BAB I
AKU GALAU
Awal kisah...Pagi itu, ketika matahari telah menampakan senyum manisnya. Ketika udara sejuk menerpa permukaan wajahku. Ketika aku melihat awan melukiskan kebahagian di langit biru. Ketika embun pagi terjun dari atas dedaunan. Ketika burung merpati berterbangan, menebarkan benih-benih cinta dimana-mana dan mendaratkannya sebagian di atas pundakku. Lalu kucolek sedikit ‘benih cinta’ itu dan mengendusnya...
Ugh... sial! Taik burung sialan...
Kemudian gw pun menyimpan ‘benih cinta’ itu ke dalam saku belakang celana jins gw secara diam-diam. Tak ingin gadis cantik yang sedang berdiri di hadapan gw sekarang ini, jijik karenanya.
“Aku gak bisa ngelanjutin hubungan ini lagi...” kata gadis itu kepada gw.
“. . . . . . . . . .”.
“Aku mau kita putus!” sahutnya lagi setelah melihat gw yang tak fokus terhadap pembicaraan itu. Lebih tepatnya, gw sedang fokus terhadap gadis-gadis seksi yang tengah berlari pagi dengan hanya bermodalkan tank-top dan celana super mini itu.
“Re—eza!” teriak gadis itu mengejutkan gw. Seketika gw pun tersadar dari lamunan jorok dengan gadis-gadis itu, seperti bermain lumpur, atau bermain tanah liat, dan sebagainya. Lalu gw pun menyeka air liur yang hampir terjatuh itu dengan lengan kemeja gw, dan kembali fokus terhadap gadis ini.
“Eh, kenapa tadi?” jawab gw santai.
“Ugh! Aku mau... kita putus!” gadis itu mengeja kalimatnya dengan nada kesal.
“Kenapa??”
“Kamu udah berubah...”
“Apanyaa?”
“Semuanya!!”
“Termaksuk....” belum selesai gw melanjutkan kalimat gw, gadis itu mencelanya.
“Yaa!!” kemudian gw pun memastikan perkataannya dengan mengintip ke dalam celana jins gw itu.
“Kamu ngapain!!??” tanya gadis itu heran.
“Lohh... mastiin perkataan kamu tadi”
Guuubbbrraaaakkkk! Tampak seekor merpati terjatuh dari atas langit dan tepat menabrak seorang prai yang sedang terduduk di pinggir kolam itu, dan tercebur. Mungkin merpati itu tersandung atau tak sengaja meleng, hingga akhirnya ia terjatuh. Atau mungkin karena mendengar perkataan gw yang bloon itu?
“Ughh!!” wajah gadis itu tampak memerah. Entah dia sedang menahan amarahnya, atau sedang menahan kentut yang ingin dikeluarkannya itu. Biasanya sih, kalo orang berwajah memerah seperti itu tak lain dan tak bukan, sedang menahan kentut... tapi tahu deh kalo dia.
“Pokoknya... aku... udah gak sanggup lagi!!”
“Kita putus!!!!” teriak gadis itu menjerit menakutkan, suaranya bagaikan auman singa yang mengerikan. Bagaikan induk gorila yang mengamuk dan hendak membabi buta membasmi siapa pun. Bagaikan kera yang bernama Sarimin yang hendak melemparkan payungnya itu dan mencakar-cakar wajah majikannya karena telah menindasnya selama ini.
Jllleeeggggeeerrrr!!! Terdengarlah suara petir membahana di seluruh pelosok tamana tersebut. Membuat panik burung-burung merpati yang berada di sarangnya dan kemudian berhamburan kabur. Membuat panik orang utan yang sedang menyusui anaknya dan kemudian beranjak kabur pula. Membuat gajah-gajah sekitar ikut lari berhamburan melarikan diri.
Ini taman ato kebun binatang!?
