Lagi belajar teknik personifikasi.. mohon komentar dari para sesepuh Awalnya adalah sebuah Retakan. Setitik celah kecil di dinding yang tidak sengaja terbentuk karena keteledoran seorang tukang bangunan pada saat memplester ruangan kamar itu.
Titik kecil itu lama kelamaan membesar, dan tumbuh menjadi sebuah Retakan.
Retakan terbangun… hal pertama yang disadarinya adalah dia seorang diri. Di sekelilingnya terhampar tembok mulus bercat putih, memenuhi semesta empat kali empat meter yang baru saja dikenalinya.
Retakan kesepian. Dia tidak memiliki satupun teman untuk diajak berbicara. Saat malam tiba beberapa cicak seringkali merangkak melewati bagian tubuhnya, berseliweran di sekitarnya. tapi mereka tak pernah sekalipun memperdulikan kehadirannya. Pun dengan para kecoa, tikus, laba-laba, dan binatang-binatang kecil lainnya, mereka semua mengabaikannya.
Satu-satunya hal yang dia lakukan untuk mengobati kesepiannya adalah dengan memandang ke arah jendela yang terletak di sisi timur kamar.
Sebenarnya jendela itu hanyalah jendela biasa, kacanya agak buram dengan bingkai kayu berkualitas rendah, beberapa titik dari bingkai itu sudah agak keropos, walaupun masih terlihat baru, sama sekali tidak menarik perhatian.
Yang membuat Retakan selalu memandang ke arah sana adalah karena hanya disanalah dia bisa melihat cahaya matahari pagi bersinar menembus kaca, membuat partikel-partikel debu yang harusnya tak kasat mata menari-nari di udara, membuat simfoni bisu yang menghipnotisnya.
Terkadang dia melihat siluet-siluat benda yang bergerak di balik jendela itu, kecil, besar, panjang, pendek, kotak, lonjong, lingkaran, berbagai macam bentuk dan ukuran. Tapi dari tempatnya berada sekarang, dia tak bisa melihat benda apa yang bergerak-gerak diluar sana itu.
Retakan yang ingin melihat cahaya dan siluet lebih dekat mulai bergerak. Dia menumbuhkan sebuah sulur tipis di sepanjang dinding sampai ke tepi bingkai jendela. Butuh waktu lama baginya untuk melakukan hal itu, sedikit demi sedikit, beberapa milimeter setiap harinya. Harapan akan hal-hal menakjubkan yang mungkin dia lihat dibalik jendela membuatnya sejenak melupakan kesepian yang selama ini dia rasakan.
Ketika pada akhirnya sulur kecilnya sampai pada ujung bingkai jendela, harapannya terpenuhi. Apa yang dilihatnya di balik jendela itu adalah benar-benar sebuah dunia baru. Alam lain dibalik semesta empat kali empat tempatnya tinggal sekarang. Alam dengan berbagai macam warna, bukan hanya putih pucat. Alam dengan berbagai macam rupa, dan rasa.
Tak ada yang lebih baik untuk mendeskripsikan semua yang dia lihat selain dengan kata indah.. sesederhana itu.
Untuk beberapa waktu dia menikmati itu semua. Di jendela itu dia bisa merasakan kesegaran embun yang turun untuk memandikan rerumputan dan pepohonan. Dia bisa berjemur dibawah hangat mentari pagi, melihat kupu-kupu dan burung-burung bertengger di pohon jambu yang tumbuh kian besar di pekarangan rumah. Dia juga bisa memperhatikan orang-orang dan kendaraan yang melintas di jalan kecil dan berlubang di depan rumahnya, serta hal-hal lainnya.
Sayangnya walaupun dengan semua keindahan itu, retakan masih merasakan kekosongan itu, dia tetap saja merasa kesepian.
Karena itu setiap hari dia berdoa pada matahari dan langit, berharap agar suatu saat nanti dia tidak kesepian lagi.
