SINDIKAT PENULIS
Silakan login dahulu, biar lebih asyik.
Kalau belum bisa login, silakan daftar dahulu.
Setelah itu, selamat bersenang-senang...
SINDIKAT PENULIS
Silakan login dahulu, biar lebih asyik.
Kalau belum bisa login, silakan daftar dahulu.
Setelah itu, selamat bersenang-senang...
SINDIKAT PENULIS
Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.


Kami adalah penulis, dan kami tidak butuh persetujuan dari siapa pun!
 
IndeksLatest imagesPencarianPendaftaranLogin
"Jika ada buku yang benar-benar ingin kamu baca, tapi buku tersebut belum ditulis, maka kamu yang harus menuliskannya." ~ Toni Morrison

 

 Cerbung "True Soulmate????" Part 2

Go down 
PengirimMessage
Dwiya A Rizkani
Penulis Pemula
Penulis Pemula
Dwiya A Rizkani


Jumlah posting : 102
Points : 153
Reputation : 1
Join date : 08.07.12
Age : 34
Lokasi : Makassar

Cerbung "True Soulmate????" Part 2 Empty
PostSubyek: Cerbung "True Soulmate????" Part 2   Cerbung "True Soulmate????" Part 2 EmptyFri 20 Jul 2012 - 14:21

“Aku perlu bicara.” Kataku saat bertemu dengan Ami. Saat itu aku masuk kerumahnya dan segera mendekatinya ketika melihatnya di pinggir kolam renang di rumahnya. Aku tak tahan lagi untuk tidak bertemu dengannya. Aku akan menerima penolakan seperti apapun.

“Sudah tak ada apa-apa lagi diantara kita. Aku yakin kamu tahu itu. Mina sudah menceritakan semuanya.” Ucap Ami dingin tanpa menoleh sedikitpun kepadaku.

“Tapi aku ingin menjelaskan semuanya. Langsung dariku” Ujarku memohon. Kutarik tubuhnya agar menghadap ke arahku. Aku tahu Ami bisa sangat keras kepala. Tak ada yang bisa mengaubah pendiriannya selain ia sendiri yang mau mengubahnya. Dan hal itu sangat jarang terjadi.

“Dan mau menambahi semua kebohongan dan rasa sakit di hatiku dengan versimu?” Sahutnya ketus. Ada nada kecewa dan geram berbaur di dalam suaranya.

“Aku tahu aku salah. Aku tahu aku menyakitimu. Tapi aku melakukannya bukan karena aku ingin menyakitimu. Aku hanya kesepian saat kau tak ada. Dan rasa itu yang membuatku secara tak sadar telah bermain api. Aku benar-benar minta maaf. Aku..”

“Sudahlah Ando. Jangan pernah menyalahkan keadaan. Kamu yang terlalu lemah. Kamu gak bisa membedakan rasa rindu dan nafsumu. Aku tahu gadis itu lebih cantik dariku. Mungkin lebih pintar. Lebih cerdas, lebih kaya. Aku tahu sifatmu. Kau tak pernah puas dengan apa yang kamu miliki. Itu yang menjadi masalahmu. Yang menjadi pikiranku hingga saat ini adalah, Aku tak bisa mengerti mengapa kau lakukan itu padaku. Padahal aku sudah mengupayakan semuanya untuk bisa tetap mencintaimu. Aku sangat sayang padamu. Tapi kalau kamu yang sudah tak mengharapkan aku ada di sampingmu, aku tak bisa lagi memilih untuk tinggal.”
Ami memotong kata-kataku. Ia tampak sangat sedih ketika mengucapkan kata-kata itu.

“Aku tak pernah tidak menginginkanmu.” Ujarku tak setuju dengan kata-katanya.

“Lalu mengapa kau mencari orang lain. Dan kau tahu? Hubungan yang kamu jalin dengan gadis itu sudah berlangsung selama 4 bulan. Bahkan saat kita masih pacaran. Dan kurasa selama ini kita tak pernah bertengkar dan selama ini juga, kau dan aku masih berkomunikasi dengan lancar. Apa yang ada dipikiranmu saat itu? Membiarkan kebohongan dan pengkhianatan selama 4 bulan? Apa salahku padamu?” Tanyanya dengan nada tinggi. Ami sudah sangat kesal bahkan ia sampai berdiri ketika mengucapkan kata-kata itu.

“Aku tahu aku salah. Aku tahu aku menyakitimu. Aku butuh kesempatan lagi. aku benar-benar mencintaimu. Tolong... Aku tak bisa hidup tanpamu. Aku mohon Ami.. Aku mohon.” Pintaku pada Ami. Aku berlutut di depannya dan menangis.

