(Sebenarnya, aku bingung ini masuk puisi apa bukan ya? Diambil dari salah satu cerpen yang pernah kutulis dulu..)
Sekian surat kulayangkan pada angin. Berharap kau ada sekali saja membacanya.
Sekian harap kupinta pada Tuhan di ruang kerja-Nya. Agar Ia berkenan membawamu pulang. Aku mengirim ratusan, ribuan, jutaan, milyaran, bahkan hingga tak terhingga. Isinya selalu sama. Aku memohon agar Ia berkenan mengizinkanmu pulang. Namun tak ada jawab. Tak ada harap. Semua lenyap. Setiap kereta yang singgah di stasiun ini, menyimpan harapan untuk dapat bertemu denganmu. Namun semua semu.
Kau menghilang.
Tetapi aku tetap menunggu. Pada bising deru kereta yang datang, aku menyimpan sejuta harap sekiranya kau pulang. Pada hela nafas ratusan orang di stasiun ini, aku mengiba untuk merasakan nafasmu. Oh, Tuhan. Pada langit aku mencari jejak matanya. Pada keramaian aku mencari hangat hadirnya. Namun tak jua Kau berikan ia.
Setiap hari aku menunggu. Terus menunggu. Berharap. Mungkin saja Tuhan bersedia memberimu kebebasan. Lalu kau diperkenankan-Nya untuk pulang. Lalu diutusnya Jibril, ataukah Mikail, untuk mengantarmu kembali pulang. Namun sekian hari aku menunggu. Tak juga keretamu datang. Berkali-kali kulihat daftar kereta yang datang. Menerka kapan keretamu akan tiba. Namun ternyata, di semua daftar itu, tak ada nama kereta dari surga. Sayang, kau tak akan pernah kembali lagi… Keretamu tak akan pernah datang lagi… Kau hanya membeli tiket satu kali jalan. Menuju surga…