Bertahun-tahun dia menunggu dengan sabar. Menanti di bawah jendela, sampai akhirnya doanya terkabul.
***
Hari itu minggu kedua di musim panas, mentari bersinar terik tanpa ampun. Semenjak siang tadi Retakan bisa mendengar suara kumbang bernyanyi nyaring dari atas pohon, mencoba menarik perhatian para betina. Sementara di bawah jendela, dia bisa mencium wangi keringat dari ilalang yang berjemur di bawah mentari.
Tiba-tiba dia mendengar deru kendaraan mendekat dari kejauhan. Rupanya sebuah mobil pick-up datang melintas di depannya. Sekian lama berada di bawah jendela, retakan tahu mobil mana saja yang sering melintas di jalanan depan rumahnya, dan mobil ini bukan salah satunya.
Retakan mengira bahwa mobil ini hanya sekedar lewat saja. Tapi tak disangka, ternyata mobil itu berhenti di depan rumahnya.
Retakan mengamati mobil itu dengan saksama, Sepasang pria dan wanita turun dari dalam mobil. Keduanya masih sangat muda, mereka tampan dan cantik. Sang pria yang berambut ikal mengenakan sebuah kaos oblong berwarna hitam, dengan celana pendek, sementara sang wanita mengenakan kaos berwarna kuning dan celana jeans selutut. Wajah keduanya berseri-seri ketika turun dari dalam mobil.
Di pangkuan mereka ada seorang bayi mungil, bayi itu tampak nyaman terlelap di pelukan sang wanita.
Mereka berdua mulai menurunkan barang-barang dari dalam mobil. Retakan hanya bisa melihat dari balik jendela, sulurnya belum cukup panjang untuk mencapai pintu depan.
Pasangan pria-wanita itu mengangkut banyak barang ke dalam rumah. dia bisa mendengar suara gaduh yang mereka timbulkan, serta suara cekikikan dan tawa pasangan itu.
Setengah jam kemudian pintu kamar terbuka. Kedua orang itu masuk bersama bayi mereka. Retakan melihat mereka berdua berbicara satu sama lain. Mereka tampak bahagia. Pembicaraan yang mereka lakukan didominasi oleh sang wanita, yang ingin membersihkan dan mendekorasi ulang kamar ini agar layak ditempati. Sang pria hanya mengiyakan sambil sesekali memberikan komentar konyol, yang membuat wanita itu mencubitnya dengan gemas.
Retakan tersenyum lebar melihat itu semua, dia merasa sepertinya dia tidak akan kesepian lagi.
Dalam waktu beberapa hari, kamar yang tadinya kotor dan berdebu berubah. Sang pria mengecat seluruh bagian dinding dengan warna biru langit. Termasuk seluruh tubuh Retakan. Dia berusaha untuk tidak tertawa pada saat kuas cat yang dipakai sang pria menggelitiki seluruh bagian tubuh dan sulurnya.
Setelah selesai dicat, sang wanita mulai medekorasi, meletakan tempat tidur, meja kecil, karpet, serta beberapa pot bunga di sudut ruangan. dia juga meletakan sebuah tempat tidur kecil untuk sang bayi, yang diletakan di samping tempat tidur besar.
Pada tengah malam, ketika kedua orangtuanya tertidur akibat kelelahan setelah bekerja ataupun kelelahan setelah bercinta. Sang bayi mungil biasanya terjaga, tapi dia tidak menangis. Bayi itu hanya akan berbaring diam, memandang ke arah retakan, membuat suara-suara, seolah-olah sedang berbicara dengannya, bayi itu bahkan terkadang menunjuk-nunjuknya sambil tersenyum.
Retakan sangat senang, karena akhirnya ada orang yang memperhatikan keberadaannya, dia sangat menikmati malam-malam berdua dengan bayi itu.
***
Waktu berlalu dengan cepat. Bayi mungil itu terus tumbuh, menjadi balita, anak-anak, hingga remaja. Retakan juga tumbuh makin besar, agar dapat mengamati pergerakan keluarga itu di seluruh bagian rumah.
Retakan selalu memperhatikan sang gadis ketika sedang berada di dalam rumah. dia mengikuti kemana saja gadis itu pergi, menemaninya ketika makan, tidur, belajar, bermain boneka, bahkan ketika dia berada di dalam kamar mandi.
Retakan juga ada setiap kali anak gadis itu berulang tahun. Dia ikut berdoa ketika gadis itu itu meniup lilin, dia selalu berharap kebahagiaan akan terus bersama dengan gadis itu, dan agar senyuman tak akan pernah lepas dari bibir mungilnya.
Semakin hari, Retakan semakin menyayanginya. Walaupun sekarang sudah banyak yang berubah dari diri gadis itu. Tetap ada satu hal yang semenjak bayi selalu dia lakukan. Setiap malam, sebelum pergi tidur, gadis itu akan berbaring terlentang di tempat tidurnya, kedua matanya menatap Retakan di dinding, kemudian gadis itu akan bercerita, tentang apa saja.
Retakan telah mendengarkan banyak hal, dia tahu siapa teman-teman gadis itu, dia tahu siapa guru yang dibenci oleh gadis itu di sekolah, dan dia juga tahu siapa pria yang sedang disukai oleh gadis itu, semuanya.
Tapi pada suatu hari, semuanya mulai berubah.
Malam itu Retakan melihat ayah sang gadis pulang sangat larut, dan dalam keadaan mabuk. Sungguh pemandangan yang tidak biasa. Dia memperhatikan pria itu membanting pintu depan, masuk tanpa melepaskan sepatu, kemudian mengacak-acak ruang depan. Sebelah tangannya menggenggam sebotol minuman keras.
Sang wanita keluar dari dalam kamarnya, wajahnya pucat pasi. Dia berusaha untuk mendekatinya, mencoba membuatnya sadar. Tapi pria itu mendorongnya dengan kasar, sambil terus meracau dan menyumpah.
Retakan melihat gadis itu mengintip dengan takut-takut dari dalam kamar. Saat itu senyum manis mulai menghilang dari bibirnya.
Kejadian itu ternyata bukan hanya terjadi sekali. Tapi terus berulang-ulang. Awalnya hanya satu dua kali dalam sebulan sang pria pulang dalam keadaan mabuk. Tapi ketika dia kehilangan pekerjaannya akibat PHK, intensitas mabuk-mabukannya jadi makin sering. Akhir-akhir ini hampir setiap malam pria itu pulang ke rumah dalam keadaan sempoyongan.
Yang membuat retakan menjadi geram adalah perilaku pria itu pada keluarganya menjadi sangat arogan dan kasar. Seringkali sang wanitalah yang menjadi korban kekasarannya. Dia ditampar, dijambak, bahkan pernah ditendang.
Rasa geram itu membuat ukurannya jadi semakin besar, sulur-sulur tipisnya membesar, timbul seperti urat nadi.
Rasa geram itu kian memuncak ketika sang ayah rupanya merasa tak cukup hanya melampiaskan kebrutalannya pada sang istri. Sang gadis mulai menjadi korban. Retakan sangat murka ketika melihat gadis itu ditampar dengan keras oleh sang ayah, hanya karena berusaha untuk membuang botol minuman ayahnya.
Gadis itu berlari ke kamarnya, mengunci pintu, kemudian menangis. Retakan mengikuti gadis itu ke kamar. Dia hanya bisa menatap dengan sedih saat melihat gadis itu terisak sambil memeluk guling di tempat tidurnya.
Retakan tak kuasa menahan tangis ketika suatu malam gadis itu menceritakan semua isi hatinya, semua kesedihannya, walaupun dikasari seperti itu, gadis itu tetap menolak untuk menyalahkan ayahnya. Dia yakin ini semua hanyalah satu fase yang harus dilewati oleh ayahnya, dan yang harus dia lakukan hanyalah bersabar.