Aku benar-benar tak bisa berpikir bagaimana hidupku tanpanya. Melly mungkin mentari bagiku. Tapi Ami adalah nyawa, jiwa, dan udara yang menopang eksistensiku. Aku tak ada artinya tanpanya. Hal yang baru aku sadari ketika tak bersamanya. Ketika hampir kehilangannya.

Ami menatapku dengan tatapan kasihan. Mungkin jijik bahkan. Aku tak bisa memaafkan diriku sendiri saat ini. Dan hanya Ami yang bisa menolongku saat ini.

“Kau tahu betapa berartinya hubungan ini untukku? Kau tahu betapa hancur dan sakitnya hatiku setelah mengetahui semua ini? Kau tahu betapa aku sangat menyayangimu. Aku benar-benar hancur. Aku merasa aku tak layak kau cintai. Kau bisa mengambil gadis lain di sisimu karena aku belum cukup layak untukmu. Belum cukup baik. Belum...”

“CUKUP!!! Kau tak boleh bicara seperti itu. Aku akan mati jika terus menerus mendengarnya. Aku mencintaimu. Aku yang salah. Aku yang buta. Kau adalah segalanya. Kau yang paling sempurna. Aku yang salah. Tolong Ami!! Jangan pernah berkata itu. Tolong Ami!!” Aku menutup mulut Ami dengan tanganku. Aku lalu mendekapnya erat. Membiarkan air matanya membasahi kemejaku. Menembus ke dalam dadaku. Bahkan lebih dalam lagi, ke lubuk hatiku terdalam.

“Ami, aku tak bisa hidup tanpamu. Aku tak bisa melakukan apapun tanpamu di sisiku. Aku mencintaimu. Kumohon berikan aku kesempatan kedua. Aku tak akan pernah menyakitimu lagi. Aku memberikan semua hidupku sebagai janjiku padamu. Aku mohon Ami...” Mohonku padanya sambil tetap memeluk tubuhnya.
Aku tak tahu apa bisa meluluhkan hati Ami. Ia tak mengucapkan sepatah katapun. Aku tak mau melepaskan bahkan mengendurkan pelukanku. Aku tak mau melepaskannya dan berbuat bodoh lagi. tak akan ada yang sama dalam hidupku tanpanya.

“Aku akan memberikan kesempatan lagi padamu. Tapi, kamu harus sadar, luka ini akan terus ada di hatiku. Melekat di pikiranku. Jadi kalau kau benar-benar mencintaiku, aku mohon, jangan sia-siakan kesempatan ini. Atau kau tak akan pernah lagi mendapatkannya.” Katanya pelan.

Aku tak mampu berkata-kata lagi. Kutatap matanya lalu Aku mengangguk pelan lalu kembali merengkuhnya dalam dekapanku. Aku begitu beruntung memiliki Gadis dengan hati selapang Ami.
***

Surat pengunduran diri Melly menyambutku saat duduk di kursi kerjaku. Aku merasa tak enak hati. Dan memang sudah sepantasnya seperti itu. Aku berniat menelponnya. Tapi kuurungkan. Aku tak mau melukainya dan melukai Ami lagi.

Mungkin Melly adalah jalan dari Tuhan untuk membuka mataku akan betapa besarnya cintaku pada Ami. Dan aku patut bersyukur padanya. Meskipun mungkin pengorbanannya sedikit menodai perjalanan hidupku ini.

Kringggg.....

Deringan telepon membuyarkan lamunanku.

“Kenapa Ki?” Tanyaku pada sekretarisku.

“Ada telepon di Line 3, Pak!” Jawabnya.
“Oke sambungkan saja.”

Nada tunggu.....

“Selamat pagi..” Nada merdu di ujung telepon mengagetkanku. Melly.

“Mel, Aku....”

“Aku hanya mau mengucapkan selamat tinggal. Maaf. Aku tak bermaksud membuatmu bingung untuk memilih lagi. Tapi aku tak boleh egois. Ada yang lebih pantas untukmu. Dia lebih lama memilikimu. Aku memang tak selayaknya ada di antara kamu dengan Ami. Sampaikan permintaan maafku untuknya. Semoga kalian berbahagia. Aku sayang padamu.” Setelah berkata seperti itu, Melly memutuskan telepon. Sebelum aku sempat memberikan kata-kata apapun.
Melly.. Terimakasih atas pengertianmu. Kebesaran hatimu.
***
3 tahun kemudian…

Saat itu aku tengah duduk di depan meja makan dan menikmati sarapanku dengan Ami. Kami telah menikah dan menjalani kehidupan yang sangat indah. Aku tak salah memilih Ami sebagai pendamping hidupku. Dia benar-benar pandai mengurusiku sebagai suami. Aku tak pernah merasa kekurangan kasih sayang dan perhatian bersamanya. Meskipun belum dikaruniai keturunan, kami tidak merasa kurang. Bahkan kami masih menikmati pernikahan seperti ketika pacaran dulu.

