SINDIKAT PENULIS
Silakan login dahulu, biar lebih asyik.
Kalau belum bisa login, silakan daftar dahulu.
Setelah itu, selamat bersenang-senang...
SINDIKAT PENULIS
Silakan login dahulu, biar lebih asyik.
Kalau belum bisa login, silakan daftar dahulu.
Setelah itu, selamat bersenang-senang...
SINDIKAT PENULIS
Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.


Kami adalah penulis, dan kami tidak butuh persetujuan dari siapa pun!
 
IndeksLatest imagesPencarianPendaftaranLogin
"Jika ada buku yang benar-benar ingin kamu baca, tapi buku tersebut belum ditulis, maka kamu yang harus menuliskannya." ~ Toni Morrison

 

 Minta saran dan masukan buat : SERUNI

Go down 
+3
ilhammenulis
afriyanti.baden
de_wind
7 posters
Pilih halaman : 1, 2  Next
PengirimMessage
de_wind
Penulis Sejati
Penulis Sejati
de_wind


Jumlah posting : 3494
Points : 3669
Reputation : 52
Join date : 29.03.11
Age : 39
Lokasi : Bekasi

Minta saran dan masukan buat : SERUNI Empty
PostSubyek: Minta saran dan masukan buat : SERUNI   Minta saran dan masukan buat : SERUNI EmptyMon 14 Nov 2011 - 2:52

SERUNI


Kelopak bunga Seruni megah memekar di saat cahaya dari bebungaan lainnya meredup. Terpaan angin dingin justru membuatnya semakin tegar mengembang. Banyak yang meyakini bunga Seruni merupakan lambang kebahagiaan, sementara rakyat Perancis melambangkan bunga Seruni sebagai bunga kematian. Mungkin, memang ada kebahagiaan di balik kematian.

19 Agustus 2004
“Kemana dia pergi???” jerit seorang wanita paruh baya, rasa gusar dan kecemasan tergurat jelas di wajahnya. Air matanya mulai merebak dan dia menghambur ke arah tempat tidur yang kosong, menarik-narik selimut seakan-akan yakin ada sesuatu di balik selimut itu. Dia terjatuh di lantai dingin kamar rumah sakit kelas I itu dan terisak, setiap inci badannya bergetar hebat. Seorang pria, yang sedikit lebih tua darinya, hanya bisa terpaku menatap pemandangan yang terasa sangat kosong itu. Menunduk menatap wanita yang dicintainya selama bertahun-tahun, berlutut dan memegang bahunya erat. Wanita itu menyandarkan kepalanya, terkulai lemah di atas dada kurus pria itu.
Tak lama kemudian, beberapa perawat yang ditugaskan mengawasi satu-satunya pasien yang sedang menghuni kamar itu, sibuk berlarian di lorong rumah sakit. Profesionalisme mereka terancam karena ulah salah seorang pasien mereka, berusaha menghindari hukuman yang mungkin dijatuhkan kepada mereka karena telah dianggap lalai menjalankan tugas.

Mereka berlari melewati beberapa orang, dua orang laki-laki dan tiga orang perempuan muda, dengan usia sekitar 20-an. Pandangan mereka dengan heran mengikuti arah para perawat itu. Lalu, berpandangan satu sama lain. Mereka bergegas pergi ke arah sebaliknya.

Siang itu, semua tampak tegang.

“Wah, segarnya…” Seorang gadis berpakaian kasual merentangkan tangannya, membusungkan dadanya yang terbungkus jaket tipis, menghirup dalam-dalam udara yang meliputi perkebunan teh yang terbentang di hadapannya. Sebuah carrier memberikan beban di punggungnya, membuatnya terpaksa sedikit membungkuk saat berjalan.
Dia berjalan sendirian di atas bebatuan koral yang tersebar, sengaja tanpa dibuat beraturan, sehingga menciptakan kesan menarik untuk jalan setapak yang dipayungi oleh pepohonan rindang di kedua sisinya. Nafasnya terengah karena jalanan yang menanjak dan oksigen yang lebih tipis daripada yang biasa dihirupnya. Wajah pucatnya, dihiasi senyuman. Sambil terus berjalan, dia menyapa beberapa orang yang lewat, terkadang memanggul kayu di pundaknya, terkadang beberapa anak muda yang sedang menuntun sepeda mereka.

Pemandangan kebun teh kini benar-benar memenuhi setiap ujung matanya yang turun di kedua sisi luarnya. Bola matanya yang besar hampir menutupi seluruh bagian putih matanya yang kini berbinar-binar. Dia mendesah dan tersenyum, hampir tak bisa dikatakan apa makna senyumannya, tapi senyuman itu membuat guratan kecantikannya yang mulai memudar terlihat kembali. Cahaya yang dulu sempat menerangi batinnya, hingga terpancar pada seluruh wajahnya.

Dia terpeleset saat hendak mencoba menaiki jalan kecil penuh lumpur di antara pohon-pohon teh yang tingginya tidak lebih dari tinggi pahanya. “Aww!” teriaknya kaget, tapi dia tertawa. Dia memang tidak terbiasa dengan kondisi seperti ini. Lumpur, bebatuan kecil yang licin, pohon-pohon teh. Suasana kaki gunung adalah suasana yang asing baginya. Terakhir kalinya dia menginjakkan kaki di lereng gunung adalah ketika dia masih duduk di bangku sekolah dasar. Dia tidak cukup tertarik, jadi hampir melupakannya. Hal ini membuatnya sedikit terheran-heran, tetapi dia senang.

Dia hampir sampai di ujung bukit landai itu dan menemukan hamparan padang rumput di tengah-tengah kebun teh yang mengelilinginya. Dia duduk dan mengatur nafasnya yang hampir habis. Dengan kondisinya yang tidak pernah berolahraga dan ketidakmampuannya untuk mengatur tenaga saat kakinya menanjak, membuat perjalanannya dua kali lebih berat. Dia duduk santai, bersandar pada sebuah pohon besar yang sudah tua yang berdiri diam di tengah hamparan padang rumput itu, kedua tangannya menahan bobot badannya yang terkulai ke belakang. Di depannya, terbentang luas dua dunia, bumi dan langit, menyatu pada garis horisontal yang disatukan oleh bayangan misterius. Dia mendesah puas. Apa ini yang namanya menyatu dengan alam?

“Eta nama kebunnya apa, Pak?” sahut gadis itu berbasa-basi dengan bahasa Sunda yang terpatah-patah. Dia tidak bisa berbahasa Sunda, hanya beberapa kata yang dikuasainya, tetapi dia mencoba menggunakannya. Dia yakin bahwa hanya usaha seperti ini yang bisa mencairkan suasana asing di antara dia dan seorang bapak tua pemetik teh yang ditemuinya saat berjalan kembali menyusuri kebun teh.

“Goalpara, neng. Emang eneng teu pernah ka sini, nyak?” Setelah beberapa menit mengobrol dengan gadis manis yang menurutnya terlalu muda untuk pergi sendirian ke lereng bukit ini, dia mulai merasakan kehangatan yang terjalin antara mereka, membuatnya semakin terbuka dalam pembicaraan itu.