Retakan menitikan air mata.. membasahi atap dan tembok. Untungnya pada saat itu hujan sedang turun, sehingga gadis itu menyangka bahwa atap kamarnya sedang bocor.
Keadaan bertambah buruk ketika sang ibu tiba-tiba memutuskan untuk kabur dari rumah, meninggalkan sang ayah dan gadis itu berdua. Entah apa yang ada di pikiran wanita itu sampai tega meninggalkan anak gadisnya dengan seorang pria pemabuk setengah sinting.
Kini gadis itu menjadi satu-satunya pelampiasan emosi sang ayah. Dia dengan tabah menerima perlakuan brutal ayahnya, Gadis dengan senyuman manis yang dia kenal sudah musnah. Tak ada lagi senyum yang bisa gadis itu tunjukan, hanya air mata.
Retakan sebenarnya ingin menghibur gadis itu. Dia ingin merangkulnya sambil mengatakan bahwa semuanya akan baik-baik saja, bahwa dia akan melindungi gadis itu dari ayahnya, tapi dia tak bisa.. dia tidak bisa berbuat apa-apa.
Untuk pertama kali dalam hidupnya, dia merutuki nasibnya yang terlahir sebagai Retakan.
Hari terakhir itu tak akan pernah dia lupakan. Di hari itu seperti biasa gadis itu duduk di kamar sambil menangis, mata dan pipinya lebam, di tangannya ada bekas berwarna kemerahan. Sementara dia menangis, sang ayah berteriak-teriak di luar, menggedor-gedor pintu yang dikunci. Dia sudah hampir kehilangan kewarasan sepenuhnya.
Retakan merasa bahwa nyawa sang gadis sedang dalam bahaya.
Dia bergerak kesana kemari, panik, berusaha mencari cara untuk memperingatkan sang gadis.
Sang ayah akhirnya mendobrak masuk, dia menendang daun pintu sampai terlepas dari engselnya. Sang gadis menjerit.
Retakan bergerak makin liar, dalam kepanikannya dia tumbuh makin membesar, sulur-sulurnya bertambah dengan cepat.
Sang gadis berlari menjauh ketika ayahnya bergerak mendekat, dia melemparkan barang-barang yang ada di dalam kamar, berusaha untuk menghalangi langkah ayahnya.
Tapi pria itu sudah dirasuki setan, dia berlari dan menerjang anaknya sendiri, memegangi kedua tangannya, seraya menghempaskan tubuh gadis itu ke tempat tidur. Gadis itu meronta-ronta, tapi ayahnya menamparnya dengan keras, sampai darah segar mengucur dari bibir dan hidungnya.
Ayahnya bergerak makin dekat.. dia melepaskan pakaian yang dikenakannya, sambil tertawa sinting, tubuh gadis itu mulai bergetar karena ketakutan.
Retakan semakin panik, dia ingin menyelamatkan gadis itu, sebelum semuanya terlambat.
Retakan berguncang hebat, sulur-sulurnya yang menyebar di seluruh bagian rumah ikut bergetar, pecahan-pecahan kecil mulai terlepas dari atap dan dinding, kemarahannya menimbulkan goncangan di rumah itu.
Sang ayah tiba-tiba menyadarinya, dia melihat ke sekeliling, ketakutan.
Retakan kian besar, dia sudah tak bisa dihentikan lagi, dia murka. Bagian-bagian atap mulai berjatuhan, cat tembok mengelupas, jendela pecah berkeping-keping.
Retakan tersenyum, kini sang ayah tak akan bisa menyakiti gadis itu lagi.
Terdengar suara jeritan keras, setelah itu gemuruh hebat. Pada detik-detik terakhir kehancurannya, Retakan melihat sekilas bibir gadis itu menyunggingkan senyum, sekarang gadis itu bisa beristirahat dengan tenang dalam pelukannya.
Rumah itu runtuh, menimpa kedua penghuninya sampai mati.
***[/i]