Kemudian gadis itu pun pergi meninggalkan gw dalam kerumunan orang utan yang menggila itu.
“Tu—tungguu....!!”. gw menjulurkan tangan gw ke arah gadis itu, tetapi gadis itu tak berpaling dan menggapainya. Ia malah terus berjalan menembus kabut dan menghilang.
“Ohhh.....” gw pun menarik kembali tangan gw yang tengah terjulur itu, menaruhnya ke permukaan dada gw dan kemudian merambat menuju wajah gw. Hingga akhirnya jari telunjuk gw tepat memasuki lobang hitam yang dalam, dan menggoyang-goyangkannya, lalu menariknya keluar.
“Tiiiiddddaaaakkkkk!!!” gw pun tersungkur. Lalu mengangkat jari telunjuk tersebut ke atas langit, hendak menunjuk kepada yang Maha Kuasa, betapa besar upil tersebut.
Karena terlalu keras berteriak, menyebabkan pembuluh darah pada bagian leher gw putus semua...
“Ugghhh!! Ahhhkk, aku mati!”. Lalu gw pun terjatuh.
Lho!?
BEBERAPA JAM SEBELUMNYA...........Krrriiiiinnnngggg............. Jam weker yang terletak di atas meja kamar gw pun berbunyi setelah jarum pendeknya menyentuh anggka 7. Suaranya menyebabkan gendang telinga gw sakit mendengarnya. Kemudian gw cemplungin jam weker itu ke dalam gelas yang berisi air (ajaran MR.BEAN), dan ternyata bekerja. Seketika jam weker itu pun tak kembali berbunyi.
Horeee...Berhasil...berhasil... Horee!! Teriak gw kegirangan.
Oh ya! Di halaman sebelumnya, gw udah memperkenalkan diri kan? Sekarang gw mau memperkenalkan diri gw kembali, dengan cara yang lebih sopan dan lebih mendetail mengenai diri gw, ya supaya kita bisa lebih mengenal lagi. Siapa tahu kita berjodoh? (Lho?).
Perkenalkan... nama gw Reeza Alfiansyah, biasa dipanggil Afgan atau Morgan (anggota personil MESIS SERES itu lohh). Tapi, kebanyakan orang sih manggil gw Reeza. Ada juga yang manggil gw dengan sebutan
Opa gak pake K, kalo pake K jadi
Opak. Dan rata-rata yang memanggil nama gw dengan sebutan tak bermoral itu adalah kawan-kawan gw sendiri. Gak nyambung kan? Masa nama keren-keren jadi dipanggil Opa? Katanya sih mereka ngasih nama itu menurut apa yang mereka lihat sendiri. Apa yang mereka lihat? Apa tampang gw setua itu?? Bukan! tapi lebih tepat karena ke-pikunan gw yang gak bisa ditoleransi lagi, sudah keterlaluan pikunnya!
“Za... kamu udah bangun?” terdengar suara seksi seorang wanita dari balik pintu kamar gw. Yah... itu pula bukan inisiatif gw yang menuliskan bahwa suara wanita itu seksi. Tapi masalahnya, bokap gw yang STI (Suami Takut Istri) itu minta gw masukin kalimat ini dalam buku ini, supaya terdengar bahwa istrinya super seksi. Padahal sih kenyataannya berbeda. Bokap gw sering mengejek nyokap gw dengan sebutan sayang ‘Si Gembrot’ atau ‘Si Babon’, kalo orang yang dimaksud sedang tidak ada. Tapi, kalo orangnya ada... berubah deh sifat bokap gw jadi lebih sopan dan penuh cinta dan berkata ‘Ih mama seksi lohh...’ atau ‘Wah mama terlihat cantik banget hari ini...’ dan sebagainya.
Hahahaha... dasar! Upss!! Itu nyokap gw, ngapain lu semua ikut ketawa!!