Kringgg………………

Deringan telepon membuyarkan keasyikan kami. Aku beranjak ke meja telepon dan menjawab telepon yang terus berdering.

“Halo.”

“Halo. Ando? Ini Mina. Maaf mengganggu. Aku Cuma mau kasih kabar kalo Melly sekarang ada di rumah sakit. Dia kecelakaan.”Kata Mina cepat.

“Apa? Dimana?”Seruku shock. Setelah tidak mendengar kabar Melly selama 3 tahun, aku begitu kaget karena mendengar kabar buruk darinya.
Ami yang mendengarku berseru shock segera mendekatiku. Dan menatapku dengan tatapan bingung.

“Di RS Akademis.” Ucapnya. Lalu menyebutkan sebuah nama kamar VIP

“Oke. Aku segera kesana.”

“Siapa, An?” Tanya Ami.

“Mina. Dia.. bilang kalo Melly.. Melly kecelakaan.” Jawabku pelan.

Raut muka Ami berubah mendengar nama Melly.

“Lalu apa masalahnya?” Tanyanya lagi dengan nada dingin.

“Apa aku boleh menjenguknya?” Aku balik bertanya.

Dia tidak menjawab. Sebaliknya dia menungguku bicara. Menunggu aku menjawab pertanyaanku sendiri.

“Terserah. Itu semua tergantung padamu.”Akhirnya ia berbicara. Tapi dengan nada sambil lalu dan berjalan meninggalkanku dan kembali duduk di meja makan.

Aku terdiam di depan gagang telepon. Membiarkan diriku tenggelam dalam
lamunan. Melly. Sudah hampir 3 tahun aku tak mendengar kabar apa-apa darinya. Dan kini, kabar yang kudengar jauh dari kabar baik.

Sebagian diriku mengatakan bahwa aku harus menemui Melly. Tetapi sebagian hatiku yang lain tidak mau melukai hati Ami. Telepon Mina saja sudah menyakiti hatinya dan merusak pagi kami. Apa lagi yang akan terjadi kalau aku bersikeras menemui Melly. Tapi, Aku tetap tak tega tidak melihat keadaan Melly.

“Pergilah. Aku yakin Melly membutuhkanmu saat ini.” Tiba-tiba suara lirih Ami mengagetkanku. Kupalingkan wajahku menatapnya yang tengah mengaduk-ngaduk makanannya di meja makan. Matanya tertuju pada makanan di hadapannya meskipun kelihatan sudah tak berselera untuk menyuap lagi.

Aku beranjak dari depan telepon dan melangkah ke samping kursinya. Lalu aku berlutut di sampingnya. Kugenggam tangannya dan kuangkat dagunya agar memandang wajahku. Tak ada kesedihan dan kemarahan terlintas di matanya. Meskipun aku tahu, cemburu tengah menguasai hatinya. Ah, aku benar-benar tak habis pikir, betapa mulia hati istriku ini.

“Hatiku sudah kuserahkan utuh padamu. Percayalah, tak akan ada apa-apa antara Aku dan Melly. Meskipun aku menemuinya, kami sudah tak punya hubungan apa-apa lagi. Aku…” Jemari telunjuk Ami, tiba-tiba menutup bibirku.

“Sudahlah. Kau harus pergi ke rumah sakit sekarang. Aku percaya dan akan selalu percaya padamu. Pergilah, sebelum aku berubah pikiran.” Katanya sembari tersenyum dan mengedipkan mata.

Kucium pipinya sebelum bangkit untuk mandi dan berganti baju.

“Apa kau tak mau ikut.?” Tanyaku.

Ami menggeleng.

“Mengapa?” Tanyaku lagi. Heran. Bukankah lebih baik jika ia ada di sampingku ketika aku menjenguk Melly. Supaya ia percaya betul aku tak akan berbuat apa-apa.

“Aku belum siap. Aku yakin suatu saat aku harus menemanimu ketika menemuinya. Mungkin bukan sekarang.” Jawabnya pelan

Aku tak bertanya lagi dan segera bergegas menuju Rumah sakit tempat Melly dirawat.
***
Kembali Ke Atas Go down
 
Cerbung "True Soulmate????" Part 2
Kembali Ke Atas 
Halaman 1 dari 1
 Similar topics
-
» Cerbung "True Soulmate????" Part 1
» Cerbung "True Soulmate????" Part 3
» Cerbung "Love Resistance" Part 1
» Cerbung "Love Resistance" Part 2
» Cerbung "Love Resistance" Part 3

Permissions in this forum:Anda tidak dapat menjawab topik
SINDIKAT PENULIS :: Arena Diskusi :: Cerpen-
Navigasi: