date : 28.04.11 Age : 31 Lokasi : *sibuk dengan dunianya sendiri jadi nggak tahu sekitar*
| Subyek: Re: Cerita Berantai (Games) Fri 30 Sep 2011 - 23:23 | |
| - Spoiler:
Orang bilang jatuh cinta, Itu adalah hal paling manis yang akan kau alami. Tapi untukku, rasanya menyakitkan, Karena aku seorang pecundang sekaligus pengecut
Orang bilang saat kau disakiti oleh cinta, Itu adalah saat yang menyakitkan untukmu. Tapi untukku, rasa sakit ini terasa samar, Aku... tidak tahu harus bersikap seperti apa...
***
Harvest Moon (c) Natsume Feel So Numb (c) Ruise Vein Cort
***
Sebelumnya, saat patah hati hanya butuh waktu dua minggu bagiku untuk kembali bangkit. Entah apa yang berbeda, karena kali ini... sesaat setelah patah hati aku tidak jatuh. Aku masih bisa tersenyum dan tidak menangis seperti sebelumnya. Tidak perlu menghabiskan waktu berjam-jam bergulung dengan boneka di dalam pelukanku. Aku bisa bersikap biasa-biasa saja. Seolah... mati rasa.
Hanya saja... rasa sakit itu terasa samar. Samar namun ada dalam jangka waktu yang terlalu lama. Terasa sakit tapi sulit untuk kurasakan. Semua sudah berakhir, aku tahu itu. Tapi bagaimana cara ia bersikap biasa-biasa saja padaku. Seolah ada bulu-bulu halus menggelitik bagian dalam tubuhku. Terasa menyenangkan tapi seiring waktu akan mulai menyakitkan.
Aku tidak mengerti, tidak mengerti dan tidak mengerti.
Rasanya... menyakitkan.
Claire, 27 Summer
***
"Kau tahu, aku menyedihkan," bisikku perlahan. Memainkan helai jerami di pangkuanku dan sebisa mungkin berusaha untuk menghindari pandangannya. Pada pria yang seenaknya kuseret menuju pertanian yang sebelumnya adalah milikku dan kini adalah milik Jack dan Elli.
"Maksudmu?" dengan nada datar ia berucap. Duduk di sampingku dan aku berani bersumpah ia sedang berusaha melihat ekspresi apa yang tengah terukir di wajahku.
Hanya saja, kristal biru langitku selalu menyangkal untuk bisa menatap kristal obsidian miliknya. Sebelumnya aku bisa memperhatikan kristal-kristal cantik itu lebih dari satu hari tanpa henti. Aku tak akan merasa bosan dengan sensasi menyenangkan saat bulu-bulu halus menggelitik.
Sekarang... aku tak pernah bisa, bulu-bulu yang sebelumnya sangat halus sudah berubah menjadi pisau tajam. Memberi rasa sakit yang samar tapi lama untuk sembuh. Seperti saat kau mengiris jari telunjukmu dengan pisau. Luka tipis dengan hanya setetes darah. Tapi luka itu lama untuk sembuh dan memberi rasa nyeri yang menyebalkan bila tidak segera ditangani.
Seperti itu aku bisa mengambarkan apa yang kurasakan saat ini.
Setengah tahun. Seharusnya dengan waktu selama ini aku bisa mengatur kembali perasaanku. Membunuh rasa yang pernah berkembang dan mengantinya dengan rasa lain yang jauh lebih ringan. Tapi itu selalu gagal, aku tak pernah bisa melakukan hal seperti itu. Terasa begitu... sulit.
"Kau diam."
Aku mengerjap. Membiarkan kekehan lirih meluncur dari bibir tipisku. Lalu meminta maaf karena bersikap tidak seharusnya. Ayolah Claire, kau hanya punya waktu tidak sampai setengah jam. Kau sendiri yang memintanya untuk meluangkan waktu sebanyak itu. Tapi... aku tidak tahu harus bicara dan bersikap seperti apa. Pikiranku... kosong.
"Karena aku menyedihkan..." Kembali kenyataan itu yang terurai dari mulutku.
Kuangkat kepalaku, berharap kali ini aku bisa menatap sosoknya dengan labih baik. Berharap aku bisa kembali menatap langsung pada kristal obsidian miliknya. Dan saat aku berhasil melakukannya, kupu-kupu mulai mengepakkan sayapnya. Kalimat pasaran. Tentu, sangat pasaran.
"Kenapa?"