“Udah ma... nih lagi mao mandi” jawab gw meregangkan tubuh sebentar dan berusaha bangkit dari atas ranjang yang terus menggoda gw untuk bermalas-malasan di atasnya itu.
Ughh! Dasar kasur mahoo!! “Zaa... mama mau pergi, tolol... eh maksud mama, tolong nanti habis makan cuci sendiri piringnya ya... si bibi gak masuk, lagi sakit katanya...” sahut nyokap gw diiringi oleh suara langkahan kakinya sewaktu menuruni anak tangga.
“Papa sama Dede kemana?”
“Udah berangkat dari tadi... ya udah gitu aja ya, mama berangkat Za, bye!”
Kaabbuuummm... suara nyokap gw tak terdengar lagi setelah menutup pintu rumah. Sekarang tinggal gw sendirian di dalam rumah ini. Huh, dan akhirnya gw pun bisa konsentrasi mempersiapkan diri untuk menemui sang pujaan hati,
cihuuyyy... Sebuah lagu mulai terdengar dari CD player yang baru saja gw putar.
RAN - Selamat pagi -> NOW PLAYING Selamat pagi!!
Embun membasahi dunia dan mulai mengawali hari ini
Dan kukatakan:
Selamat pagi!!
Kicau burung bernyanyi dan kini ku siap tuk jalani hari ini.
Kini bergegaslah sipakan dirimu untuk memulai menjalani hari ini Pagi ini pun terasa begitu indah dan menyenangkan bila kita membawanya dengan perasaan senang. Apalagi sebentar lagi gw bakal ketemu si doi. Namanya Rere, gw kenal dia dari pesta ulangtahunnya temen gw tempo lalu. Dan semenjak itu, gw sering ketemu sama dia.
Banyak foto-foto gw sama Rere yang bersarang di kamar gw. Salah satunya terletak di atas meja belajar gw. Di sana ada bingkai foto gw bersama dia sedang memasang wajah super narsis. Gw dengan gaya jari telunjuk menyentuh bibir dengan sikap menyuruh diam itu, sedangkan Rere dengan gaya mengembungkan pipinya bagai balon udara. Kenangan yang indah, ketika mengabadikan kejadian waktu kami sedang berkencan ke dufan tempo lalu.
Selesai membersihkan tubuh, gw pun mulai sibuk memilah-milih pakaian apa yang cocok untuk hari spesial ini. Dan akhirnya setelah mencoba beberapa pakaian, seperti kaos kutang dengan celana boxer, atau kemeja yang terbuka baigian dadanya dan celana cut-bray. Gw pun memakai kemeja kotak-kotak lengan panjang berwarna merah yang gue gulung lengan bajunya hingga siku dan celana jins hitam, menjadi pilihan gw. Kemudian bergegas mengenakan sepatu Convers dan beranjak keluar kamar.
Ketika beberapa anak tangga sudah gw injak-injak, gw teringat akan sesuatu.
Happpee gueee! Gw pun berlari kembali ke kamar dan mengambil handphone yang terletak di atas meja belajar gw itu dan kembali menginjak-injak anak tangga yang malang itu. Sungguh naas nasib anak itu...
Sesampainya di bawah, buru-buru gw menyambar roti sandwich yang telah disediakan nyokap gw sebelum berangkat tadi, dan memakannya dengan membabi buta. Hampir saja gw tersedak akibat roti sandwich itu, untung buru-buru gw minum segelas susu yang tercampur cuka!!
Pasti ini kerjaannya adek gw yang super jahil itu! Gw pun berlari memuntahkan air tersebut ke dalam wastafel dan lansung kumur-kumur. Lalu mengambil gelas baru dan menuangkan air mineral ke dalamnya, lalu meminumnya.
Leegggaa.... Sedikit gw tengok jam yang menempel di tangan kiri gw, sekarang pukul 8 lewat 20... pukul 8 lewat 20!!! Oh my gosh! Gw udah terlambat buat ketemuan ama pacar gw...
Kaaabbbuuummm! Suara pintu rumah yang ditutup dengan kencangnya. Gw pun buru-buru menghentikan taksi yang baru saja melintas di depan rumah gw itu dan masuk ke dalamnya dengan super panik.
“Paakk cepat!” kata gw kepada supir taksi itu. Bukannya tancap gas, supir taksi itu malah melongok ke belakang, melihat ke arah gw dan berkata...
“Kemana mas?” tanyanya dengan santai.
“Ke taman.... cepet pak! Gaasss....” jawab gw mulai tambah panik.
“Taman mana, mas?” supir taksi itu kembali bertanya.
“Taman Suropati!” kata gw mulai jengkel dan panik.
“Baik...” lalu supir itu menghadapkan wajahnya ke depan. Dan itu membuat gw senang, akhirnya bisa beranjak juga. Tetapi sebelum dia menginjak gasnya, ia kembali menoleh ke arah gw dan bertanya untuk kesekian kalinya...
“Lewat mana ya mas?”.
AhhkkkkKKK!!! Bisa gila gue!! Gw pun beranjak keluar dari dalam taksi dengan supir yang gila itu sambil menjambak-jambak rambut gw karena kepanikan, dan berlari menuju pangkalan ojek.
“Mass!! Bayar dulu argoonya....” teriak sang supir taksi minta ditimpuk pake sepatu Convers gw, tapi sayangnya gw gak melakukannya.
Sayang juga sepatu gw mahal-mahal buat nimpuk dyee... “Bang, Tamsurr....” sahut gw kepada tukang ojek itu dan untungnya gw ketemu orang yang waras. Gw pun beranjak pergi.
Waktu telah memukul-mukul angka 8 lewat 40 hingga babak belur. Akhirnya gw sampai tempat tujuan dengan selamat. Setelah membayar tukang ojek itu dengan uang recehan gopekan 2 keping dan secengan 4 lembar. Dan tukang ojek itu pun berkata...
“Buset! Lu kira gue tukang jual celana dalem, cuma dikasih goceng?” jawabnya marah-marah.
“Siapa bilang ente jualan CD... ya udah segitu aja dulu, tar dirumah gw bayar!” sahut gw sambil mulai meninggalkannya.
“Woii!! Tunggu!! Awas lu gak bayar... gue datengin ke rumah loo!” Teriak tukang ojek. Sedangkan gw terus berlari menuju tempat yang telah ditentukan kita berdua tempo hari.
Dalam perjalanan, gw sempat berpikir kata-kata apa yang cocok buat jadi alasan gw nanti.
Apa sebaiknya gw pura-pura bilang kalo adek gw terkena stroke? Tapi entar dia percaya gak, masalahnya... mana ada anak kecil kena STROKE!? Atau gw bilang aja ya, kalau peliharaan gw si Tiny kena injek nyokap gw, dan harus dirawat di UGD?
Semenjak kapan gw punya peliharaan? Dan, Tiny itu siapa coba!!?? Astaga, gw suuppperrr bingung.... Sampailah gw disana, tampak Rere sedang duduk di bangku taman, menantikan kedangan gw. Lalu gw pun menghampirinya.
“Adduuh... sorry ya beb! Aku telat... tadi ada nenek-nenek ketabrak bus teronton hingga terlindas dan nyangkut di bawah bus itu. Pas diangkat, ternyata gak cuma nenek-nenek yang terseret di bawah bus itu, tapi kakek-kakeknya juga ikutan... bahkan cucunya juga! Tau tuh keluarga demen amat keseret bus ya, Beb..... masuk akal ga?” kata gw menjelaskan alasan keterlambatan gw sambil tersungkur di kakinya hendak menciumnya, namun ia pun menolaknya dengan cara menendang kepala gw.
“Gak....” jawabnya simple sambil membuang wajahnya jauh dari hadapan gw.
“Kamu tau ini jam berapa?” sambung Rere tampak menahan amarah.
“Yaahh... mulai deh...” bisik gw.
“Apa??”
“Eh, enggak kok... enggak papa kok, beb”
“Kamu tau gak sekarang jam berapa?” Rere menatap gw dengan raut wajah marah+jengkel.
“Jam 8 lewat...” jawab gw mulai ketakutan.
“Lewat berapa?”
“Lewat... lewat dikit ajah...”
“Ugghh!” wajahnya mulai memerah, gw takut ketika ia menahan amarahnya itu, terdengar bunyi yang keluar dari belakang sana dan menyebabkan semua orang jatuh pingsan bila menghirupnya. Tetapi itu tidak bakalan terjadi karena bukan itulah penyebabnya. Melainkan bom nuklir yang hendak meledak dan menyebabkan ledakkan dahsyat yang pernah ada di muka bumi ini. Effek ledakkannya dapat menyebabkan gangguan terhadap saraf-saraf pada otak. Dan tidak hanya itu, bahkan dapat juga menyebabkan gangguan pernafasan, sariawan, bibir pecah-pecah, radang tenggorokan, kanker, impotensi dan gangguan janin.
Parah kan.... “Kamu itu udah telat setengah jam,tau!!”
Duuuaarrrr! Bom itu pun meledak.
“Kamu emang keterlaluan! Gak berperasaan! Membiarkan aku menunggu disini selama setengah jam tanpa ada kabar apapun...” kata Rere terus berbicara hingga mulutnya berbusa. Tak dibiarkannya sedikitpun gw untuk melakukan pembelaan diri, dasar wanita!
“Kenapa telpon gak diangkat... lalu, kenapa sms juga gak dibales. Kamu maunya apa!?” lanjutnya sambil bangkit berdiri, gw pun mengikutinya. Lalu ia mulai mendorong-dorong tubuh gw ke belakang.
“Aku.... Aku....” belum sempat gw melanjutkan kalimat tersebut, Rere telah mencelanya.
“Jangan bilang kamu gak punya pulsa!!”
ugh, tau aja gw mau ngomong gitu, kata gw dalam hati. Rere pun memecah belahkan semua alasan dalam otak gw, membuatnya ter-cecai-berarai berantakkan. Berserakkan di jalan setapak itu, bagaikan eek burung yang jatuh berhamburan dari atas langit biru. Dan mendarat tepat di bahu kemeja gw.
Ugh! Sial! “Akuu... aku... aku galau!!” karena perasaan bingung, panik dan takut yang bercampur aduk dalam satu adonan yang ditambahkan sedikit merica bubuk dan cream rasa strawberi,gw pun menjawabnya sepontan, uhuy!
Sedetik kemudian suasananya semua berubah. Tampak seorang anak kecil menarik-narik lengan ibunya sambil menunjukkan jari (tengah) nya ke arah tukang es krim yang baru saja lewat di hadapannya. Sepertinya anak itu kebelet ingin membelinya, tapi apa yang dilakukan sang ibu sekarang...
Tampak sang ibu berlari menghampiri tukang es krim tersebut lalu mulai mengeluarkan sifat aslinya. Dia memdorong gerobak es krim itu hingga terjerembab beserta penjualnya. Kemudian ia mengacak-acak isi gerobak tersebut, mengambil salah satu es krim itu, dan berlari kembali kepada anaknya yang telah meraung-raung buas, kelaparan.
Tidak hanya itu, tampak beberapa orang berlarian membawa obor di tangan kanan mereka, sedangkan tangan kiri mereka memegang golok dan pentungan. Mengejar-ngejar seorang pria yang hanya mengenakan pakaian dalam saja. Mereka berteriak-teriak bagaikan orang yang di deru nafsu untuk mencabik-cabik dan membunuh pria tersebut.
“Bakar dia!!” teriak seorang dari dalam gerombolan pria-pria itu.
“Tidak! Gantung saja, hingga terbakar matahari!” sambung yang lain.
“Kuliti dulu! Gantung supaya terbakar sinar matahari, lalu kita makan dagingnya!”
Buussseettt!! Gw gak nyangka bisa jadi se-kacau ini keadaannya.
Kemudian gw menyaksikan adegan yang tak pantat eh, pantas di publis di buku ini. Sesuatu yang tak bermoral dan tak ber-ke-prikemanusiaan. Tak berperasaan! Sungguh hina. Seorang pria terlihat sedang membuka sedikit retseleting celana panjangnnya itu lalu mulai menyodorkan, “anunya” ke arah batang pohon yang sudah berumur itu.
Oh my God! Gw gak sanggup melihatnya. Sungguh tega... Pria itu menatap ke arah sang pohon dengan tatapan lega dan puas, kemudian ia kembali membenarkan celananya itu lalu melarikan diri meninggalkan pohon tua itu menanggung akibat perbuatan pria tak bermoral itu.
Dasar pria biadab! Apa gak ada tempat lain untuk melakukan hal tersebut. Tempat tertutup yang cukup luas dan nyaman untuk melakukannya di sana. Tempat yang mempunyai tulisan pada bagian pintunya, yang bertuliskan WC UMUM.
Huh, sungguh hina perbuatan pria tersebut! Pria biadab tak bermoral. Dengan tatapan tak berdosa dia mengencingi pohon berumur ratusan tahun itu... sungguh tega! Pohon kan juga makhluk hidup, dan dia punya hak untuk mengangkat permasalahan ini ke pengadilan... Siapa sih yang bego? Ketika mata gw mengikuti langkah seribu pria tak bermoral itu, pandangan gw terantuk pada satu titik pandang yang berada tepat dihadapan gw. Yaitu wajah seorang pria gondrong yang sedang menatap lekat ke arah gw.
“Woooiiii!!” suaranya terdengar besar dan nge-bass. Ia terus berseru berulang kali mengucapkan kalimat ‘woi’ itu, hingga akhirnya gw menggelengkan kepala dan tersadar.
“Wooiiii! Zaaa....” gw mengamati dengan seksama pria yang lama-kelamaan wajahnya mulai berubah bentuk itu. Mata gw mulaimendekati wajahnya, untuk memastikan apa yang ada di hadapan gw ini.
Plllaaaakkkk!!! Adduuuuhhhh.....
Rupanya itu Rere yang telah menampar pipi gw karena nyosor duluan ke arahnya.
“Kamu gila ya!” Rere tampak jengkel dan kesal.
“Aku gak bisa ngelanjutin hubungan ini lagi....”
Nahh... sekarang kita telah berada di situasi yang sebelumnya udah gw ceriatin di bagian awal buku ini, ya kan? So, untuk menghemat waktu biar kalian gak capek ngebaca ulang kalimat tersebut... gimana kalo kita skip aja. Tapi bagi yang belum mengetahui cerita sebelumnya, silahkan membuka bagian pertama dari bab ini. Hehehe... lanjut! “Tiiiddddaaaakkkkk!!!!” gw berteriak kencang hingga membuat sepasang burung merpati yang sedang asik bermesraan dalam sarangnnya itu, terbang keluar menyelamatkan diri.
Seketika itu pula, gw pun terjatuh tak sadarkan diri. Sedangkan Rere telah lama pergi meniggalkan gw sendirian di tengah hutan, eh... taman ini. Dan selanjutnya, semuanya tampak gelap.
Gw pun mulai tersadar dan merasakan sakit di sekujur kepala gw. Tampak nyokap sedang duduk di samping tempat tidur gw sambil menggenggam tangan kiri gw. Sedangkan bokap dan seorang pria yang mengenakan jas putih itu sedang membicarakan sesuatu di dekat pintu kamar.