“Nteu, baru kali ini, Pak. Tadi juga nanya-nanya ka orang-orang.” Sahutnya, berusaha menggunakan logat Sunda, yang juga kental dalam suara bapak pemetik teh itu.

“Neng, kok muka na pucet?” Bapak itu menunjukkan wajah yang khawatir. Perempuan muda itu sedikit terkejut dan tanpa sadar jari-jarinya sudah mengusap pelan bibirnya yang kering. Secepat itu pula dia berpamitan kepada pria berusia setengah baya itu, yang tubuh kurusnya memanggul keranjang besar yang menutupi seluruh punggung hingga melebihi ubun-ubun kepalanya, berisi daun-daun teh yang telah dipetiknya.

Setelah berjalan agak jauh dari pria itu, gadis muda itu merogoh saku celana jeansnya dan mengeluarkan sebuah botol kecil yang berisi beberapa butir pil. Dia mengeluarkan dua di antaranya dan menenggaknya, dibantu oleh air putih yang sedari tadi dipegangnya. Dia pun kembali berjalan.

Berkali-kali punggungnya, yang mulai terasa kebas akibat berjalan seharian penuh, bergoyang ke kiri dan kanan dalam usahanya untuk menghilangkan rasa pegalnya. Dia menapakkan kakinya dengan pasti pada setiap butir kerikil yang diinjaknya, yang kemudian buyar di antara kaki-kakinya yang terus dengan kejam menghujam tanah berumput jarang-jarang itu.

Sejak turun dari padang rumput yang terbentang itu, dia memutuskan untuk lewat jalan lain. Dan akhirnya berjodoh dengan jalan setapak yang sangat tidak ramah ini. Telapak tangan kirinya tergores akibat terpeleset tanah yang basah. Dalam usahanya menahan berat badannya, dia refleks memasrahkan kedua tangannya di atas tanah berbatu-batu kerikil. Malang, tangan kirinya mengecup kerikil dengan mesra. Dan begitulah akibatnya.

Dia tersenyum memandang tangannya yang memerah. Dia lalu tertawa, keras dan semakin keras, lalu melanjutkan perjalanannya.


Lelaki muda berjaket hitam itu dengan tegang memandang ke kiri dan kanan jalan yang melesat pelan melewatinya. Roda-roda mobil bergesekan dengan jalan aspal yang dingin. Di sebelahnya, seorang lelaki sibuk menelepon, berbicara dalam waktu hitungan detik dan mematikan telepon selulernya, kembali berbicara, lalu dimatikan lagi. Entah untuk berapa kali. Isakan kecil terdengar di belakang, dari seorang gadis berperawakan mungil, bahunya bergetar pelan di bawah rangkulan temannya. Sementara, temannya yang satu lagi mengusap-usap bahunya.

Telepon berdering. “Halo, tante. Belum, kita juga masih nyari. Iya, tante. Udah, sekarang lagi nyoba nyari di kota. Iya, kita sering nongkrong di sini juga soalnya, tante. Iya, tante. Nggak pa-pa kok, tante. Iya.”

“Dimana sih tu anak?” sergah lelaki yang duduk di bangku navigator mobil. Dia memandang keluar jendela sambil menggigit kepalannya, wajahnya berkeriut-keriut antara cemas dan marah. “Dia nggak ngomong apa-apa ke lu, Ki?”

Lelaki yang dimaksudkannya menggeleng. Wajahnya memerah, entah karena marah atau karena malu. Sudah beberapa tahun dia dan Seruni menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih, tetapi gadis itu menghilang tanpa kabar. Seakan dia bukan siapa-siapa. Pada saat dia sedang merasa khawatir akan keadaannya.

Dimana sih kamu, ni…?

Seruni menatap bunga mungil yang berdiri sendirian di tengah rumput-rumput di pinggir jalan setapak yang dilalui Seruni. Kelopaknya yang berwarna kuning begitu sederhana, namun memikat. Di udara sedingin ini, dia memekarkan kelopaknya dengan bangga. Seruni membelainya. Aku tidak akan memetiknya, biarlah dia layu pada saatnya!

Berkali-kali, aku bahkan udah nggak tau lagi berapa kali aku mendesak Papa buat ngomong yang sebenernya soal keadaanku. Tiba-tiba aja tanganku udah dirantai dengan tiang infus, tiba-tiba rasanya sudah beratus-ratus pil mesti kutelen tiap harinya. Dan mereka cuma bilang aku baik-baik aja. Apa mereka pikir aku sebego itu?

“Terserah Papa, deh.” Ucapan itu ternyata jadi klimaks buat Papa dan beliau menceritakan semuanya. Tanpa bisa dihentikan, seakan sedang mengeluarkan racun yang sudah mengendap di hatinya selama berminggu-minggu. Mama hanya memunggungiku sambil membereskan sofa tempatnya tidur saat menungguiku.

Ternyata aku menyesal. Begitu tahu kenyataannya, aku malah semakin takut dan bingung. Gamang dengan perasaanku sendiri. Sulit buat kugambarkan, seperti ada di tengah angkasa luas? Malam itu, saat aku diselubungi oleh suara dengkuran halus Mama, aku cuma bisa menangis ketakutan.

Seruni menemukan batu besar di tepian jalan setapak. Pikirannya langsung melayang saat tubuhnya menyentuh batu besar itu.

Nibbana, kebahagiaan sejati yang diajarkan ajaran Buddhisme. Nibbana tidak ada dimanapun, kalaupun ada, tempatnya hanya ada satu, di dalam jiwa seseorang. Kalau dalam arti terminologi, nibbana berarti “pemadaman,” pemadaman dalam ketidaktenangan, pemadaman dalam emosi yang buruk. Bagaimana denganku? Pemadaman yang sifatnya terlalu harfiah.

Dia mengeluarkan telepon selulernya dari dalam tasnya. Layarnya kini kelam dan sunyi. Tiba-tiba, air matanya merebak. Dia menghirup nafas dalam-dalam dan mengembalikannya ke dalam tasnya. Langit biru tengah menguning dirabuki oleh percikan-percikan oranye terang. Matahari telah tertutup oleh warna-warni menakjubkan itu. Tiba-tiba dia merasa tenang kembali.

Matanya perlahan menutup, berdoa agar besok pagi cuaca akan indah.

20 Agustus 2004
“Udah 24 jam, tante. Mendingan kita lapor polisi sekarang,” sahut lelaki muda itu. Ibu Seruni hanya mengangguk lemah, energinya telah habis hanya dalam waktu 24 jam dan kini dia hanya bisa berbaring pasrah di tempat tidurnya, memandang kosong langit-langit kamarnya yang berwarna putih gading.

Kelima teman Seruni saling berpandangan sejenak, dan meminta diri kepada kedua orangtua Seruni. Mereka bergegas pergi menuju kantor polisi untuk menemukan teman mereka. Mereka pergi dalam diam. Selama 24 jam terakhir, hanya sedikit kata-kata yang bisa mereka katakan. Mereka lelah, jiwa dan raga, kelopak bawah mata mereka mulai menghitam. Bahkan, si gadis mungil sudah berhenti menyuarakan kesedihannya dan kini menatap keluar jendela mobil, yang mengeluarkan sekilas-sekilas rumah, pohon, dan lampu jalanan.