Trent mengerjap pelan. Memiringkan sedikit kepalanya seperti biasa. Hal yang tidak jarang akan ia lakukan saat tidak mengerti dengan suatu hal. Ekspresi yang tidak pernah gagal membuatku tertawa pelan. Tapi gagal untuk kali ini.
"Karena aku memang menyedihkan."
"Aku sama sekali tidak mengerti maksudmu, sungguh."
Kali ini aku tertawa. Tertawa dengan cairan bening yang mengancam akan segera tumpah. Dan aku berusaha sebiasa mungkin agar mereka tetap ada dalam pelupuk mataku.
Ah... Trent... kenapa aku harus jatuh hati pada pria paling tidak sensitif sepertimu? Ada banyak pria yang mengerti aku dan menjamin hari-hari yang tidak dipenuhi rasa sakit sepertimu. Tapi... sesuatu di dalam sini masih terikat pada sosokmu. Sekali pun yang aku miliki hanya rasa sakit. Apa ini berarti aku masochist?
"Hei... berapa lama kita putus?" Di antara tawa, pikiranku mulai menyusun kalimat itu. Tapi bila ia menjawab, aku tak tahu apa yang akan kugunakan untuk melanjutkannya. Oh ayolah... bukankah aku sudah menghabiskan waku satu malam penuh untuk menyusun semuanya?
"Mungkin lima bulan, kenapa?"
"Lima bulan satu minggu dua hari kurang empat jam lima belas menit tepatnya."
Ia menggerutu pelan. Entah karena apa aku tak tahu. Hanya saja waktu yang baru saja kukatakan adalah waktu paling tepat untuk menunjuk saat keputusan final kuutarakan.
Aku yang mengatakannya. Dan sampai saat ini aku belum beranjak sedikit pun. Jauh di dalam diriku, aku merasa masih berdiri di Gereja. Memperhatikan Trent yang menanti keputusan final aku utarakan. Menatap wajah yang sebelumnya blank terisi oleh perasaan kalut oleh kesedihan. Ekspresi itu yang membuatku mengambil keputusan dengan dorongan suara parau darinya.
Aku tak menangis saat ia hanya mengangguk dan melemparkan senyuman lemah padaku. Aku tak menangis saat ia mengacak-acak rambutku saat aku berkunjung ke kliniknya untuk mengucapkan salam karena aku bertukar pertanian dengan Jack. Aku tak menangis saat dengan ringannya ia berkata; "Selamat jalan."
Tak ada yang kutangisi sama sekali. Tak ada... dan sangat disayangkan aku menangis sebulan setelahnya akibat lampiran surat yang entah kapan terselip di dalam pakaian overallku. Menangis sejadi-jadinya.
"Kau memanggilku hanya untuk membicarakan masalah itu?"
Samar aku menangkap nada ketidaksukaan. Seolah yang aku ucapkan tadi adalah hal yang tak ingin ia ingat.
"Bukan..." gumamku pelan. Memeluk lututku sendiri lalu menengadahkan kepalaku. Memperhatikan langit biru cerah yang brtolak belakang dengan suasana di dalam diriku. Siapa bilang saat kau merasa suram alam akan berbaik hati menemanimu? Aku benci kisah di mana sanga tokoh utama sedih maka cuaca akan berubah drastis dari yang sebelumnya cerah menjadi hujan badai. Tapi kalau seandainya bisa, aku ingin badai mengambarkan isi hatiku sekarang.
"Lalu apa?"
"Pernyataan cinta."
Ia tercekat. Reflek memundurkan dirinya bebeapa centi mendengar pernyataanku yang begiu gamblang dan datar. Sementara otakku mulai kalut saat sadar dua kata apa yang baru saja aku katakan. Sungguh, kau pikir siapa orang waras yang mau mendengarkan pengakuan cinta dari mantan kekasihnya sendiri?
"Err... Claire?"
"Aku cuma mau bilang kalau sampai saat ini, sampai detik ini, aku masih menyukaimu. Ah... maaf, aku salah, tapi cinta. Suka tidak akan selama ini kan?"
Kata demi kata meluncur begitu saja. Aku sama sekali tidak tahu apa-apa saja yang sudah meluncur dan akan meluncur dari mulutku. Yang aku tahu adalah... bagaimana Trent mengepalkan tangannya dengan sangat kuat. Lagi-lagi aku berpikir bahwa hal lain jauh lebih baik dibandingkan kristal obsidian miliknya.
Kami diam, dalam keheningan menyesakkan. Saat aku memiliki keberanian menatap wajahnya, hal pertama yang kulihat adalah... ...ekpresi penuh kesedihan yang sama dengan ekpresi di waktu yang lalu.
"Aku menyedihkan..."
Sesuai harapanku, hujan turun saat matahari bersinar terik di atas sana. sesuatu yang sangat... menarik.
***
Owari.
***
Ini sudah prnah Rui publish di fanfiction.net fandom Harvest Moon. Ah~~ Rasanya sekarang nggak nyesek lagi kalau baca ini~~ Prompt; Cinta Tabu :rendeer: | |
| | | de_wind Penulis Sejati
Jumlah posting : 3494 Points : 3669 Reputation : 52 Join date : 29.03.11 Age : 39 Lokasi : Bekasi
| Subyek: Re: Cerita Berantai (Games) Tue 4 Oct 2011 - 12:25 | |
| emg knp rui? curcol ya? hehe... emg pling enak deh buat ngungkapin prasaan lwt tulisan...jd plooong... :cheers: Prompt : Cinta Tabu Judul : Saat Ini Rated : Dewasa Aku menatapnya. Lama. Sekian detik, sekian menit kami lewati hanya untuk saling memandangi mata kami, mencoba mencari bara kesungguhan di dalamnya. Kami naif, kami bodoh, kami terperangkap oleh sang hati yang meluluhlantakkan otak, menutupi logika, dan kamipun berdiri di sini, saat ini. Tanganku letih mencengkeram pergelangan tangannya yang putih pucat. Lengan itu kurus memanjang, tidak menampakkan satu nadipun, tapi kehangatannya menjalar hingga ke tulangku, seluruh jiwa dan ragaku. Aku kalah, lemah dalam ketidakberdayaan rasa. Aku tunduk, menghiba sedikit kesenangan yang naif. Dia tersenyum. Kekuatanku tidak ada artinya. Jari-jemarinya yang kurus ramping kini membelai pipiku yang kemerahan. Oleh kecemasan, oleh ketidaktenangan, dan oleh kesedihan. Mulutnya bergerak tapi tidak berucap apapun. Apa aku harus memahaminya? Dengan apa? Nurani? Dasar dari segala kesadaran? Ingatkan aku lagi akan beberapa waktu yang telah lewat itu. Ingatkan aku lagi akan keriangan yang sendu itu. Ingatkan lagi, terus, dan terus. Aku tidak mau melupakannya, tidak akan kulupakan. Jadi, sang waktu telah menunjukkan kuasanya sekali lagi. Dia mendesak tiap insan sampai di saat ini. Saat yang kami tunggu-tunggu dalam alam bawah sadar kami. Pertemuan yang tak diharapkan, kedekatan yang tidak bisa ditolerir. Kami adalah kesesatan alam dalam berputar menurut porosnya, hingga kami harus ada di sini saat ini, menjalani kesedihan ini. Kami adalah korban dari perasaan kami sendiri, menjalani keputusan yang tak akan berujung dan berpihak. Apa cinta yang mempersatukan kami? Apa cinta yang memaksa kami melalui hari yang panjang ini? Tubuhku bergetar, menanti keputusan akhir yang akan menentukan segalanya. Aku sedang menjalani titian yang tak tentu arah. Cintaku, aku bersujud kepadamu. Cintaku, aku ingin kembali kepadamu. Kakiku semakin ringan, semakin dingin, sementara tanganku dihangatkan oleh raga yang sunyi itu. Hatiku penuh lara, ujung mataku meneteskan air mata kesepian mendalam. Cintaku, begitu sedih. Begitu sedih. Begitu sedih. Senandung alam berima dalam gerak angin yang meliukkan tubuhnya dengan gemulai, merdu membelah sanubari yang diliputi kerinduan yang teramat sangat. Semuanya sesaat tampak begitu kabur, hingga saat ini jelas kembali, seterang matahari. Seterang kerinduanku yang tak berbalas. Seluruh cintaku ada di hadapanku, tapi tak satupun kini dapat menggapaiku. Saat ini, aku sudah menjalani saat ini. Tiada lagi masa depan, tiada lagi kemesraan tiada tara dengan cintaku. Tuhan telah mengetukkan palu, mencoba menjentik telingaku yang bebal. Bagiku semua terasa jelas, cintaku ini adalah terlarang. Cinta yang menjauhkanku dari Tuhan. Tuhan, aku kembali pada-Mu. --------------- and..that's a wrap! prompt selanjutnya.......... DANGDUT n.b. yang laen kenape pada kagak ngikut neh??? seru lho, seru kan Rui??? *maksa mode on* | |
| | | ilhammenulis Penulis Senior
Jumlah posting : 1114 Points : 1203 Reputation : 18 Join date : 23.07.11 Age : 34 Lokasi : Bandung
| Subyek: Re: Cerita Berantai (Games) Tue 4 Oct 2011 - 13:14 | |
| sangat pengen ikutan.. tapi apa daya, belum ada waktu.. | |
| | | de_wind Penulis Sejati
Jumlah posting : 3494 Points : 3669 Reputation : 52 Join date : 29.03.11 Age : 39 Lokasi : Bekasi
| Subyek: Re: Cerita Berantai (Games) Fri 7 Oct 2011 - 16:32 | |
| - ilhammenulis wrote:
- sangat pengen ikutan.. tapi apa daya, belum ada waktu..
klo aku sih ngabisin wktu 20 mnit-an buat cerita kyk gtuan, tp mesti fokus dpn laptop.. (lama ya? ) smbari browsing, smbari online, smbari2 lainny deh... | |
| | | ilhammenulis Penulis Senior
Jumlah posting : 1114 Points : 1203 Reputation : 18 Join date : 23.07.11 Age : 34 Lokasi : Bandung
| Subyek: Re: Cerita Berantai (Games) Sat 8 Oct 2011 - 9:43 | |
| 20 menit cepet kali.. saya kalo bikin cerita bisa dua tiga jam.. | |
| | | Ruise V. Cort Penulis Parah
Jumlah posting : 6382 Points : 6522 Reputation : 45 Join date : 28.04.11 Age : 31 Lokasi : *sibuk dengan dunianya sendiri jadi nggak tahu sekitar*
| Subyek: Re: Cerita Berantai (Games) Sat 8 Oct 2011 - 20:44 | |
| Tehehe, aku butuh waktu seharian nyari idenya ^^; (ketawa maksa) Hum... Dangdut ya... (mikir) Aku cari ide dulu Kak | |
| | | de_wind Penulis Sejati
Jumlah posting : 3494 Points : 3669 Reputation : 52 Join date : 29.03.11 Age : 39 Lokasi : Bekasi
| Subyek: Re: Cerita Berantai (Games) Sat 8 Oct 2011 - 23:42 | |
| - ilhammenulis wrote:
- 20 menit cepet kali.. saya kalo bikin cerita bisa dua tiga jam..
- Ruise V. Cort wrote:
- Tehehe,
aku butuh waktu seharian nyari idenya ^^; (ketawa maksa)
Hum... Dangdut ya... (mikir) Aku cari ide dulu Kak coba prhatiin karya instanku... bnyk celah2ny dan kdang rada maksa... aku sih sngja gak mau mikir lama2 namay jg lgi belajar buat karya instan...gak pngen terpaku sm inspirasi... klo di film "Perempuan Berkalung Sorban", Annisa bilang, mood itu diciptakan, bukan ditungguitu yg lagi pngen kuasah, pas bgt nih si Rui ngasi games kyk gini... wah kasih thanks ah... (baru inget... :oops: ) laaah....kok gak ada thanks nya? aduh ktauan nubi ny... :scratch: | |
| | | ilhammenulis Penulis Senior
Jumlah posting : 1114 Points : 1203 Reputation : 18 Join date : 23.07.11 Age : 34 Lokasi : Bandung
| Subyek: Re: Cerita Berantai (Games) Sun 9 Oct 2011 - 9:03 | |
| iya ya.. kemanakah tombol thanks | |
| | | de_wind Penulis Sejati
Jumlah posting : 3494 Points : 3669 Reputation : 52 Join date : 29.03.11 Age : 39 Lokasi : Bekasi
| Subyek: Re: Cerita Berantai (Games) Mon 10 Oct 2011 - 1:47 | |
| - ilhammenulis wrote:
- iya ya.. kemanakah tombol thanks
ooh brarti bkn aku ny yg salah liat y??? emg gak ada y??? | |
| | | ilhammenulis Penulis Senior
Jumlah posting : 1114 Points : 1203 Reputation : 18 Join date : 23.07.11 Age : 34 Lokasi : Bandung
| Subyek: Re: Cerita Berantai (Games) Mon 10 Oct 2011 - 8:04 | |
| udah ada lagi tuh.. ayo terusin prompt nya | |
| | | Ruise V. Cort Penulis Parah
Jumlah posting : 6382 Points : 6522 Reputation : 45 Join date : 28.04.11 Age : 31 Lokasi : *sibuk dengan dunianya sendiri jadi nggak tahu sekitar*
| Subyek: Re: Cerita Berantai (Games) Mon 10 Oct 2011 - 11:10 | |
| Akan mulai mengetik nanti malam setelah bengsas ^^ Jangan tanya kalau galau tingkat akhir ._.
Hehe, Ini aku copas dari games di forum lain kok Kak ^^ | |
| | | Ruise V. Cort Penulis Parah
Jumlah posting : 6382 Points : 6522 Reputation : 45 Join date : 28.04.11 Age : 31 Lokasi : *sibuk dengan dunianya sendiri jadi nggak tahu sekitar*
| Subyek: Re: Cerita Berantai (Games) Tue 11 Oct 2011 - 12:48 | |
| - Spoiler:
Kimi Miki mengulum sebuah senyuman kecil. Bersandar pada sisi panggung, wanita yang tampak tiga puluh tahun lebih muda itu memperhatikan bagaimana para kru bersiap untuk pertunjukkan nanti malam. Walau bukan hal yang wajar bila artis dengan nama besar sepertinya mau mengisi acara pentas yang diselenggarakan oleh sekumpulan anak SMA. “Kau terlihat bersemangat sekali,” Dian sedikit mencondongkan tubuhnya. Dengan kedua tangan terlipat di depan dada, wanita berkulit karamel itu sesekali mengembang-kempiskan hidungnya. “Aku tidak terima bila kau membuat skandal,” sinisnya. Kuluman senyum di wajah Kimi menghilang. Berganti dengan tatapan bingung pada sang manager yang juga merupakan sahabat karibnya tersebut. Walau dengan berbagai macam kepicikkan ia berhasil membuat Kimi menantangani kontrak untuk memalsukan usia miliknya. “Oh? Kenapa aku harus melakukannya?” Dian mengerjap. Tubuhnya yang tadinya membungkuk kembali tegap saat senyuman asing muncul di wajah wanita yang baginya masih serba misteri tersebut. Ia mengenal Kimi dengan baik semenjak mereka berkenalan sepuluh tahun lalu, tapi baginya, Kimi yang terbawa masa lalu terkadang adalah orang asing dan bukan Kimi yang ia kenal. “Well, misalnya untuk membatalkan kontrak? Ini sekolah anak itu, ingat?” “Oh… kalau benar begitu harusnya kau menolak saja kan permintaan adikku itu?” Dian bungkam, memalingkan wajah dan memperhatikan hal lain yang terlihat jauh lebih menarik dibandingkan seringai kecil yang ditunjukkan oleh Miki. Bukan rahasia lagi di antara keduanya bahwa Dian memiliki sesuatu pada adik laki-laki Kimi yang kini bekerja sebagai guru sejarah di SMA tempat Kimi pentas—dan khalayak berpikir bahwa sang adik adalah paman dari diva tersebut. “Hah… kau tahu kan kalau kau tidak punya harapan.” “OH, ya, tentu. Adikmu itu sudah punya istri.” “Bukan istri… aku bilang ‘suami’.” Dian diam. Sudut kanan bibirnya terus berdenyut saat memperhatikan sosok Miki yang berlalu pergi, menanggapi panggilan seorang kru. Dian tahu kalau sikap Miki itu dibuat-buat. Terkadang ia berpikir Miki yang merupakan sahabat dan juga orang yang dengan sukarela ia peralat itu bukanlah pribadi yang sebenarnya dari wanita itu. Seolah ada keberadaan lain yang tidak ia kenal. Bersembunyi di balik topeng baja yang begitu lentur. Tapi terkadang, Dian merasa ada yang salah dengan topeng itu setiap kali Miki diminta bernyanyi dengan lagu yang jauh dari alirannya saat ini. Mungkin terdengar agak konyol. Namun pernah beberapa kali ia mendapati Kimi menyanyikan sebuah lagu dengan lirik yang diubah. Lagu dangdut yang berkisah akan seorang suami yang tak pernah kembali. Hanya saja dalam kisah wanita itu, sang suami bukan tak ingin kembali, tapi tak bisa… untuk selamanya…
(headbang) Berikutnya: Topeng | |
| | | Sponsored content
| Subyek: Re: Cerita Berantai (Games) | |
| |
| | | | Cerita Berantai (Games) | |
|
Similar topics | |
|
| Permissions in this forum: | Anda tidak dapat menjawab topik
| |
| |
| |
|