“Lohh... pah! Reeza siuman, pah...” nyokap gw tampak girang sambil mengelus-elus kepala gw.
“Zaa... kamu udah sadar? Kamu gak papa...” tanya bokap gw ikut duduk di sisi lain tempat tidur itu.
“Lohh, papa gimana sih, udah tau gak apa-apa...”
“Dok... tolong di periksa, dok” sambung nyokap gw dengan nada cemas. Kemudian dokter itu pun datang menghampiri gw dan mulai mengecek keadaan gw dengan cara menyorotkan senternya ke arah mata gw.
“Reeza, kamu bisa denger saya...” tanya dokter itu sambil mengenakan teleskopnya dan mulai memeriksa gw.
Sok sibuk nih dokter... udah tau gw gak papa! Gw isengin ah... “Ohh... saya ada dimana?” kata gw dengan ekspresi persis mengikuti adegan di mana seorang pria yang telah siuman dari kecelekaan sebelumnya, dan tersadar dalam keadaan tanpa mengetahui jati dirinya sebenarnya, atau bahasa kerennya
amnesia. Huh, dasar sinetron Indonesia banggett dueehh... “Lho, Za... ini di kamar kamu sendiri...” jawab nyokap gw mulai panik. Dan gw pun mulai menikmatinya.
Parah... parah... ngerjain orangtua, dasar anak durjana! Eh, durhaka! “Anda siapa ya?”
Jrreenggg... jrrenggg... jrreengg! “Loohhh! Pah... Reeza, amnesia pah!” dengan raut wajah panik nyokap gw teriak histeris sambil narik-narik lengan kemeja kantor bokap gw.
“Tenang mah... tenang” sahut bokap gw dengan santai dan tenang, mungkin ekspresinya terlalu tenang lebih tepatnya. Dan setelah itu pun terjadi perdebatan singkat antara nyokap gw dan bokap gw.
“Tenang bagaimana! Anakmu ini....”
“Ia, papa tau... anak siapa lagi coba kalo bukan anak papah... oh! Jangan, jangan...”
“Apa!! Apa papa gak mau ngaku hasil perbuatan papah dulu sewaktu lulus SMA!?”
ah~ sekarang gw tau, rupanya gw anak haram toh! Uhh... senangnya... Loh!! APA!!?? TIIDDAAKKK!!?? (telat!)
“Bukan itu maksud papa...”
“Lalu apa!?”
“Sudahlah ma, tenangkan dirimu...”
“Tenang, tenang... dari dulu papa emank gak ada perhatiannya sama sekali sama Reeza!”
“Lohh, kok papa yang disalahkan...”
“Ia! Jelas salah papa... inget dulu waktu Reeza masih kecil. Papa pernah ajak dia naik
Bungee Jumping, padahal sudah di larang sama petugasnya buat gak bawa anak kecil. Tapi akhirnya apa... Reeza ikutan nyangkut di atas kan... dan dengan tenang papa teriak dari atas ‘tenang aja mah... tenang’”
“Lohh itu kan salah alatnya yang gak kuat ngangkut dua orang... lagi juga kan ditolongin petugasnya abis itu... jangan salahin papa donk”
“Tapi papa terlalu nganggep sepele...”
“Aduh mamah...”
“Oh! Inget juga, waktu ke taman safari dulu?”
“Mulai deh....”
“Waktu itu Reeza hampir aja diculik sama orang utan... dan itu salah siapa? Salah alat? Salah petugasnya?”
“Itu emang salah papah... tapi kan papa cuma naruk Reeza deket kandang orang utan, cuma buat ambil gambar latar belakang Reeza lagi di dalam kandang orang utan... kan lucu” jawab bokap gw sambil nyengir tanpa dosa sedikitpun! Sedangkan sang dog-ter hanya bisa mendengarkan pembicaraan tak bermoral itu sambil menggeleng-gelengkan kepalanya, menjulurkan lidahnya, dan menggonggong... guk! Lho!?
Sinting! Dikira gw anak orang utan apa... ternyata semasa gw kecil, gw menderita juga ya... huhuhu, nasib-nasib dapet keluarga gila semua isinya. Termaksuk gw dong! “Apa!? Lucu.... maksud papa, hampir di-telen¬ idup-idup anak kita sama orang utan, papa anggap itu ... lucu!?” nyokap gw mulai naik pitam dan terlihat keluar asep dari kepalanya, tampaknya mau korslet nih otaknya...
Astaga, cuma gara-gara pura-pura amnesia aja udah segini... kuatir dan cemasnya bokap dan nyokap gw... kasihan mereka, terlalu... gila! Ck ck ck... “Sudah... sudah!! Reeza mau istirahat... pada berisik banget. Mama sama papa lanjutin di luar saja sana...” teriak gw menyudahi sandiwara tersebut dan mengusi mereka keluar kamar.
“Lho! Za... kamu inget mama?” tampak wajah nyokap gw kembali berseri-seri.
“Ya!” jawab gw jengkel.
“Ohh, anakku...”
“Ugh!” setelah nyokap gw hendak berusaha mencoba memeluk anaknya yang telah berusia 18 tahun ini. Dan setelah bokap gw berhasil baikkan lagi sama nyokap dengan cara mengkaitkan jari kelingkingnya masing-masing. Mereka pun akhirnya beranjak keluar dari kamar gw.
Akhirnya gw sendi.... loh!! “Lohh!! Dokter ngapain di situ?” gw terkejut melihat sang dokter rupanya sedang duduk santai di bangku belajar, mengamati gw.
“Ohh! Maaf, saya kira belum selesai sinetronnya... permisi” jawabnya beranjak pergi.
“Ugh! Akkuu gillaaa!!!”
Sekali lagi, akhirnya gw sendiri juga... Dari siang hingga malam, gw mengkurungkan diri dalam kamar. Perasaan gw masih gak karuan akibat kejadian siang tadi. Mungkin karena sebagian hati gw masih sama Rere kali ya? Atau jangan-jangan udah di buang sama dia ke comberan... pantesan badan gw bau jamban!
Eitss... enak saja, walau badan gw bau... tapi kan baunya khas. Lalu gw pun mencium ketiak gw.
Uh... sebaiknya gw mandi!
Gw pun memutuskan untuk mandi menggunakan shower. Gw nyalain shower tersebut, lalu air panas pun mengalir keluar membasuh kulitku...
AaarrrgghhH!! Pannasss!! Karena terlalu panas, akhirnya gw memutuskan untuk mandi secara tradisional, menggunakan gayung dan ember.
Beberapa menit kemudian, gw terjongkok di sudut ruang kamar mandi. Bukan karena lagi mau boker... tapi karna gw lagi bersusah hati. Air mata mulai mengalir keluar dari mata gw. Isak tangis pun mulai terdengar samar-samar. Gw menangisi ke pergiannya.
Kata orang sih, cowo di putusin sama cewe terus nangis... itu namanya culun, payah, cupu, alay, dan sebagainya.... tapi menurut gw, itu wajar. Kenapa gw bisa berkata demikian, karena apa salahnya menangisi seorang yang telah lama berada di dalam hati kita dan pergi meninggalkan kita. Dan mungkin dengan menangisinya kita bisa jadi lebih baikan... bahkan seorang yang terkenal seperti Justin Bieber saja kalo kejepit pintu pasti nangis! Ya kan... ya gak sih?
Hahaha... semoga besok gw lebih baikkan....
Btw, siapa ya yang nemuin gw pingsan di taman dan membawa gw pulang... hmm...
mohon kritik dan sarannya...
ini baru cuplikan 1 bab doank dan ini jga belum fix.. heheh maaf ya kalo jelek..