Selang beberapa jam, melalui wawancara diselingi hujaman-hujaman jari-jari ke mesin ketik, polisi mulai turun tangan.
Seruni berpamitan kepada keluarga yang amat ramah itu. Dia hanya bermalam untuk beristirahat sebelum melanjutkan perjalanannya. Dia tidak membicarakannya, bukan karena dia bermaksud merahasiakannya. Dia bahkan merahasiakannya untuk dirinya sendiri. Allah yang akan menjadi penunjuk jalannya.

Tangannya menggenggam telepon selulernya, dia menguatkan hatinya. Layarnya kini berkelap-kelip oleh cahaya putih, menembus mata Seruni dan menenangkannya jantungnya yang berdebar kencang. Dia mendengar nada tunggu. Satu kata yang sudah biasa dia dengar, tiba-tiba menjadi suatu alunan simfoni yang menyesakkan dadanya. Suara lembut itu milik ibunya.

Dia tersenyum saat mendengar suara ibunya, yang bercampur panik dan lega. Menyerukan namanya berkali-kali seakan-akan dia seorang pemuka agama yang sedang dinanti umatnya. Seakan dia seorang biduanita yang telah dinanti para penggemarnya.

“Iya, Uni baik-baik aja.”

“Baik-baik gimana???” Dia menangis tersedu-sedu. “Uni lagi dimana??? Mama kesana sekarang, ya.”

“Uni baik-baik aja.” Menekankan nadanya. “Uni baik-baik aja, nggak usah khawatir.”

“Uni…” Nafasnya megap-megap. “Tega kamu, nak…” Dan Seruni tahu dia sedang dalam masalah. “Bisa-bisanya kamu bikin Mama khawatir, kamu dimana??? Kamu lagi sakit…” Dia berhenti. Hening. “Uni… Mama ngerti Uni takut, tapi nggak bisa gini, Ni… Manusia wajib berusaha… Wajib. Uni nggak bisa ninggalin Mama kayak gini…”

Keduanya kini bercakap-cakap di antara lautan tangis dan prahara.

“Nggak bisa…” Hening lagi. “Nggak bisa, Ma! Uni makin jauh dari Allah… Tiap kali Uni ngeliat Mama, Papa, temen-temen Uni, Uni makin jauh dari Allah… Kenapa sih Allah tega ngancurin hidup Uni kayak gini? Uni mau hidup! Uni benci kalau harus mati!”

Hening.

“Maaf ya, Ma… Dari dulu Uni tau kalo Uni egois, suka ngelawan Mama, suka nggak mau nurutin Papa. Semaunya sendiri, egois, egois.”

Hening.

“Uni nelpon Mama buat pamitan. Uni nggak pernah bilang ini ke Mama, tapi Uni sayang banget sama Mama. Uni sayang sama Papa. Uni sayang sama Mario. Uni sayang sama temen-temen Uni.”

“Kata Mama, bunga Seruni lambang keceriaan, kebahagiaan. Tapi, Ma, di Perancis artinya kematian. Ma, apa kebahagiaan dan kematian bisa jalan bersamaan, ya, Ma? Apa ada kebahagiaan di balik kematian, Ma? Uni takut, Ma…”

Hening. Hening. Hening.

Ibu Seruni menempelkan telepon selulernya ke telinganya, “Mario, Seruni udah balik.”

Pencarian Seruni dihentikan pada waktu 14.55 WIB tanggal 20 Agustus 2004
Mereka berlima menunduk, mengelilingi kedua orangtua Seruni. Pria dan wanita perkasa itu tersenyum, senyum yang tampak janggal, seakan-akan ada tangan-tangan tak kasat mata menarik ujung bibir mereka. Wanita itu menekan tombol di telepon selulernya. Suara lirih mencekam kesadaran mereka masing-masing. Menghujam tanpa belas kasihan.

Pesan Seruni:

Mario, teman-teman, maaf sampai sekarang pun aku masih egois. Maafin aku dan ijinin aku buat egois, karena aku cuma bisa jadi diriku sendiri. Dan aku ngajak kalian, kok. Di dompetku, kalian tau sendiri dompetku nggak pernah pisah dariku. Jadi, jangan marah, ya. Tolong ingat aku, tolong, aku mau hidup seribu tahun lagi. Makanya, tolong inget aku. Tolong inget aku, tolong…

Seruni ditemukan telah terbujur kaku dan biru pada tanggal 22 Agustus 2004, dini hari 02.21 WIB hanya dengan ditemani botol kecil plastik yang sudah kosong, tergeletak tak jauh dari tangannya yang terkulai lemas. Di sini, cerita Seruni berakhir.

***


Kembali Ke Atas Go down
afriyanti.baden
Pendatang Baru
Pendatang Baru



Jumlah posting : 26
Points : 45
Reputation : 3
Join date : 01.10.11
Lokasi : Gorontalo

Minta saran dan masukan buat : SERUNI Empty
PostSubyek: Re: Minta saran dan masukan buat : SERUNI   Minta saran dan masukan buat : SERUNI EmptyTue 15 Nov 2011 - 19:48

de_wind wrote:
SERUNI


Kelopak bunga Seruni megah memekar di saat cahaya dari bebungaan lainnya meredup. Terpaan angin dingin justru membuatnya semakin tegar mengembang. Banyak yang meyakini bunga Seruni merupakan lambang kebahagiaan, sementara rakyat Perancis melambangkan bunga Seruni sebagai bunga kematian. Mungkin, memang ada kebahagiaan di balik kematian.

19 Agustus 2004
“Kemana dia pergi???” jerit seorang wanita paruh baya, rasa gusar dan kecemasan tergurat jelas di wajahnya. Air matanya mulai merebak dan dia menghambur ke arah tempat tidur yang kosong, menarik-narik selimut seakan-akan yakin ada sesuatu di balik selimut itu. Dia terjatuh di lantai dingin kamar rumah sakit kelas I itu dan terisak, setiap inci badannya bergetar hebat. Seorang pria, yang sedikit lebih tua darinya, hanya bisa terpaku menatap pemandangan yang terasa sangat kosong itu. Menunduk menatap wanita yang dicintainya selama bertahun-tahun, berlutut dan memegang bahunya erat. Wanita itu menyandarkan kepalanya, terkulai lemah di atas dada kurus pria itu.
Tak lama kemudian, beberapa perawat yang ditugaskan mengawasi satu-satunya pasien yang sedang menghuni kamar itu, sibuk berlarian di lorong rumah sakit. Profesionalisme mereka terancam karena ulah salah seorang pasien mereka, berusaha menghindari hukuman yang mungkin dijatuhkan kepada mereka karena telah dianggap lalai menjalankan tugas.

Mereka berlari melewati beberapa orang, dua orang laki-laki dan tiga orang perempuan muda, dengan usia sekitar 20-an. Pandangan mereka dengan heran mengikuti arah para perawat itu. Lalu, berpandangan satu sama lain. Mereka bergegas pergi ke arah sebaliknya.

Siang itu, semua tampak tegang.

“Wah, segarnya…” Seorang gadis berpakaian kasual merentangkan tangannya, membusungkan dadanya yang terbungkus jaket tipis, menghirup dalam-dalam udara yang meliputi perkebunan teh yang terbentang di hadapannya. Sebuah carrier memberikan beban di punggungnya, membuatnya terpaksa sedikit membungkuk saat berjalan.
Dia berjalan sendirian di atas bebatuan koral yang tersebar, sengaja tanpa dibuat beraturan, sehingga menciptakan kesan menarik untuk jalan setapak yang dipayungi oleh pepohonan rindang di kedua sisinya. Nafasnya terengah karena jalanan yang menanjak dan oksigen yang lebih tipis daripada yang biasa dihirupnya. Wajah pucatnya, dihiasi senyuman. Sambil terus berjalan, dia menyapa beberapa orang yang lewat, terkadang memanggul kayu di pundaknya, terkadang beberapa anak muda yang sedang menuntun sepeda mereka.

Pemandangan kebun teh kini benar-benar memenuhi setiap ujung matanya yang turun di kedua sisi luarnya. Bola matanya yang besar hampir menutupi seluruh bagian putih matanya yang kini berbinar-binar. Dia mendesah dan tersenyum, hampir tak bisa dikatakan apa makna senyumannya, tapi senyuman itu membuat guratan kecantikannya yang mulai memudar terlihat kembali. Cahaya yang dulu sempat menerangi batinnya, hingga terpancar pada seluruh wajahnya.

Dia terpeleset saat hendak mencoba menaiki jalan kecil penuh lumpur di antara pohon-pohon teh yang tingginya tidak lebih dari tinggi pahanya. “Aww!” teriaknya kaget, tapi dia tertawa. Dia memang tidak terbiasa dengan kondisi seperti ini. Lumpur, bebatuan kecil yang licin, pohon-pohon teh. Suasana kaki gunung adalah suasana yang asing baginya. Terakhir kalinya dia menginjakkan kaki di lereng gunung adalah ketika dia masih duduk di bangku sekolah dasar. Dia tidak cukup tertarik, jadi hampir melupakannya. Hal ini membuatnya sedikit terheran-heran, tetapi dia senang.

Dia hampir sampai di ujung bukit landai itu dan menemukan hamparan padang rumput di tengah-tengah kebun teh yang mengelilinginya. Dia duduk dan mengatur nafasnya yang hampir habis. Dengan kondisinya yang tidak pernah berolahraga dan ketidakmampuannya untuk mengatur tenaga saat kakinya menanjak, membuat perjalanannya dua kali lebih berat. Dia duduk santai, bersandar pada sebuah pohon besar yang sudah tua yang berdiri diam di tengah hamparan padang rumput itu, kedua tangannya menahan bobot badannya yang terkulai ke belakang. Di depannya, terbentang luas dua dunia, bumi dan langit, menyatu pada garis horisontal yang disatukan oleh bayangan misterius. Dia mendesah puas. Apa ini yang namanya menyatu dengan alam?

“Eta nama kebunnya apa, Pak?” sahut gadis itu berbasa-basi dengan bahasa Sunda yang terpatah-patah. Dia tidak bisa berbahasa Sunda, hanya beberapa kata yang dikuasainya, tetapi dia mencoba menggunakannya. Dia yakin bahwa hanya usaha seperti ini yang bisa mencairkan suasana asing di antara dia dan seorang bapak tua pemetik teh yang ditemuinya saat berjalan kembali menyusuri kebun teh.

“Goalpara, neng. Emang eneng teu pernah ka sini, nyak?” Setelah beberapa menit mengobrol dengan gadis manis yang menurutnya terlalu muda untuk pergi sendirian ke lereng bukit ini, dia mulai merasakan kehangatan yang terjalin antara mereka, membuatnya semakin terbuka dalam pembicaraan itu.

“Nteu, baru kali ini, Pak. Tadi juga nanya-nanya ka orang-orang.” Sahutnya, berusaha menggunakan logat Sunda, yang juga kental dalam suara bapak pemetik teh itu.

“Neng, kok muka na pucet?” Bapak itu menunjukkan wajah yang khawatir. Perempuan muda itu sedikit terkejut dan tanpa sadar jari-jarinya sudah mengusap pelan bibirnya yang kering. Secepat itu pula dia berpamitan kepada pria berusia setengah baya itu, yang tubuh kurusnya memanggul keranjang besar yang menutupi seluruh punggung hingga melebihi ubun-ubun kepalanya, berisi daun-daun teh yang telah dipetiknya.

Setelah berjalan agak jauh dari pria itu, gadis muda itu merogoh saku celana jeansnya dan mengeluarkan sebuah botol kecil yang berisi beberapa butir pil. Dia mengeluarkan dua di antaranya dan menenggaknya, dibantu oleh air putih yang sedari tadi dipegangnya. Dia pun kembali berjalan.

Berkali-kali punggungnya, yang mulai terasa kebas akibat berjalan seharian penuh, bergoyang ke kiri dan kanan dalam usahanya untuk menghilangkan rasa pegalnya. Dia menapakkan kakinya dengan pasti pada setiap butir kerikil yang diinjaknya, yang kemudian buyar di antara kaki-kakinya yang terus dengan kejam menghujam tanah berumput jarang-jarang itu.

Sejak turun dari padang rumput yang terbentang itu, dia memutuskan untuk lewat jalan lain. Dan akhirnya berjodoh dengan jalan setapak yang sangat tidak ramah ini. Telapak tangan kirinya tergores akibat terpeleset tanah yang basah. Dalam usahanya menahan berat badannya, dia refleks memasrahkan kedua tangannya di atas tanah berbatu-batu kerikil. Malang, tangan kirinya mengecup kerikil dengan mesra. Dan begitulah akibatnya.

Dia tersenyum memandang tangannya yang memerah. Dia lalu tertawa, keras dan semakin keras, lalu melanjutkan perjalanannya.


Lelaki muda berjaket hitam itu dengan tegang memandang ke kiri dan kanan jalan yang melesat pelan melewatinya. Roda-roda mobil bergesekan dengan jalan aspal yang dingin. Di sebelahnya, seorang lelaki sibuk menelepon, berbicara dalam waktu hitungan detik dan mematikan telepon selulernya, kembali berbicara, lalu dimatikan lagi. Entah untuk berapa kali. Isakan kecil terdengar di belakang, dari seorang gadis berperawakan mungil, bahunya bergetar pelan di bawah rangkulan temannya. Sementara, temannya yang satu lagi mengusap-usap bahunya.

Telepon berdering. “Halo, tante. Belum, kita juga masih nyari. Iya, tante. Udah, sekarang lagi nyoba nyari di kota. Iya, kita sering nongkrong di sini juga soalnya, tante. Iya, tante. Nggak pa-pa kok, tante. Iya.”

“Dimana sih tu anak?” sergah lelaki yang duduk di bangku navigator mobil. Dia memandang keluar jendela sambil menggigit kepalannya, wajahnya berkeriut-keriut antara cemas dan marah. “Dia nggak ngomong apa-apa ke lu, Ki?”

Lelaki yang dimaksudkannya menggeleng. Wajahnya memerah, entah karena marah atau karena malu. Sudah beberapa tahun dia dan Seruni menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih, tetapi gadis itu menghilang tanpa kabar. Seakan dia bukan siapa-siapa. Pada saat dia sedang merasa khawatir akan keadaannya.

Dimana sih kamu, ni…?

Seruni menatap bunga mungil yang berdiri sendirian di tengah rumput-rumput di pinggir jalan setapak yang dilalui Seruni. Kelopaknya yang berwarna kuning begitu sederhana, namun memikat. Di udara sedingin ini, dia memekarkan kelopaknya dengan bangga. Seruni membelainya. Aku tidak akan memetiknya, biarlah dia layu pada saatnya!

Berkali-kali, aku bahkan udah nggak tau lagi berapa kali aku mendesak Papa buat ngomong yang sebenernya soal keadaanku. Tiba-tiba aja tanganku udah dirantai dengan tiang infus, tiba-tiba rasanya sudah beratus-ratus pil mesti kutelen tiap harinya. Dan mereka cuma bilang aku baik-baik aja. Apa mereka pikir aku sebego itu?

“Terserah Papa, deh.” Ucapan itu ternyata jadi klimaks buat Papa dan beliau menceritakan semuanya. Tanpa bisa dihentikan, seakan sedang mengeluarkan racun yang sudah mengendap di hatinya selama berminggu-minggu. Mama hanya memunggungiku sambil membereskan sofa tempatnya tidur saat menungguiku.

Ternyata aku menyesal. Begitu tahu kenyataannya, aku malah semakin takut dan bingung. Gamang dengan perasaanku sendiri. Sulit buat kugambarkan, seperti ada di tengah angkasa luas? Malam itu, saat aku diselubungi oleh suara dengkuran halus Mama, aku cuma bisa menangis ketakutan.

Seruni menemukan batu besar di tepian jalan setapak. Pikirannya langsung melayang saat tubuhnya menyentuh batu besar itu.

Nibbana, kebahagiaan sejati yang diajarkan ajaran Buddhisme. Nibbana tidak ada dimanapun, kalaupun ada, tempatnya hanya ada satu, di dalam jiwa seseorang. Kalau dalam arti terminologi, nibbana berarti “pemadaman,” pemadaman dalam ketidaktenangan, pemadaman dalam emosi yang buruk. Bagaimana denganku? Pemadaman yang sifatnya terlalu harfiah.

Dia mengeluarkan telepon selulernya dari dalam tasnya. Layarnya kini kelam dan sunyi. Tiba-tiba, air matanya merebak. Dia menghirup nafas dalam-dalam dan mengembalikannya ke dalam tasnya. Langit biru tengah menguning dirabuki oleh percikan-percikan oranye terang. Matahari telah tertutup oleh warna-warni menakjubkan itu. Tiba-tiba dia merasa tenang kembali.

Matanya perlahan menutup, berdoa agar besok pagi cuaca akan indah.

20 Agustus 2004
“Udah 24 jam, tante. Mendingan kita lapor polisi sekarang,” sahut lelaki muda itu. Ibu Seruni hanya mengangguk lemah, energinya telah habis hanya dalam waktu 24 jam dan kini dia hanya bisa berbaring pasrah di tempat tidurnya, memandang kosong langit-langit kamarnya yang berwarna putih gading.

Kelima teman Seruni saling berpandangan sejenak, dan meminta diri kepada kedua orangtua Seruni. Mereka bergegas pergi menuju kantor polisi untuk menemukan teman mereka. Mereka pergi dalam diam. Selama 24 jam terakhir, hanya sedikit kata-kata yang bisa mereka katakan. Mereka lelah, jiwa dan raga, kelopak bawah mata mereka mulai menghitam. Bahkan, si gadis mungil sudah berhenti menyuarakan kesedihannya dan kini menatap keluar jendela mobil, yang mengeluarkan sekilas-sekilas rumah, pohon, dan lampu jalanan.

Selang beberapa jam, melalui wawancara diselingi hujaman-hujaman jari-jari ke mesin ketik, polisi mulai turun tangan.
Seruni berpamitan kepada keluarga yang amat ramah itu. Dia hanya bermalam untuk beristirahat sebelum melanjutkan perjalanannya. Dia tidak membicarakannya, bukan karena dia bermaksud merahasiakannya. Dia bahkan merahasiakannya untuk dirinya sendiri. Allah yang akan menjadi penunjuk jalannya.

Tangannya menggenggam telepon selulernya, dia menguatkan hatinya. Layarnya kini berkelap-kelip oleh cahaya putih, menembus mata Seruni dan menenangkannya jantungnya yang berdebar kencang. Dia mendengar nada tunggu. Satu kata yang sudah biasa dia dengar, tiba-tiba menjadi suatu alunan simfoni yang menyesakkan dadanya. Suara lembut itu milik ibunya.

Dia tersenyum saat mendengar suara ibunya, yang bercampur panik dan lega. Menyerukan namanya berkali-kali seakan-akan dia seorang pemuka agama yang sedang dinanti umatnya. Seakan dia seorang biduanita yang telah dinanti para penggemarnya.

“Iya, Uni baik-baik aja.”

“Baik-baik gimana???” Dia menangis tersedu-sedu. “Uni lagi dimana??? Mama kesana sekarang, ya.”

“Uni baik-baik aja.” Menekankan nadanya. “Uni baik-baik aja, nggak usah khawatir.”

“Uni…” Nafasnya megap-megap. “Tega kamu, nak…” Dan Seruni tahu dia sedang dalam masalah. “Bisa-bisanya kamu bikin Mama khawatir, kamu dimana??? Kamu lagi sakit…” Dia berhenti. Hening. “Uni… Mama ngerti Uni takut, tapi nggak bisa gini, Ni… Manusia wajib berusaha… Wajib. Uni nggak bisa ninggalin Mama kayak gini…”

Keduanya kini bercakap-cakap di antara lautan tangis dan prahara.

“Nggak bisa…” Hening lagi. “Nggak bisa, Ma! Uni makin jauh dari Allah… Tiap kali Uni ngeliat Mama, Papa, temen-temen Uni, Uni makin jauh dari Allah… Kenapa sih Allah tega ngancurin hidup Uni kayak gini? Uni mau hidup! Uni benci kalau harus mati!”

Hening.

“Maaf ya, Ma… Dari dulu Uni tau kalo Uni egois, suka ngelawan Mama, suka nggak mau nurutin Papa. Semaunya sendiri, egois, egois.”

Hening.

“Uni nelpon Mama buat pamitan. Uni nggak pernah bilang ini ke Mama, tapi Uni sayang banget sama Mama. Uni sayang sama Papa. Uni sayang sama Mario. Uni sayang sama temen-temen Uni.”

“Kata Mama, bunga Seruni lambang keceriaan, kebahagiaan. Tapi, Ma, di Perancis artinya kematian. Ma, apa kebahagiaan dan kematian bisa jalan bersamaan, ya, Ma? Apa ada kebahagiaan di balik kematian, Ma? Uni takut, Ma…”

Hening. Hening. Hening.

Ibu Seruni menempelkan telepon selulernya ke telinganya, “Mario, Seruni udah balik.”

Pencarian Seruni dihentikan pada waktu 14.55 WIB tanggal 20 Agustus 2004
Mereka berlima menunduk, mengelilingi kedua orangtua Seruni. Pria dan wanita perkasa itu tersenyum, senyum yang tampak janggal, seakan-akan ada tangan-tangan tak kasat mata menarik ujung bibir mereka. Wanita itu menekan tombol di telepon selulernya. Suara lirih mencekam kesadaran mereka masing-masing. Menghujam tanpa belas kasihan.

Pesan Seruni:

Mario, teman-teman, maaf sampai sekarang pun aku masih egois. Maafin aku dan ijinin aku buat egois, karena aku cuma bisa jadi diriku sendiri. Dan aku ngajak kalian, kok. Di dompetku, kalian tau sendiri dompetku nggak pernah pisah dariku. Jadi, jangan marah, ya. Tolong ingat aku, tolong, aku mau hidup seribu tahun lagi. Makanya, tolong inget aku. Tolong inget aku, tolong…

Seruni ditemukan telah terbujur kaku dan biru pada tanggal 22 Agustus 2004, dini hari 02.21 WIB hanya dengan ditemani botol kecil plastik yang sudah kosong, tergeletak tak jauh dari tangannya yang terkulai lemas. Di sini, cerita Seruni berakhir.

***ngimana kalau sakitnya seruni diceritaain sedikit pada pembaca biar pembaca tau kok bisa ngini hingga seruni memutuskan untuk mati dengan cara yang tragis begitu bounce




Terakhir diubah oleh afriyanti.baden tanggal Wed 16 Nov 2011 - 19:43, total 1 kali diubah
Kembali Ke Atas Go down
ilhammenulis
Penulis Senior
Penulis Senior
ilhammenulis


Jumlah posting : 1114
Points : 1203
Reputation : 18
Join date : 23.07.11
Age : 34
Lokasi : Bandung

Minta saran dan masukan buat : SERUNI Empty
PostSubyek: Re: Minta saran dan masukan buat : SERUNI   Minta saran dan masukan buat : SERUNI EmptyWed 16 Nov 2011 - 11:14

itu mana komentarnya? tung
Kembali Ke Atas Go down
http://www.ilhammenulis.wordpress.com
afriyanti.baden
Pendatang Baru
Pendatang Baru



Jumlah posting : 26
Points : 45
Reputation : 3
Join date : 01.10.11
Lokasi : Gorontalo

Minta saran dan masukan buat : SERUNI Empty
PostSubyek: Re: Minta saran dan masukan buat : SERUNI   Minta saran dan masukan buat : SERUNI EmptyWed 16 Nov 2011 - 20:33

sorry deh bang ilham, yang kepala melompat-lompat itu lo komentarnya.kepanjangan ya
he...he...he....
Kembali Ke Atas Go down
ilhammenulis
Penulis Senior
Penulis Senior
ilhammenulis


Jumlah posting : 1114
Points : 1203
Reputation : 18
Join date : 23.07.11
Age : 34
Lokasi : Bandung

Minta saran dan masukan buat : SERUNI Empty
PostSubyek: Re: Minta saran dan masukan buat : SERUNI   Minta saran dan masukan buat : SERUNI EmptyWed 16 Nov 2011 - 22:28

oalaaa.. disatuin ama quote sih, nyempil. hahaha
Kembali Ke Atas Go down
http://www.ilhammenulis.wordpress.com
tukangtidur
Penulis Senior
Penulis Senior
tukangtidur


Jumlah posting : 831
Points : 988
Reputation : 19
Join date : 30.04.10
Age : 42
Lokasi : Depok

Minta saran dan masukan buat : SERUNI Empty
PostSubyek: Re: Minta saran dan masukan buat : SERUNI   Minta saran dan masukan buat : SERUNI EmptyThu 17 Nov 2011 - 16:10

Belum sempet baca nih. Cerpennya lumayan panjang. Kalau udah baca pasti dikomen Very Happy
Sekarang absen dulu.
Aha
Kembali Ke Atas Go down
http://zonakosong.tk
de_wind
Penulis Sejati
Penulis Sejati
de_wind


Jumlah posting : 3494
Points : 3669
Reputation : 52
Join date : 29.03.11
Age : 39
Lokasi : Bekasi

Minta saran dan masukan buat : SERUNI Empty
PostSubyek: Re: Minta saran dan masukan buat : SERUNI   Minta saran dan masukan buat : SERUNI EmptyFri 18 Nov 2011 - 4:52

ya udah uppp dlu ajaaaa...
mnunggu saran dan kritik...


thanks sis afri...
sengaja dbikin rada misterius sih, tp kesannya maksa ya? Shocked
Kembali Ke Atas Go down
tukangtidur
Penulis Senior
Penulis Senior
tukangtidur


Jumlah posting : 831
Points : 988
Reputation : 19
Join date : 30.04.10
Age : 42
Lokasi : Depok

Minta saran dan masukan buat : SERUNI Empty
PostSubyek: Re: Minta saran dan masukan buat : SERUNI   Minta saran dan masukan buat : SERUNI EmptyFri 18 Nov 2011 - 6:12

Gw bc cerpen ini di hape,ketika gw sedang dalam perjalanan ke bandung. Dan sekarang gw mau berkomentar.

de_wind tega amat ama pembaca. Pergantian scene tidak dikasih tanda. Dr td gw slalu berusaha menebak2 oh lg dirmh skt oh sekarang lg di bukit teh oh skarang lg didlm mobil dan sterusnya begitu, gw slalu menebak2. Hehe. Tp gpp. Mungkin ini gaya bercerita de_wind,dan menurut gw ok2 aja.

Cerita ini bagus,layak dimuat di majalah. Nanti dikirim ke majalah ya, de_wind. Okay?
Kembali Ke Atas Go down
http://zonakosong.tk
ilhammenulis
Penulis Senior
Penulis Senior
ilhammenulis


Jumlah posting : 1114
Points : 1203
Reputation : 18
Join date : 23.07.11
Age : 34
Lokasi : Bandung

Minta saran dan masukan buat : SERUNI Empty
PostSubyek: Re: Minta saran dan masukan buat : SERUNI   Minta saran dan masukan buat : SERUNI EmptyFri 18 Nov 2011 - 6:54

ke bandung bang?? wow
Kembali Ke Atas Go down
http://www.ilhammenulis.wordpress.com
tukangtidur
Penulis Senior
Penulis Senior
tukangtidur


Jumlah posting : 831
Points : 988
Reputation : 19
Join date : 30.04.10
Age : 42
Lokasi : Depok

Minta saran dan masukan buat : SERUNI Empty
PostSubyek: Re: Minta saran dan masukan buat : SERUNI   Minta saran dan masukan buat : SERUNI EmptyFri 18 Nov 2011 - 7:03

Iya, Ham. Neh br sampe. Mau ke vio hotel. Ketemu penulis lawas, Djokolelono.
Kembali Ke Atas Go down
http://zonakosong.tk
ilhammenulis
Penulis Senior
Penulis Senior
ilhammenulis


Jumlah posting : 1114
Points : 1203
Reputation : 18
Join date : 23.07.11
Age : 34
Lokasi : Bandung

Minta saran dan masukan buat : SERUNI Empty
PostSubyek: Re: Minta saran dan masukan buat : SERUNI   Minta saran dan masukan buat : SERUNI EmptyFri 18 Nov 2011 - 7:10

berapa lama di bandung bang?
Kembali Ke Atas Go down
http://www.ilhammenulis.wordpress.com
tukangtidur
Penulis Senior
Penulis Senior
tukangtidur


Jumlah posting : 831
Points : 988
Reputation : 19
Join date : 30.04.10
Age : 42
Lokasi : Depok

Minta saran dan masukan buat : SERUNI Empty
PostSubyek: Re: Minta saran dan masukan buat : SERUNI   Minta saran dan masukan buat : SERUNI EmptyFri 18 Nov 2011 - 8:08

Sehari aja. Sore jg balik. Hehe.
Kembali Ke Atas Go down
http://zonakosong.tk
afriyanti.baden
Pendatang Baru
Pendatang Baru



Jumlah posting : 26
Points : 45
Reputation : 3
Join date : 01.10.11
Lokasi : Gorontalo

Minta saran dan masukan buat : SERUNI Empty
PostSubyek: Re: Minta saran dan masukan buat : SERUNI   Minta saran dan masukan buat : SERUNI EmptySun 20 Nov 2011 - 10:54

ya de -wind cocoknya ini di majalah remaja, karena aku pernah baca yang model-model cerpen kayak ngini cocok di majalah remaja, coba aja kirim .
Kembali Ke Atas Go down
afriyanti.baden
Pendatang Baru
Pendatang Baru



Jumlah posting : 26
Points : 45
Reputation : 3
Join date : 01.10.11
Lokasi : Gorontalo

Minta saran dan masukan buat : SERUNI Empty
PostSubyek: Re: Minta saran dan masukan buat : SERUNI   Minta saran dan masukan buat : SERUNI EmptySun 20 Nov 2011 - 11:06

de_wind wrote:
ya udah uppp dlu ajaaaa...
mnunggu saran dan kritik...


thanks sis afri...
sengaja dbikin rada misterius sih, tp kesannya maksa ya? Shocked
ngak juga sih, tapi kalau menurutku agak dikasih gambaran dikit sama pembacanya,jadi ndak muncul tanda tanya, atau ini merupakan gaya penceritaanya de-wind dimana pembaca di suruh terke sendiri tapi sebahagian pembacanya kan bukang tukang ramal he..he...he...jgngan marah ya... Razz Main Biola
Kembali Ke Atas Go down
Silananda
Pendatang Baru
Pendatang Baru
Silananda


Jumlah posting : 44
Points : 49
Reputation : 3
Join date : 28.11.11
Age : 36
Lokasi : Malang

Minta saran dan masukan buat : SERUNI Empty
PostSubyek: Re: Minta saran dan masukan buat : SERUNI   Minta saran dan masukan buat : SERUNI EmptyFri 2 Dec 2011 - 15:23

saya juga penasaraaaaan sama penyakitnyaaa bounce

tapi diksinya Mbak de_wind keren euy, hehe Top
Kembali Ke Atas Go down
de_wind
Penulis Sejati
Penulis Sejati
de_wind


Jumlah posting : 3494
Points : 3669
Reputation : 52
Join date : 29.03.11
Age : 39
Lokasi : Bekasi

Minta saran dan masukan buat : SERUNI Empty
PostSubyek: Re: Minta saran dan masukan buat : SERUNI   Minta saran dan masukan buat : SERUNI EmptyFri 3 Feb 2012 - 23:02

eeeh gak nyadar udh pd ngasi komen...
iy ya gambaran kmisteriusanny rada maksa...
udah ngirim, gak ada balesaaaan.... Nangis

tp gpp thx ya buat komen2ny...jd masukan bgt nih...
girang
Kembali Ke Atas Go down
de_wind
Penulis Sejati
Penulis Sejati
de_wind


Jumlah posting : 3494
Points : 3669
Reputation : 52
Join date : 29.03.11
Age : 39
Lokasi : Bekasi

Minta saran dan masukan buat : SERUNI Empty
PostSubyek: Re: Minta saran dan masukan buat : SERUNI   Minta saran dan masukan buat : SERUNI EmptyFri 3 Feb 2012 - 23:09

tukangtidur wrote:
Gw bc cerpen ini di hape,ketika gw sedang dalam perjalanan ke bandung. Dan sekarang gw mau berkomentar.

de_wind tega amat ama pembaca. Pergantian scene tidak dikasih tanda. Dr td gw slalu berusaha menebak2 oh lg dirmh skt oh sekarang lg di bukit teh oh skarang lg didlm mobil dan sterusnya begitu, gw slalu menebak2. Hehe. Tp gpp. Mungkin ini gaya bercerita de_wind,dan menurut gw ok2 aja.

Cerita ini bagus,layak dimuat di majalah. Nanti dikirim ke majalah ya, de_wind. Okay?

udh tau bg tutiiii...... aku sngaja bikin satu kalimat bergaris miring yg kepisah2 itu. itu mksdny sbg pergantian setting...brarti kesokmisteriusanku gak paaass bwt pembaca...wkwkwkk...

afriyanti.baden wrote:
ya de -wind cocoknya ini di majalah remaja, karena aku pernah baca yang model-model cerpen kayak ngini cocok di majalah remaja, coba aja kirim .

iya ya...nnt coba ke mjlh story aaaah Wink

Silananda wrote:
saya juga penasaraaaaan sama penyakitnyaaa bounce

tapi diksinya Mbak de_wind keren euy, hehe Top

thx sis sila...blom nongol lg nih...
iya ya apa dceritain dikit soal pnyakitny ya?
aku sih pngen biar pembaca nerka2 sndri..hmm...
nnt coba edit2 lg ah, soalny bnyk yg protes nih pmbaca... hueheheh
Kembali Ke Atas Go down
Tamu
Tamu




Minta saran dan masukan buat : SERUNI Empty
PostSubyek: Re: Minta saran dan masukan buat : SERUNI   Minta saran dan masukan buat : SERUNI EmptyWed 23 May 2012 - 1:01

WINDDDDD....... Dikau kurang ajar banget. . ..

malam-malam gini buat saya nangis ala bayi di tinggal ibunya dengan perasaan hati galau.... Nangis Nangis Nangis

Seruni... Uni... oh Uni. . . .. Nangis Nangis Nangis Nangis Nangis

Tuh lihat air mata saya menetes kesana kesini. .. .

Nangis Nangis Nangis Nangis Nangis

Wind Seruninya dihidupin balik donk. . . ngak kuat nahannya yes

Kok bisa dikau membuat karya seindah ini. . . Nangis Nangis
oh perasaannya benar-benar terasa... Nangis Nangis Wind nulisnya pasti sambil nangis keluar ingus....

Masterpiece haru

Kembali Ke Atas Go down
Tamu
Tamu




Minta saran dan masukan buat : SERUNI Empty
PostSubyek: Re: Minta saran dan masukan buat : SERUNI   Minta saran dan masukan buat : SERUNI EmptyWed 23 May 2012 - 1:23

22 Agustus 2004, dini hari 03.21 WIB ( satu jam setelah di temukan )

Mario...

Air mataku jatuh bercucuran, melihat jenazah Seruni tergeletak begitu saja di atas meja periksa setelah di kembalikan oleh unit pencari Seruni, "Seruni," bisikku lirih dari bibirku yang kering dan pucat. "Seruni, " bisikku lagi mendekati dirinya menyentuh tangannya yang dingin sekali. Kemarahan, kebencian, kesedihan, rasa sakit ini tertahan di dalam dada dan hanya bisik dari bibir yang terdengar, "Seruni."

Aku tidak percaya dia telah pergi.

Aku tidak akan pernah mempercayainya, kedua mataku menatap wajah pucatnya dengan mata yang tertutup dan bibir yang tersinggung sebuah senyum.

Ini tidak adil, benar-benar tidak adil.

Seruni," bisikku menyentuh pipinya yang dingin, "Kamu pernah berjanji akan menikah denganku, sehidup semati denganku, membangun impian kita berdua dalam sebuah rumah kecil, berjanji akan memberiku anak-anak yang manis... KAMU BERJANJI PADAKU!!!!" Teriakku marah dan tangisku pecah, aku merasa dikhianati, merasa di tinggal, seandainya Tuhan bersedia membagi nyawaku dengannya, seandainya Tuhan membawaku serta bersamanya.

"Seruni, kamu kejam, apa kamu pikir aku dapat hidup tanpa dirimu sehingga semudah itu engkau meninggalkanku," kemarahan dan kesedihan membanjirku seluruh saraf dan diriku. Air mataku tidak dapat kutahan dan terus mengalir... tanganku mengeluarkan sebuah kotak cincin dari kantong celanaku dan dengan jari-jari gemetarku mengeluarkan cincin yang telah lama tersimpan untuknya.

Airmataku mengalir dan menyentuh tangan kirinya, membiarkan cincin putih dengan berlian memasuki jari manisnya, "Kita akan menikah Seruni," kataku sambil membiarkan tanganku yang lain membiarkan sebutir obat yang telah kusimpan sejak dirinya sakit untuk masuk dalam mulutku dan menelannya.

Perasaanku menjadi tenang setelah butir kecil itu memasuki perutku, tanganku menyentuh pipinya dan mengelusnya seperti aku selalu menyentuhnya, "Tunggulah aku Seruni, kamu tidak akan dapat meninggalkanku sendirian di sini tanpa dirimu, kamu tidak boleh menyiksaku sekejam itu."

Kepalaku mulai terasa ringan dan aku meletakkan tubuhku diatas tubuhnya.

Kami akan menikah...


22 Agustus 2004, dini hari 04.21 WIB Dua jam setelah tubuh Seruni diketahui, Tubuh Mario sudah mendingin di atas tubuh Seruni.
Kembali Ke Atas Go down
Tamu
Tamu




Minta saran dan masukan buat : SERUNI Empty
PostSubyek: Re: Minta saran dan masukan buat : SERUNI   Minta saran dan masukan buat : SERUNI EmptyWed 23 May 2012 - 10:07

Wind... di mana dikau . . . Nangis

Kok nga da yang menghargai karya sebagus milikmu ini sih. . .

Tampaknya kamu harus ngejar pasar international nih... wow
Kembali Ke Atas Go down
sagitany
Penulis Sejati
Penulis Sejati
sagitany


Jumlah posting : 4863
Points : 4905
Reputation : 8
Join date : 06.04.12
Age : 32
Lokasi : medan

Minta saran dan masukan buat : SERUNI Empty
PostSubyek: Re: Minta saran dan masukan buat : SERUNI   Minta saran dan masukan buat : SERUNI EmptyThu 24 May 2012 - 15:10

kak wind,
walau pun mau dibuat misterius, bisa juga kan dikasih tau ciri2 penyakitnya si seruni?
kenapa dia sampai mendesak2 papanya tentang keadaannya sendiri,
dia pasti sudah merasakan banyak gejala2 sakit sebelum akhirnya dia diinfus dan sebagainya kan, kak?
maunya diceritain juga..
ga dikasih tau penyakitnya juga ga apa2, klo udah gitu biar pembaca aja yg nebak2 sendiri.
sekarang mau nebak sendiri juga susah sih..
hhe.

tapi, kak..
ini luar biasa!
tragis~

ayo kak buat cerpen lagi!
jempol
Kembali Ke Atas Go down
Tamu
Tamu




Minta saran dan masukan buat : SERUNI Empty
PostSubyek: Re: Minta saran dan masukan buat : SERUNI   Minta saran dan masukan buat : SERUNI EmptyThu 24 May 2012 - 15:33

Up...Up... UP SAGI !!!!! baca ini murka
Kembali Ke Atas Go down
sagitany
Penulis Sejati
Penulis Sejati
sagitany


Jumlah posting : 4863
Points : 4905
Reputation : 8
Join date : 06.04.12
Age : 32
Lokasi : medan

Minta saran dan masukan buat : SERUNI Empty
PostSubyek: Re: Minta saran dan masukan buat : SERUNI   Minta saran dan masukan buat : SERUNI EmptyThu 24 May 2012 - 15:38

why oh why?
Kembali Ke Atas Go down
Tamu
Tamu




Minta saran dan masukan buat : SERUNI Empty
PostSubyek: Re: Minta saran dan masukan buat : SERUNI   Minta saran dan masukan buat : SERUNI EmptyThu 24 May 2012 - 16:18

Komentar saya bagus ndak... lanjutan untuk Wind... kasian si cowo di tinggal pergi
Kembali Ke Atas Go down
sagitany
Penulis Sejati
Penulis Sejati
sagitany


Jumlah posting : 4863
Points : 4905
Reputation : 8
Join date : 06.04.12
Age : 32
Lokasi : medan

Minta saran dan masukan buat : SERUNI Empty
PostSubyek: Re: Minta saran dan masukan buat : SERUNI   Minta saran dan masukan buat : SERUNI EmptyThu 24 May 2012 - 16:27

bagus sih,
tapi romeo n juliet bgt..
lebih enak dia tetap hidup walau pun sebenarnya jiwanya udah lebih dulu mati bersama seruni..
dia jadi robot tanpa hati, mayat hidup tanpa seruni.
aku lebih suka kayak gitu kak,
Kembali Ke Atas Go down
Sponsored content





Minta saran dan masukan buat : SERUNI Empty
PostSubyek: Re: Minta saran dan masukan buat : SERUNI   Minta saran dan masukan buat : SERUNI Empty

Kembali Ke Atas Go down
 
Minta saran dan masukan buat : SERUNI
Kembali Ke Atas 
Halaman 1 dari 2Pilih halaman : 1, 2  Next
 Similar topics
-
» saran dan kritik di butuhkan
» Boleh minta saran ? ( Newbie )
» There is a Light that Never Goes Out
» Mengenai Gaya Bahasa
» Mohon masukan untuk membuat rencana ATTACK MISSION

Permissions in this forum:Anda tidak dapat menjawab topik
SINDIKAT PENULIS :: Arena Diskusi :: Cerpen-
Navigasi: